Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pedagangjujurxAvatar border
TS
pedagangjujurx
Jokowi, Antara Presiden & Pers Edan
Suka tidak suka, percaya atau tidak, disamping kasus KKN yang membelitnya, Soeharto adalah Presiden yang berhasil menorehkan begitu banyak prestasi selama kepemimpinannya. Dimulai pada era tahun 70-an dengan program Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) nya, ekonomi Indonesia pun mulai bangkit. Dari negara yang rakyatnya selalu antri beras menjadi negara swasembada beras. Dari negara dengan tingkat inflasi 650% menjadi dibawah 15% dalam waktu 2 tahun. Pada zamannya pula Indonesia mendapat gelar Macan Asia. Keamanan benar – benar terjaga begitu pula kerukunan antar umat beragama.

Semua pencapaian hebat yang dia torehkan pada masa kejayaannya tersebut tak akan mungkin dia raih tanpa satu hal yaitu “MEMBUNGKAM PERS” dan “MEMBUNGKAM KEBEBASAN BERPENDAPAT”. Pada masanya pers benar – benar di kontrol penuh dengan tujuan untuk menciptakan stabilitas. Persis sama dengan apa yang dilakukan negara Cina sampai saat ini. Karena bagaimanapun, ditengah – tengah tingkat pendidikan masyarakat yang masih sangat rendah pada masa kepemimpinannya, kebebasan pers bisa menjadi boomerang yang membahayakan. Pers bisa digunakan oleh lawan politiknya untuk menebarkan opini yang bisa menyesatkan dan berakibat pada gangguan stablitas yang akhirnya dapat menghambat pembangunan.

Pada masa Soeharto, masyarakat dimanjakan dengan bermacam subsidi sehingga rakyat terlena selama puluhan tahun tanpa menyadari bahwa subsidi yang mereka terima itu adalah hasil hutang dari negara donor. Akibatnya hutang Indonesia inilah yang menyebabkan malapetaka dikemudian hari. Karena hutang yang harusnya dipergunakan untuk membangun ekonomi produktif malah digunakan untuk segala aneka subsidi. Krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 1996 menyebabkan Indonesia harus terkena imbas yang sangat parah. Hutang yang sebelumnya dihitung dengan kurs Rp.3000/USD harus dibayar dengan kurs diatas Rp.10.000/USD

Para barisan sakit hati yang selama puluhan tahun harus bungkam saat Soeharto memimpin ikut andil memanas – manasi. Jargon Anti KKN pun mulai bergema. Ajakan Soeharto untuk bersama – sama kembali membangkitkan ekonomi Indonesia dengan gerakan cinta rupiah-nya pun hanya terdengar samar – samar karena kerasnya suara para demonstran Anti KKN yang mengepung istana. Namun Soeharto tetap tak bergeming. Dia tetap optimis ekonomi dapat segera pulih.

Tapi nasib berkata lain. Kerasnya suara para demonstran yang memvonis dirinya sebagai Koruptor menyebabkan para kroni yang dulu bersedia menjilat untuk dapat kekuasaan kini balik menjadi musuh dan cari selamat. Para menteri mengundurkan diri, para aparat tanpa komando main culik sana – sini. Kerusuhan pun berkobar. Penjarahan terjadi hampir disetiap sudut kota. Indonesia pun limbung, Soeharto pun menyatakan BERHENTI.

Setelah Soeharto lengser, pemerintahan Indonesia yang baru tetap mengandalkan “SUBSIDI” untuk mendapat gelar “PRO-RAKYAT” dan kembali melupakan keharusan untuk membangun infrastruktur untuk membuat rakyat lebih produktif. Harga – harga kebutuhan pokok pada era Soeharto yang dikendailan penuh pemerintahan kini bergulir liar dikendalikan para tengkulak dan para spekulan. Tak ada lagi berita radio yang memperdengarkan suara menteri penerangan “Harmoko” membacakan harga cabai keriting, beras, wortel, dll.

