Till KPK Do Us Apart : Pasangan-Pasangan Yang Terjerumus Kasus Korupsi
TS
hukumonline.com
Till KPK Do Us Apart : Pasangan-Pasangan Yang Terjerumus Kasus Korupsi
kalau mendengar pejabat atau kepala daerah korupsi, mungkin udah biasa ya gan. Tapi gimana tuh ceritanya kalau yang dicokok sama KPK karena korupsi adalah pasangan suami istri? Ternyata, ini udah jadi semacam "tren" baru loh gan. Gak cuma si suami, yang kebetulan jadi pejabat, korupsi, tapi juga istrinya!
Wajar saja, pasangan-pasangan ini akhirnya menikmati hotel prodeo setelah KPK menjerat mereka dengan pasal-pasal antikorupsi. Penasaran siapa saja pasangan yang terjerumus korupsi? cekidot ya gan.
1. Romi Herton & Masyito
Spoiler for Romi Herton dan Masyito:
Walikota Palembang non aktif Romi Herton dan istrinya Masyito terjerat satu kasus yang sama, bahkan keduanya menjalani persidangan bersama-sama. Masyito memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada M Akil Mochtar selaku hakim konstitusi. Pemberian itu dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan perkara sengketa Pilkada Palembang yang diadili di MK.
Menurut dakwaan jaksa, Romi melalui perantara Muhtar Ependy menyuap Akil untuk mempengaruhi putusan perkara sengketa Pilkada Kota Palembang. Peran Masyito adalah menyerahkan uang tersebut kepada Akil melalui Muhtar. Kemudian, majelis hakim menyatakan Romi dan Masyito bersalah melakukan tindak pidana suap terhadap Akil. Romi dihukum enam tahun penjara, sedangkan Masyito mendapat hukuman lebih rendah dua tahun. Keduanya diganjar hukuman denda masing-masing Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.
Pasangan Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni bisa dibilang merupakan trendsetter pasangan suami istri yang kemudian juga ditangkap oleh KPK, Gan! Pasalny mereka lah yang pertama ramai diberitakan media. Meski begitu, keduanya tidak didakwa untuk tindak pidana korupsi dalam satu kasus yang sama.
Nazaruddin tersandung kasus korupsi Proyek Wisma Atlet SEA GAMES di Kementerian Pemuda dan Olahraga saat ia menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat. Sedang sang istri didakwa melakukan intervensi ke sejumlah pejabat Kamanakertrans terkait proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2008.
Neneng mempengaruhi pimpinan proyek pengadaan agar mengalihkan pekerjaan sehingga menyebabkan terjadinya kerugian negara. Selain masuk kantongnya sendiri, keuntungan yang didapat Neneng akibat perbuatannya disebut-sebut masuk juga ke kantong Nazaruddin.
3. Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho & Evi Susanti
Spoiler for Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho & Evi Susanti:
Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti, terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain mereka berdua, KPK juga menetapkan tersangka lainnya, yaitu Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis, anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti.
Mereka diancam tiga tahun penjara dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta. Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, sangkaan kepada Gatot dan Evi dikenakan bersama-sama dengan tersangka OC Kaligis, yakni diduga memberi suap kepada majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Spoiler for Bupati Karawang Ade Swara & Nur Latifah:
Pasangan terakhir yang tersandung masalah korupsi adalah Bupati Karawang, Jawa Barat, Ade Swara dan istrinya Nur Latifah.
Ade Swara yang politisi Partai Golkar dan istri yang juga anggota DPRD Karawang dari Partai Gerindra itu ditangkap KPK atas tuduhan pemerasan terhadap PT Tatar Kertabumi. PT Tatar adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti, yaitu pembangunan mal, apartemen, ruko dan hotel di Karawang.
Pemerasan dilakukan terkait dengan dikeluarkannya surat persetujuan pemanfaatan ruang (SPPR). Atas SPPR tersebut, Ade Swara dan istri meminta Rp5 miliar kepada PT Tatar Kertabumi.