- Beranda
- The Lounge
kepolisian indonesia / POLRI lebih banyak ulah daripada manfaatnya, setuju gak gan?
...
TS
polos.dan.suci
kepolisian indonesia / POLRI lebih banyak ulah daripada manfaatnya, setuju gak gan?
pertanyaan saya sama kayak judul trit gan, bener gak POLRI itu lebih banyak ulahnya ketimbang manfaatnya?
ini contohnya
1. tersinggung dijadiin topik pembicaraan / disindir sama dinasehatin
A. Terhina Cover Tempo, Polisi Ambil Langkah Hukum
http://nasional.tempo.co/read/news/2...-langkah-hukum
TEMPO Interaktif, Jakarta - Polisi merasa terasa terhina dengan Cover Majalah Tempo Edisi Rekening Gendut. Juru Bicara Mabes Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengatakan Polisi akan mengambil langkah hukum atas Tempo. "Cover itu sangat mencemarkan, menghina, merusak nilai-nilai kehormatan Polri," kata Edward saat dihubungi Tempo, Selasa (29/6).
Menurut Edward, setelah beredarnya majalah Tempo terbaru itu, Mabes menerima telepon dari anggota kepolisian seluruh Indonesia. "Mereka mempertanyakan kenapa kita sepertinya bergelimang binatang," kata dia.
Edward mempersilakan Tempo menganggap cover itu sebagai celengan babi maupun sebagai seni. Tapi bagi kepolisian, "Itu binatang. Kami akan melaporkan ke langkah hukum," tegas dia. Mabes menyayangkan cover babi itu kartena seolah-olah mewakili anggota Polri. "Kami sudah korbankan nyawa, kasihan mereka disimbolkan seperti itu," kata dia.
Langkah hukum ini, kata dia, akan dilakukan Kepala Bidang Pembinaan Hukum Mabes Polri. Selain mewakili laporan Mabes Polri, Kepala Bidang Hukum juga mewakili laporan anggota kepolisian.
Edward enggan menjelaskan pasal apa yang akan dituntut ke Tempo. "Itu silakan nanti penyidik yang melakukan," ucapnya.
cover yang dipermasalahkan
komen : kalo bersih kenapa harus risih dijadiin cover majalah sama topik pembicaraan?
B. Bentak Bambang, Polisi Tersinggung Diajari soal Prosedur Penangkapan
http://nasional.kompas.com/read/2015...ur.Penangkapan
DEPOK, KOMPAS.com — Anak kedua dari Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Izzat Nabilla (20), membenarkan bahwa tim Bareskrim Polri sempat membentak dan mengancam akan menutup mulut Bambang dengan plakban. Hal itu disampaikan oleh ibu Izzat yang merupakan istri Bambang, Sari Indra Dewi.
Menurut Sari, bentakan dan ancaman dari polisi berawal saat Bambang terlihat seolah-olah "mengajari" polisi tentang prosedur penangkapan yang benar di hadapan anaknya. Hal itu terjadi di dalam mobil dalam perjalanan dari lokasi penangkapan, di Jalan Tugu Raya, Cimanggis, Depok, ke Mabes Polri.
"Jadi, Mas Bambang bilang ke Izzat, 'Yuk Kak, kita mulai belajar soal kronologi penangkapan'. Mungkin itu yang membuat polisinya merasa tidak nyaman. Kemudian, ada yang bilang 'Diam, ini mobil saya' dan ada upaya untuk mencari plakban," kata Sari, di kediamanmya, di Kampung Bojong Lio, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015) malam.
Sari mengatakan, saat proses penangkapan, suami dan anaknya itu ditempatkan di dalam satu mobil. Posisi Izzat dipangku oleh Bambang. Ditempatkannya mereka di dalam satu mobil karena Izzat menolak dipisahkan dengan Bambang.
"Awalnya mau dipisahkan, Mas Bambang mau dipindah ke mobil polisi, Izzat tetap di mobil kami. Tetapi, Izzat enggak mau. Dia bilang ke polisi kalau dia enggak mau dipisah sama Abi (Bambang)," ucap Sari.
Bambang ditangkap oleh tim Bareskrim Polri pada Jumat pagi seusai mengantarkan anak bungsunya, Muhammad Yattaqi (10), ke sekolah, di Jalan Tugu Raya, Cimanggis, Depok. Bambang ditangkap oleh Bareskrim atas tuduhan menyuruh para saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada di Kotawaringin Barat pada 2010
komen : diajarin SOP penangkapan aja tersinggung?
C. Saat Jimly Diprotes Perwira Polisi Setelah Kritik Kinerja Polri
http://news.detik.com/berita/2849698...inerja-polri/1
Jimly Asshiddiqie mengkritik kinerja kepolisian yang dinilainya masih sarat akan praktek politisasi dan belum banyak berubah sejak era reformasi. Ia pun menyinggung kisruh KPK dan Polri yang saat ini terjadi dan dinilai sebagai upaya pelemahan KPK dari sisi Polri.