Kini eranya JOKOWI. Di awal pemerintahannya, Jokowi dengan sangat berani mencabut subsidi kepada rakyat. Salah satunya adalah subsidi BBM dan Listrik. Beramai – ramai “Rakyat yang merasa miskin tapi punya mobil, rumah dan sepeda motor” mengutuki kebijakan Jokowi dan memberikan gelar “TIDAK PRO RAKYAT”. Mereka tak perduli walau Jokowi sudah mengatakan bahwa subsidi itu akan dipergunakan untuk membangun infrastruktur agar nantinya bisa bermanfaat untuk mendongkrak perekonomian anak cucu kita. Bagi mereka dan para “PENGAMAT HEBAT TINGKAT DEWA” yang namanya “SUPER PRO RAKYAT” adalah jika bensin bisa gratis, listrik gratis, beras gratis, makan gratis, rumah dan tanah gratis.

Keadaan semangkin serba sulit buat Jokowi untuk memimpin Indonesia kearah yang benar di tengah kebebasan Media (Pers) yang kini sudah bebas sebebas-bebasnya. Arti “Kebebasan Pers” bagi dunia pers Indonesia yang rakyatnya sudah berada pada tingkat pendidikan rata-rata “AHLI PENGAMAT KELAS DUNIA” adalah bebas membangun opini dan ikut dalam pusaran politik. Akibatnya kini kita melihat dunia pers Indonesia terpecah jadi dua. Yang satu tiap hari menayangkan berita yang mendukung pemerintah dan yang satunya tiap hari menayangkan berita yang menyudutkan pemerintah dan mengundang para “PENGAMAT HEBAT TINGKAT DEWA” untuk mengkritik kebijakan – kebijakan pemerintah.

Sebenarnya keputusan Jokowi untuk mencabut subsidi – subsidi sudah sangat tepat. Hal ini tidak boleh terus dilanjutkan karena akan terus jadi beban APBN yang menyebabkan Indonesia tidak bisa membangun fundamental perekonomiannya dengan kuat. Yang dibutuhkan saat ini adalah bersabar menunggu semua proyek inftastruktur Listrik, Jalan Tol Trans Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Papua, Kereta Api,bendungan dan TOL LAUT siap dirampungkan. Untuk semua proyek infrastruktur ini Jokowi terlihat sangat antusias. Bahkan Jokowi siap turun ke lokasi untuk terus melakukan pemantauan. Akibatnya jalan tol yang berpuluh tahun mangkrak pun sudah dirampungkan sebelum 1 tahun kepemimpinannya. Bagaimanapun yang namanya untuk mengobati penyakit kronis itu butuh obat yang pahit. Itulah yang mungkin sedang dirasakan oleh rakyat Indonesia saat ini. Yang dibutuhkan saat ini hanyalah bersabar dan tetap bersatu sebagai sebuah bangsa.

Lihatlah Cina. Mereka bisa menjadi besar seperti sekarang karena akhirnya mereka sadar bahwa Infrastuktur itu lebih penting dari subsidi. Jalan tol ribuan kilometer, jalan melintasi laut, kereta api cepat ribuan kilometer mereka bangun untuk memperkuat perekonomiannya. Lalu lihatlah hasilnya sekarang. Mereka kuat dan maju pesat.

Oh ya, jangan lupa Cina juga membuat aturan yang kuat untuk “KEBEBASAN PERS” di negara nya. Selama Indonesia masih menerapkan sistem KEBEBASAN PERS-EDAN maka pembangunan Indonesia tidak akan mudah dilakukan karena selalu akan ada saja segelintir orang yang selama ini hidup nikmat dari “Kebodohan Rakyat” dan proyek “Adu Domba” terus merecoki dengan segala teori ekonomi “DEWA PRO RAKYAT”. Bahkan sangkin bebasnya, tokoh siluman seperti @triomacan2000 pun dijadikan narasumber. Pengamat ekonomi yang tidak pernah duduk dan merasakan langsung “pemerintahan” dimintai nasehat. Bukankah ini sama saja dengan menanyakan apa rasa durian pada orang yang tak pernah memakan durian? Entahlah siapa yang bodoh. Kita yang mau mendengarkan pengamat itu atau media yang mengundang sang pengamat. Tapi yang jelas Jokowi harus pintar – pintar meletakkan posisinya sebagai seorang Presiden ditengah kebebasan PERS-EDAN

Dikutip dari Facebook
Penulis adalah seorang pekerja serabutan yang sangat merasakan imbas dari dicabutnya Subsidi tapi merasa pengorbanannya tidak ada arti apa – apa demi masa depan anak cucu di masa yang akan datang

0
5.1K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.