Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anarchy...Avatar border
TS
anarchy...
Pasal Penghinaan Presiden, Jokowi: Rencana Saja Kok Ramai


JAKARTA - Meski banyak pandangan negatif, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap mengajukan pasal penghinaan terhadap presiden dihidupkan kembali.

Bagi Jokowi, apa yang direncanakannya tak perlu diributkan. Karena sampai saat ini hal tersebut masih sebatas rencana, belum disahkan menjadi pasal dalam KUHP.

"Namanya juga rancangan, terserah di Dewan dong. Itu rancangan saja kok ramai," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/8/2015).

Menurutnya, pengajuan pasal itu sebenarnya sudah dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya dan dia hanya melanjutkan. "Itu juga pemerintah yang lalu usulkan itu dan ini dilanjutkan dimasukkan lagi," ujar Jokowi.

Menurut Presiden, pasal yang diajukan kali ini sebenarnya memberikan penjelasan tegas antara fitnah dan kritik. Sebelum adanya revisi, kata dia, seorang pengkritik presiden bisa lebih rentan dipidanakan.

Pasal yang disiapkan pemerintah adalah Pasal 263 RUU KUHP Ayat (1), yang menyebutkan, Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Dalam ayat selanjutnya ditambahkan, "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri".

Menurut Jokowi, pasal itu ada untuk melindungi presiden sebagai simbol negara. "Kalau kita lihat di negera yang lain, sebagai symbol of state itu ada semuanya. Tapi, kalau di sini inginnya tidak, ya terserah nanti di wakil-wakil rakyat," ucap dia.

Soal simbol negara yang dikatakan presiden, jelas berbeda dengan apa yang pernah dinyatakan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqqie pada tanggal 4 Agustus 2015 di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Saat itu, Jimly mengatakan bahwa pemerintah yang menganggap posisi presiden sebagai simbol negara dianggap sebagai warisan pemikiran feodal. Pemikiran itu dianggap tak lagi relevan dengan era demokrasi.

Kata Jimly, persoalan lambang negara sudah diatur secara khusus dalam Pasal 36 a Undang-Undang Dasar 1945. Lambang negara yang diatur dalam konstitusi adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bukan presiden.

link http://news.okezone.com/read/2015/08...saja-kok-ramai

Dolar naik aja aku ngak ramai kok emoticon-Ngakak (S)
bukan urusan saya, itu urusan BI emoticon-Ngakak (S)
0
3.5K
67
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.