"Ini perkembangan sejarah paling buruk antara hukum dengan politik. Hukum jadi pemuas nafsu kekuasaan. Soal penegakkan hukum saat ini orang mudah sekali menggunakan hukum untuk cari orang salah," ucap Jimly dalam 'Seminar Peradaban Polisi dan Politik' di Gedung Gading Marina Function Hall, Jl Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakut, Rabu (4/3/2015).
Di Indonesia, upaya hukum disebut Jimly dijadikan ajang potensi untuk melakukan kriminalisasi terhadap profesi. Itu pun terjadi dalam tubuh kepolisian.
"Cari orang salah itu gampang sekali, yang susah cari orang jahat. Ini yang terjadi dengan Bambang Widjojanto, Abraham Samad. Pimpinan KPK lainnya Pak Zulkarnaen, ini kalau dicari salahnya saat remaja pasti ada lah ditemukan 2 yang bisa dijadikan alat bukti, lalu dijadikan tersangka," kata Jimly.
Meski banyak di antara peserta seminar yang setuju dengan apa yang disampaikan Jimly, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu pun mendapat protes keras dari perwira menengah polisi. Puluhan anggota Polri, termasuk mahasiswa PTIK, memang turut hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Institut Peradaban, Tahir Foundation, dan Pusat Studi Kelirumologi ini.
"Saya bukan pembela BG maupun KPK. Tapi seharusnya tidak boleh ada lembaga yang dipersonalisasi, lembaga apapun. Seharusnya Pak Jimly juga melihat bagaimana yang terjadi di KPK juga," ucap Kombes Pol Maruli Simanjuntak yang memprotes Jimly.
Anggota Polri yang bergelar doktor ini pun lantas memberi contoh bagaimana negara kurang memperhatikan kesejahteraan anggota polisi dan sedikitnya biaya operasional yang didapat Polri dalam mengusut kasus. Maruli juga membandingkan dalam menangani kasus ada ketidakadilan fasilitas yang didapat antara KPK dengan Polri.
"Saya puluhan tahun jadi penyidik. Tiap kasus hanya dikasih Rp 14 juta, padahal kita membela rakyat. Kalau KPK bisa Rp 250 juta per kasus, kalau kurang gesek lagi. Ada yang gajinya cuma Rp 1,7 juta di bawah KHL," tutur Maruli.
Kurangnya kesejahteraan yang didapat anggota Polri disebut Maruli menjadi salah satu sebab politisasi atau budaya sogok menyogok dalam operasional kepolisian kerap terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Maka wajar, kata Maruli, ada istilah 'selawe njaluk selamet' (cuma 25 minta selamet) atau yang bisa diartikan kelas ekonomi minta eksekutif.
"Dana patroli cuma bisa untuk 60 Km, negara mintanya 100 Km. Kalau ada begal di KM 61 ya maaf patrolinya cuma sampai 60 Km. Kalau jabatan dengan pendidikan seperti saya di Singapura, gajinya seratusan juta rupiah, dapat apartemen, mobil, bebas bayar listrik. Tapi saya nggak mau pindah, saya masih Merah Putih. Saya nggak suka kalau dapat uang dari korban, saya lebih suka dari negara," keluh mantan Kapolres Tangerang itu.
Hal serupa diungkapkan Pamen Polri lainnya, Kombes Pol Chrysnanda. Ia kesal dengan ungkapan Jimly tentang tidak adanya perubahan Polri setelah reformasi. Negara yang justru lebih mengangkat mengenai kewenangan dan kekuasaan polisi dinilainya yang menjadikan polisi memiliki cap negatif.
"Kalau polisi nggak ada perubahan, harusnya Pak Farouk (Farouk Muhammad yang juga jadi pembicara) tersinggung. Polisi dinilai nggak profesional, di RPJM malah strukturnya dipreteli. Yang dipikirkan hanya kewenangan dan kekuasaannya. Harusnya orientasi kerja dan gaji, bukan pangkat dan tugas," tegur Chrysnanda berapi-api.
"Sistem di polisi itu patrimonial. Siapa ndoronya ya manut. Kalau nanti benar jadi di bawah menteri, ya makin mengemis-ngemis polisi ke orang politik. Kalau tadi dibilang polisi yang jujur itu cuma polisi tidur sama Pak Hoegeng (mantan Kapolri), apa kita semua ini kampret semua?" cecar mantan Kadirlantas Polda Metro Jaya itu.
Chrysnanda lantas mengingatkan rekan-rekan kesatuannya untuk menjalani 3 fungsi. "Polisi harus bisa jadi penjaga kehidupan, pejuang kemanusiaan, dan pengayom peradaban," tandasnya.
Tak cukup dari 2 perwira, Jimly juga mendapat teguran dari seorang mahasiswa PTIK yang mengaku ikut terpengaruh dengan kasus Komjen Budi Gunawan dengan KPK. "Kami polisi di lapangan turut merasakan secara emosional. Soal kasus Pak BG, Pak Jimly tidak seimbang, seharusnya Pak Jimly juga bilang KPK kriminalisasi pimpinan Polri. Sudah terbukti di praperadilan soal Pak BG," tutur AKP Robby Heri Saputra.
Cukup terkesan dengan protes-protes perwira Polri, Jaya Suprana yang menjadi moderator dalam seminar pun ikut menanggapi. "Saya tadi bisik-bisik dengan Pak Jimly, kalau tadi berbicara soal kurangnya kesejahteraan, ternyata waktu jadi ketua MK Pak Jimly nggak digaji selama 2 tahun. Mungkin negara kalau bisa aparaturnya nggak digaji semua," canda Jaya.
Menanggapi protes terhadap dirinya, Jimly berujar santai. Ia menganggap apa yang terjadi itu sebagai upaya dari proses dialog dan berharap budaya ini dilakukan secara berkala.
"Ini bagus, saling bertukar pikiran. Ini sebuah dialog, sehat. Banyak sekali intelektual-intelektual di kepolisian. Bisa jadi sudut pandang berbeda. Tapi kalau polisi bicara itu perspektifnya polisi, nggak ada salahnya polisi juga mau dengar perspektif dari luar. Mungkin pikiran saya tidak sama, tapi yang berpikir seperti saya banyak sekali. Tapi nggak apa-apa. Ini dialog harus dilihat secara positif," pungkas Jimly.
Usai acara Jimly pun menyempatkan untuk mendatangi meja Maruli dan Krisnanda untuk berkenalan dan berbincang. Bahkan mereka berjabat tangan dan berfoto bersama.
komen : diprotes kinerja - tapi pembelaannya dengan alasan gaji kurang
nyambung nggak gan?
2. lebih banyak kasusnya/aibnya
dan reaksi warga terhadap hal tsb adalah
kaget atau pura pura pak?
berita lainnya
http://megapolitan.kompas.com/read/2...paign=related&
salah satu pembelaan polisi
http://megapolitan.kompas.com/read/2...paign=related&
jadi menurut agan agan, kepolisian / POLRI lebih banyak manfaatnya atau ulahnya?
kalo saya sih lebih banyak ulahnya
contoh yang paling nyata pas kejadian begal didepok (pasti warga depok pada tau)
saya tinggal di depok tengah, dulu banyak warga yang protes ke polisi langsung kenapa nggak aktif 24/7 dari dulu, baru aktifnya pas mulai marak isu begal, eh polisinya membela dengan alasan "jam kerjanya kan hanya beberapa jam". akhirnya disindir warga "ya udah, kalo gitu kita aktifin aja hukum rimba yah pak, soalnya takut mengganggu jam kerja bapak yang cuman 9-10 jam". hasilnya adalah polisi sekarang aktif 24/7 tapi sambil NGOMEL NGOMEL (nggak tau kalo sekarang masih aktif / nggak yah, soalnya saya lagi dinas di luar kota, pulang ke depok pun cuman buat ambil baju aja)
ini contohnya
1. tersinggung dijadiin topik pembicaraan / disindir sama dinasehatin
Quote:
A. Terhina Cover Tempo, Polisi Ambil Langkah Hukum
http://nasional.tempo.co/read/news/2...-langkah-hukum
TEMPO Interaktif, Jakarta - Polisi merasa terasa terhina dengan Cover Majalah Tempo Edisi Rekening Gendut. Juru Bicara Mabes Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang mengatakan Polisi akan mengambil langkah hukum atas Tempo. "Cover itu sangat mencemarkan, menghina, merusak nilai-nilai kehormatan Polri," kata Edward saat dihubungi Tempo, Selasa (29/6).
Menurut Edward, setelah beredarnya majalah Tempo terbaru itu, Mabes menerima telepon dari anggota kepolisian seluruh Indonesia. "Mereka mempertanyakan kenapa kita sepertinya bergelimang binatang," kata dia.
Edward mempersilakan Tempo menganggap cover itu sebagai celengan babi maupun sebagai seni. Tapi bagi kepolisian, "Itu binatang. Kami akan melaporkan ke langkah hukum," tegas dia. Mabes menyayangkan cover babi itu kartena seolah-olah mewakili anggota Polri. "Kami sudah korbankan nyawa, kasihan mereka disimbolkan seperti itu," kata dia.
Langkah hukum ini, kata dia, akan dilakukan Kepala Bidang Pembinaan Hukum Mabes Polri. Selain mewakili laporan Mabes Polri, Kepala Bidang Hukum juga mewakili laporan anggota kepolisian.
Edward enggan menjelaskan pasal apa yang akan dituntut ke Tempo. "Itu silakan nanti penyidik yang melakukan," ucapnya.
cover yang dipermasalahkan
komen : kalo bersih kenapa harus risih dijadiin cover majalah sama topik pembicaraan?
B. Bentak Bambang, Polisi Tersinggung Diajari soal Prosedur Penangkapan
http://nasional.kompas.com/read/2015...ur.Penangkapan
DEPOK, KOMPAS.com — Anak kedua dari Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Izzat Nabilla (20), membenarkan bahwa tim Bareskrim Polri sempat membentak dan mengancam akan menutup mulut Bambang dengan plakban. Hal itu disampaikan oleh ibu Izzat yang merupakan istri Bambang, Sari Indra Dewi.
Menurut Sari, bentakan dan ancaman dari polisi berawal saat Bambang terlihat seolah-olah "mengajari" polisi tentang prosedur penangkapan yang benar di hadapan anaknya. Hal itu terjadi di dalam mobil dalam perjalanan dari lokasi penangkapan, di Jalan Tugu Raya, Cimanggis, Depok, ke Mabes Polri.
"Jadi, Mas Bambang bilang ke Izzat, 'Yuk Kak, kita mulai belajar soal kronologi penangkapan'. Mungkin itu yang membuat polisinya merasa tidak nyaman. Kemudian, ada yang bilang 'Diam, ini mobil saya' dan ada upaya untuk mencari plakban," kata Sari, di kediamanmya, di Kampung Bojong Lio, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015) malam.
Sari mengatakan, saat proses penangkapan, suami dan anaknya itu ditempatkan di dalam satu mobil. Posisi Izzat dipangku oleh Bambang. Ditempatkannya mereka di dalam satu mobil karena Izzat menolak dipisahkan dengan Bambang.
"Awalnya mau dipisahkan, Mas Bambang mau dipindah ke mobil polisi, Izzat tetap di mobil kami. Tetapi, Izzat enggak mau. Dia bilang ke polisi kalau dia enggak mau dipisah sama Abi (Bambang)," ucap Sari.
Bambang ditangkap oleh tim Bareskrim Polri pada Jumat pagi seusai mengantarkan anak bungsunya, Muhammad Yattaqi (10), ke sekolah, di Jalan Tugu Raya, Cimanggis, Depok. Bambang ditangkap oleh Bareskrim atas tuduhan menyuruh para saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada di Kotawaringin Barat pada 2010
komen : diajarin SOP penangkapan aja tersinggung?
C. Saat Jimly Diprotes Perwira Polisi Setelah Kritik Kinerja Polri
http://news.detik.com/berita/2849698...inerja-polri/1
Jimly Asshiddiqie mengkritik kinerja kepolisian yang dinilainya masih sarat akan praktek politisasi dan belum banyak berubah sejak era reformasi. Ia pun menyinggung kisruh KPK dan Polri yang saat ini terjadi dan dinilai sebagai upaya pelemahan KPK dari sisi Polri.
"Ini perkembangan sejarah paling buruk antara hukum dengan politik. Hukum jadi pemuas nafsu kekuasaan. Soal penegakkan hukum saat ini orang mudah sekali menggunakan hukum untuk cari orang salah," ucap Jimly dalam 'Seminar Peradaban Polisi dan Politik' di Gedung Gading Marina Function Hall, Jl Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakut, Rabu (4/3/2015).
Di Indonesia, upaya hukum disebut Jimly dijadikan ajang potensi untuk melakukan kriminalisasi terhadap profesi. Itu pun terjadi dalam tubuh kepolisian.
"Cari orang salah itu gampang sekali, yang susah cari orang jahat. Ini yang terjadi dengan Bambang Widjojanto, Abraham Samad. Pimpinan KPK lainnya Pak Zulkarnaen, ini kalau dicari salahnya saat remaja pasti ada lah ditemukan 2 yang bisa dijadikan alat bukti, lalu dijadikan tersangka," kata Jimly.
Meski banyak di antara peserta seminar yang setuju dengan apa yang disampaikan Jimly, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu pun mendapat protes keras dari perwira menengah polisi. Puluhan anggota Polri, termasuk mahasiswa PTIK, memang turut hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Institut Peradaban, Tahir Foundation, dan Pusat Studi Kelirumologi ini.
"Saya bukan pembela BG maupun KPK. Tapi seharusnya tidak boleh ada lembaga yang dipersonalisasi, lembaga apapun. Seharusnya Pak Jimly juga melihat bagaimana yang terjadi di KPK juga," ucap Kombes Pol Maruli Simanjuntak yang memprotes Jimly.
Anggota Polri yang bergelar doktor ini pun lantas memberi contoh bagaimana negara kurang memperhatikan kesejahteraan anggota polisi dan sedikitnya biaya operasional yang didapat Polri dalam mengusut kasus. Maruli juga membandingkan dalam menangani kasus ada ketidakadilan fasilitas yang didapat antara KPK dengan Polri.
"Saya puluhan tahun jadi penyidik. Tiap kasus hanya dikasih Rp 14 juta, padahal kita membela rakyat. Kalau KPK bisa Rp 250 juta per kasus, kalau kurang gesek lagi. Ada yang gajinya cuma Rp 1,7 juta di bawah KHL," tutur Maruli.
Kurangnya kesejahteraan yang didapat anggota Polri disebut Maruli menjadi salah satu sebab politisasi atau budaya sogok menyogok dalam operasional kepolisian kerap terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Maka wajar, kata Maruli, ada istilah 'selawe njaluk selamet' (cuma 25 minta selamet) atau yang bisa diartikan kelas ekonomi minta eksekutif.
"Dana patroli cuma bisa untuk 60 Km, negara mintanya 100 Km. Kalau ada begal di KM 61 ya maaf patrolinya cuma sampai 60 Km. Kalau jabatan dengan pendidikan seperti saya di Singapura, gajinya seratusan juta rupiah, dapat apartemen, mobil, bebas bayar listrik. Tapi saya nggak mau pindah, saya masih Merah Putih. Saya nggak suka kalau dapat uang dari korban, saya lebih suka dari negara," keluh mantan Kapolres Tangerang itu.
Hal serupa diungkapkan Pamen Polri lainnya, Kombes Pol Chrysnanda. Ia kesal dengan ungkapan Jimly tentang tidak adanya perubahan Polri setelah reformasi. Negara yang justru lebih mengangkat mengenai kewenangan dan kekuasaan polisi dinilainya yang menjadikan polisi memiliki cap negatif.
"Kalau polisi nggak ada perubahan, harusnya Pak Farouk (Farouk Muhammad yang juga jadi pembicara) tersinggung. Polisi dinilai nggak profesional, di RPJM malah strukturnya dipreteli. Yang dipikirkan hanya kewenangan dan kekuasaannya. Harusnya orientasi kerja dan gaji, bukan pangkat dan tugas," tegur Chrysnanda berapi-api.
"Sistem di polisi itu patrimonial. Siapa ndoronya ya manut. Kalau nanti benar jadi di bawah menteri, ya makin mengemis-ngemis polisi ke orang politik. Kalau tadi dibilang polisi yang jujur itu cuma polisi tidur sama Pak Hoegeng (mantan Kapolri), apa kita semua ini kampret semua?" cecar mantan Kadirlantas Polda Metro Jaya itu.
Chrysnanda lantas mengingatkan rekan-rekan kesatuannya untuk menjalani 3 fungsi. "Polisi harus bisa jadi penjaga kehidupan, pejuang kemanusiaan, dan pengayom peradaban," tandasnya.
Tak cukup dari 2 perwira, Jimly juga mendapat teguran dari seorang mahasiswa PTIK yang mengaku ikut terpengaruh dengan kasus Komjen Budi Gunawan dengan KPK. "Kami polisi di lapangan turut merasakan secara emosional. Soal kasus Pak BG, Pak Jimly tidak seimbang, seharusnya Pak Jimly juga bilang KPK kriminalisasi pimpinan Polri. Sudah terbukti di praperadilan soal Pak BG," tutur AKP Robby Heri Saputra.
Cukup terkesan dengan protes-protes perwira Polri, Jaya Suprana yang menjadi moderator dalam seminar pun ikut menanggapi. "Saya tadi bisik-bisik dengan Pak Jimly, kalau tadi berbicara soal kurangnya kesejahteraan, ternyata waktu jadi ketua MK Pak Jimly nggak digaji selama 2 tahun. Mungkin negara kalau bisa aparaturnya nggak digaji semua," canda Jaya.
Menanggapi protes terhadap dirinya, Jimly berujar santai. Ia menganggap apa yang terjadi itu sebagai upaya dari proses dialog dan berharap budaya ini dilakukan secara berkala.
"Ini bagus, saling bertukar pikiran. Ini sebuah dialog, sehat. Banyak sekali intelektual-intelektual di kepolisian. Bisa jadi sudut pandang berbeda. Tapi kalau polisi bicara itu perspektifnya polisi, nggak ada salahnya polisi juga mau dengar perspektif dari luar. Mungkin pikiran saya tidak sama, tapi yang berpikir seperti saya banyak sekali. Tapi nggak apa-apa. Ini dialog harus dilihat secara positif," pungkas Jimly.
Usai acara Jimly pun menyempatkan untuk mendatangi meja Maruli dan Krisnanda untuk berkenalan dan berbincang. Bahkan mereka berjabat tangan dan berfoto bersama.
komen : diprotes kinerja - tapi pembelaannya dengan alasan gaji kurang
nyambung nggak gan?
2. lebih banyak kasusnya/aibnya
Quote:
Korban Pencurian "Dicuekin" Polisi Ramai di Medsos, Humas Polres Jakut Kaget
sumbernya dari kaskus aja yah
http://www.kaskus.co.id/post/557a9eb...e31bd3068b456e
Korban Pencurian "Dicuekin" Polisi Ramai di Medsos, Humas Polres Jakut Kaget
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik akun media sosial (medsos) Facebook, Diki Septerian, memposting sebuah peristiwa pencurian dengan kekerasan di kawasan Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara.
Diki menceritakan pengalamannya saat menjadi saksi mata yang melihat langsung pencuri bersenjata tajam yang sedang beraksi terhadap sebuah mobil jenis Mitsubishi L300 pick up hitam nopol L 9667 H, Rabu (10/6/2015) siang.
Dalam postingannya tersebut, Diki tak hanya menceritakan kronologi aksi pencurian yang dilakukan sekelompok orang bersenjata tajam.
Namun, Diki juga memposting tiga foto detik-detik terjadinya pencurian. Lengkap dengan ciri-ciri pelaku curas yang sedang beraksi.
"Coba lihat tangan kiri orang berbaju hitam, kemudian ekspresi orang-orang di balik kaca, dan juga pintu kanan mobil bak hitam itu. Maafkan bila gambar kurang jelas. Gambar saya ambil dari dalam mobil. Saya membeku. Antara cemas, bingung, dan tidak percaya dengan apa yang mata saya lihat. Ini yang terjadi di siang terik yang macet itu: Perampokan!" tulisnya dalam postingan di Facebook, Kamis (11/6/2015).
Dalam foto tersebut, aksi curas yang disampaikan Diki, dilakukan oleh tiga orang pemuda. Dua pemuda dari sisi kiri mobil, dan satu di kanan tepat di samping kursi kemudi. Gambar di foto tersebut juga sesuai dengan keterangan yang ditulis Diki dalam postingannya.
Tindak kriminal itu, dikatakan Diki, terjadi saat tengah hari, bertepatan dengan kondisi lalu lintas yang sedang macet. Sebelum mengeksekusi korbannya, ketiga pelaku sempat berdialog dengan penumpang dan sopir mobil tersebut.
Tak lama berselang, pemuda bersajam tersebut berupaya menjangkau penumpang hingga badannya sempat masuk separuh melalui jendela yang terbuka.
"Sepertinya ingin mengambil apa yang ada di dashboard. Driver (sopir) dan temannya melawan. Tancap gas. Pelaku hampir jatuh, tapi tetap menempel, mengejar. Ketika kami (Diki dan temannya) melewati mobil korban, korban terlihat mengucurkan darah. Luka," kata Diki.
Para pelaku kabur. Diki sempat menghampiri pos pantau tak jauh dari lokasi. Ternyata, Diki justru bertemu dengan korban yang juga sedang melaporkan kronologi kejadian di pos pantau tersebut.
"Seorang korban mengaku, dua handphonenya dan uang Rp 200.000 miliknya dirampok," tutur Diki.
Meski telah melaporkan kejadian yang dialaminya, korban tetap tidak direspons oleh polisi yang justru asyik bermain ponsel. Padahal, Diki juga sempat menunjukkan foto yang diambilnya saat kejadian tersebut berlangsung.
"Baik, Pak. Silahkan bapak lapor ke Polsek Marunda. Bapak bantu dengan gambar," jawab Polisi yang berjaga. Polisi tersebut, disebut Diki, sempat menolak permintaan korban untuk menindaklanjuti laporannya dengan alasan sedang berjaga di pos pantau.
Padahal, menurut keterangan Diki, ada 2-3 polisi yang berjaga di pos pantau tersebut dan asyik bermain dengan ponsel miliknya. "Tidak bisa, saya jaga sini," tulis Diki terkait penyataan polisi tersebut.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kasubbag Humas Polres Metro Jakarta Utara, Komisaris Sungkono mengaku kaget. Bahkan Sungkono baru tahu saat diperlihatkan sejumlah awak media terkait postingan Diki di akun Facebook miliknya.
"Kejadian kapan ini? Kok begini dibiarin?" kata Sungkono sambil geleng-geleng kepala di Mapolres Jakut, Jumat (12/6/2015).
Saat diperlihatkan postingan Diki, Sungkono langsung memakai kacamatanya untuk membaca laporan warga terkait aksi curas dan tindakan kurang responsif polisi.
"Anggota (polisi) yang kayak gini nih harus dipertegas. Ada korban melapor malah diceukin. Bukannya diantar atau diarahkan. Enggak bisa dibiarkan begini. Kita akan dalami dulu dan koordinasi dengan Polsek terkait," ujarnya.
Untuk diketahui, kasus serupa sempat ditindak aparat reskrim Polsek Cilincing, 20 Mei 2015 lalu. Saat itu, aparat menembak seorang tersangka curas, M Soleh (25) alias Oleng, warga Kali Baru, Cilincing.
Oleng diamankan bersama seorang rekannya M Nurullah (27) alias Vanes karena kerap melakukan aksi curas di Jalan Raya Cilincing.
Kepada polisi, tersangka mengaku telah beraksi selama tiga tahun dan kerap menggunakan senjata tajam sebagai alat untuk menakut-nakuti pengendara yang terjebak macet.
Tersangka juga tidak segan-segan melukai korbannya demi target merampas handphone dan barang berharga yang terlihat.
Menurut Oleng, aksi tersebut tidak hanya dilakukan kelompoknya saja. Namun, masih banyak kelompok lain yang juga melakukan aksi serupa.
"Banyak kok, bukan kita saja. Ada kelompok lain juga. Rata-rata, kita bisa dapat 2-3 unit handphone per hari. Tiap handphone dijual seharga Rp 500.000 hingga Rp 1 juta tergantung tipenya," ujarnya saat itu.
sumbernya dari kaskus aja yah
http://www.kaskus.co.id/post/557a9eb...e31bd3068b456e
Korban Pencurian "Dicuekin" Polisi Ramai di Medsos, Humas Polres Jakut Kaget
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik akun media sosial (medsos) Facebook, Diki Septerian, memposting sebuah peristiwa pencurian dengan kekerasan di kawasan Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara.
Diki menceritakan pengalamannya saat menjadi saksi mata yang melihat langsung pencuri bersenjata tajam yang sedang beraksi terhadap sebuah mobil jenis Mitsubishi L300 pick up hitam nopol L 9667 H, Rabu (10/6/2015) siang.
Dalam postingannya tersebut, Diki tak hanya menceritakan kronologi aksi pencurian yang dilakukan sekelompok orang bersenjata tajam.
Namun, Diki juga memposting tiga foto detik-detik terjadinya pencurian. Lengkap dengan ciri-ciri pelaku curas yang sedang beraksi.
"Coba lihat tangan kiri orang berbaju hitam, kemudian ekspresi orang-orang di balik kaca, dan juga pintu kanan mobil bak hitam itu. Maafkan bila gambar kurang jelas. Gambar saya ambil dari dalam mobil. Saya membeku. Antara cemas, bingung, dan tidak percaya dengan apa yang mata saya lihat. Ini yang terjadi di siang terik yang macet itu: Perampokan!" tulisnya dalam postingan di Facebook, Kamis (11/6/2015).
Dalam foto tersebut, aksi curas yang disampaikan Diki, dilakukan oleh tiga orang pemuda. Dua pemuda dari sisi kiri mobil, dan satu di kanan tepat di samping kursi kemudi. Gambar di foto tersebut juga sesuai dengan keterangan yang ditulis Diki dalam postingannya.
Tindak kriminal itu, dikatakan Diki, terjadi saat tengah hari, bertepatan dengan kondisi lalu lintas yang sedang macet. Sebelum mengeksekusi korbannya, ketiga pelaku sempat berdialog dengan penumpang dan sopir mobil tersebut.
Tak lama berselang, pemuda bersajam tersebut berupaya menjangkau penumpang hingga badannya sempat masuk separuh melalui jendela yang terbuka.
"Sepertinya ingin mengambil apa yang ada di dashboard. Driver (sopir) dan temannya melawan. Tancap gas. Pelaku hampir jatuh, tapi tetap menempel, mengejar. Ketika kami (Diki dan temannya) melewati mobil korban, korban terlihat mengucurkan darah. Luka," kata Diki.
Para pelaku kabur. Diki sempat menghampiri pos pantau tak jauh dari lokasi. Ternyata, Diki justru bertemu dengan korban yang juga sedang melaporkan kronologi kejadian di pos pantau tersebut.
"Seorang korban mengaku, dua handphonenya dan uang Rp 200.000 miliknya dirampok," tutur Diki.
Meski telah melaporkan kejadian yang dialaminya, korban tetap tidak direspons oleh polisi yang justru asyik bermain ponsel. Padahal, Diki juga sempat menunjukkan foto yang diambilnya saat kejadian tersebut berlangsung.
"Baik, Pak. Silahkan bapak lapor ke Polsek Marunda. Bapak bantu dengan gambar," jawab Polisi yang berjaga. Polisi tersebut, disebut Diki, sempat menolak permintaan korban untuk menindaklanjuti laporannya dengan alasan sedang berjaga di pos pantau.
Padahal, menurut keterangan Diki, ada 2-3 polisi yang berjaga di pos pantau tersebut dan asyik bermain dengan ponsel miliknya. "Tidak bisa, saya jaga sini," tulis Diki terkait penyataan polisi tersebut.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kasubbag Humas Polres Metro Jakarta Utara, Komisaris Sungkono mengaku kaget. Bahkan Sungkono baru tahu saat diperlihatkan sejumlah awak media terkait postingan Diki di akun Facebook miliknya.
"Kejadian kapan ini? Kok begini dibiarin?" kata Sungkono sambil geleng-geleng kepala di Mapolres Jakut, Jumat (12/6/2015).
Saat diperlihatkan postingan Diki, Sungkono langsung memakai kacamatanya untuk membaca laporan warga terkait aksi curas dan tindakan kurang responsif polisi.
"Anggota (polisi) yang kayak gini nih harus dipertegas. Ada korban melapor malah diceukin. Bukannya diantar atau diarahkan. Enggak bisa dibiarkan begini. Kita akan dalami dulu dan koordinasi dengan Polsek terkait," ujarnya.
Untuk diketahui, kasus serupa sempat ditindak aparat reskrim Polsek Cilincing, 20 Mei 2015 lalu. Saat itu, aparat menembak seorang tersangka curas, M Soleh (25) alias Oleng, warga Kali Baru, Cilincing.
Oleng diamankan bersama seorang rekannya M Nurullah (27) alias Vanes karena kerap melakukan aksi curas di Jalan Raya Cilincing.
Kepada polisi, tersangka mengaku telah beraksi selama tiga tahun dan kerap menggunakan senjata tajam sebagai alat untuk menakut-nakuti pengendara yang terjebak macet.
Tersangka juga tidak segan-segan melukai korbannya demi target merampas handphone dan barang berharga yang terlihat.
Menurut Oleng, aksi tersebut tidak hanya dilakukan kelompoknya saja. Namun, masih banyak kelompok lain yang juga melakukan aksi serupa.
"Banyak kok, bukan kita saja. Ada kelompok lain juga. Rata-rata, kita bisa dapat 2-3 unit handphone per hari. Tiap handphone dijual seharga Rp 500.000 hingga Rp 1 juta tergantung tipenya," ujarnya saat itu.
dan reaksi warga terhadap hal tsb adalah
Quote:
Lapor ke Polisi Berbelit-belit, Mereka Pilih Curhat di Media Sosial
http://megapolitan.kompas.com/read/2...i.Media.Sosial
JAKARTA, KOMPAS.com —Era informasi digital membuat warga di kota-kota besar kerap menuangkan curahan hati dan tulisan berupa jurnalisme warga ke akun media sosial (medsos) pribadi. Hal tersebut merupakan imbas berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti laporan warga.
"Males juga kalau harus ke kantor polisi dulu. Langsung posting saja tulisan dan foto," kata seorang warga Bekasi, Emil (27), Kamis (25/6/2015) malam.
Menurut wanita karier tersebut, tulisan jurnalisme warga tersebut lebih mudah diakses oleh masyarakat. Pasalnya, laporan apa pun dapat diunggah dan dibaca sesama pengguna perangkat telepon pintar yang memiliki jejaring sosial.
"Kan orang butuh informasi cepat. Tidak hanya berita, tetapi informasi. Kadang kan informasi tidak selalu dari berita, bisa juga dari update status, postingan, atau broadcast," ujarnya.
Selain itu, warga juga lebih memilih untuk melapor melalui medsos karena tidak dikenakan biaya. Wahyu (27), warga Kampung Rambutan, menilai setiap kali melapor ke kantor polisi kerap berbelit-belit dan selalu berkaitan dengan rupiah.
Lihat saja kasus-kasus besar yang melibatkan orang kaya, pasti laporannya cepat ditindaklanjuti. Tapi, giliran laporan dari warga kecil, boro-boro ditindak, dilayani saja syukur. Kalaupun dilayani, itu pun lamban," ujarnya.
Sementara itu, Deri (35), warga lainnya, mendukung aktivitas jurnalisme warga seperti yang dilakukan pemilik akun Facebook Diki Septerian beberapa waktu lalu. "Postingan-postingan seperti itu baru bisa bikin polisi bergerak. Soalnya, kalau cuma laporan lisan atau tulisan, sepertinya enggak ngaruh. Kalau postingan, apalagi kalau ada foto, banyak yang share, media massa pun pasti bakal meliput," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian memaklumi jika hal tersebut memang mulai marak dilakukan masyarakat. Menurut dia, hal tersebut akan dijadikan tantangan bagi dirinya untuk memperbaiki dan mengevaluasi kinerja anak buahnya.
"Ya, itu tantangan untuk diperbaiki. Kita terus lakukan evaluasi. Di sisi lain, hal itu dilakukan ada kaitannya dengan mindset tingkat bawah, khususnya keinginan masyarakat yang meminta kinerja maksimal anggota kepolisian," kata Tito di Pelabuhan Muara Baru, Jakut, Kamis malam.
Terkait aksi curas, khususnya di wilayah Cilincing, Jakarta Utara, Tito mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Polres dan Polsek terkait mengingat kawasan tersebut daerah rawan kejahatan.
"Kita terus koordinasi dengan Kapolres dan Kapolsek, khususnya Kapolres Jakut dan Bekasi Kota, karena daerah itu memang rawan dan kendaraan kerap berhenti karena macet di sepanjang jalan," ucap Tito.
http://megapolitan.kompas.com/read/2...i.Media.Sosial
JAKARTA, KOMPAS.com —Era informasi digital membuat warga di kota-kota besar kerap menuangkan curahan hati dan tulisan berupa jurnalisme warga ke akun media sosial (medsos) pribadi. Hal tersebut merupakan imbas berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti laporan warga.
"Males juga kalau harus ke kantor polisi dulu. Langsung posting saja tulisan dan foto," kata seorang warga Bekasi, Emil (27), