Sudah 10 tahun lebih Fadli (38) mengabdikan diri menjadi guru honorer di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kawasan Karet Tengsin, Jakarta Pusat.

Jangankan bisa hidup sejahtera, gaji Fadli sebagai guru honorer yang hanya Rp 700.000 sebulan untuk makan sehari-hari saja kesusahan.

Gaji Rp 700.000 sebulan bagi Fadli terlalu kecil untuk lulusan magister (S2) sebuah universitas ternama di Jakarta.

Besaran gaji Fadli tersebut tidak sebanding dengan pengeluarannya sehari-hari, termasuk untuk menghidupi anak dan istrinya.

Kini, selain menjadi guru honorer, Fadli juga membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya, yakni menjual kue donat.

“Penghasilan berapapun harus disyukuri. Tapi jika berpikir realistis, gaji yang didapat guru honorer sangat tidak sebanding dengan pengeluaran kami setiap bulannya. Kalau hanya mengandalkan gaji guru honorer, tak akan cukup untuk makan sehari-hari," kata Fadli kepada Warta Kota, Minggu (9/8).

Beruntung, Fadli tinggal di rumah permanen milik sendiri, warisan mertuanya. Banyak guru honorer yang masih tinggal di rumah kontrakan.

"Kasihan sekali mereka. Tugasnya mencerdaskan anak-anak, tapi hidup mereka pontang-panting,” jelas ayah dua anak ini.

Harapan Fadli, para guru honorer di DKI mendapatkan penghasilan yang layak atau minimal setara dengan Upah Mimimum Provinsi (UMP) di DKI tahun 2015, yakni Rp 2,7 juta sebulan.

“Gaji tukang sapu jalan (pekerja harian lepas Dinas Kebersihan) saja sudah setara UMP. Sementara gaji guru yang sudah PNS sangat besar, ada yang mencapai Rp 10 juta-Rp 15 juta."

"Kalau dibandingkan dengan guru PNS dengan kami (guru honorer), bagai langit dan bumi. Kami hanya meminta diperlakukan sama dengan pekerja lain,” harap Fadli.

Permasalahan guru honorer hingga kini masih terus menjadi perbincangan yang seolah tak berpangkal. Gaji guru honorer yang sangat kecil menjadi indikasi pemerintah kurang serius memajukan dunia pendidikan.

Di ibu kota, gaji guru honorer SMP Negeri tak sebanding dengan biaya hidup sehari-hari.

Bahkan, nilainya jauh di bawah standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) serta UMP DKI 2015.

“Sungguh memprihatinkan nasib para guru honorer yang berjasa mencerdaskan anak bangsa justru kurang diperhatikan pemerintah,” kata Fadli, guru honrer yang kini sudah masuk kategori dua (K2).

Status CPNS

Hal senada disampaikan Ifa Sarifah (42). Pengajar honorer di SMAN 29 di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan selama 10 tahun itu juga berharap Pemprov DKI Jakarta mewujudkan komitmennya untuk menyejahterakan para guru honorer.

Pasalnya, banyak guru honorer yang mengabdi dengan setulus hati selama puluhan tahun, tapi masih menerima upah tak layak dan belum mendapatkan kejelasan soal statusnya menjadi calonpegawai negeri sipil (CPNS).

“Banyak permasalahan terkait guru honorer yang harus diselesaikan, misalnya soal sertifikasi yang belum juga dilaksanakan, soal tunjangan guru honorer yang belum layak serta jaminan kesehatan untuk mereka. Untuk THR (Tunjangan Hari Raya) saja kami belum mendapatkan,” jelas Ifa yang menjadi guru honorer sejak 2005 kepada Warta Kota, kemarin.

Tetapi, yang terpenting bagi Fadli, Ifa, dan para guru honorer lainnya, yakni kejelasan soal pengangkatan menjadi PNS.

“Itu mungkin harapan semua para guru honorer, khususnya yang sudah K2. Kami benar-benar meminta agar Pemprov DKI membuka peluang dan mewujudkan impian kami menjadi PNS dengan jalur khusus atau pengangkatan bukan melalui tes umum. Karena sangat banyak guru honorer yang sudah mengabdikan dirinya puluhan tahun, bahkan ada yang sampai 30 tahun, yang tentu saja akan sulit bersaing jika pengangkatan PNS melalui tes umum,” imbuh Fadli.


Sumber


Luar Binasa!! Gaji Guru lulusan S2 cuma Rp. 700.000