Rimanews- Wakil Ketua Komisi VI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menyebutkan bahwa UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dinilai tidak cukup kuat menampung logika bernegara yang berkuasa 100 persen atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, sebagaimana pasal 33.

"UU itu justru telah mengaburkan BUMN sebagai lokomotif perekonomian nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tegas Heri saat seminar 'Mengkritisi privatisasi, mengawal konstitusi' di Gedung Joeang 45 Menteng Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Karenanya, lanjut Heri yang berasal dari Dapil Jabar IV, UU itu harus dibongkar total, dan selanjutnya perlu dibuat UU baru yang menjadi jangkar yang kuat mewujudkan sebuah BUMN yang hebat sesuai konstitusi UUD 1945. Termasuk mengakomodir putusan MK No. 62/PUU-XI/2013 yang secara tegas menyatakan bahwa BUMN adalah derivasi dari penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.

"Sebagai jangkar kuat, UU baru itu mesti menafsir secara tegas paradigma fungsi BUMN sebagai kepanjangan tangan negara sehingga tidak seenaknya saja dioperasikan berdasarkan aturan main bisnis seutuhnya tanpa kendali," tuturnya.

Dengan begitu, sambung dia, maka kekayaan negara yang dipisahkan yang multitafsir bisa menemukan jalan tengah untuk menegaskan hak dan kewajiban negara terhada BUMN dengan fungsi penatausahaannya sehingga ikut bertanggung jawab penuh atas pengelolaan kekayaan negara di dalamnya.

"Untuk mengantisipasi privatisasi yang harus dipandang sebagai tangan gaib kapitalisme. Maka UU baru itu harus berhasil menegaskan komposisi kepemilikan saham pemerintah pada BUMN terbuka minimal 60 persen, serta proses privatisasinya mengedepankan partisipasi modal swasta dalam negeri," pungkasnya.

source

efek gara - gara jadi oposisi nih, makanya kantong jadi kering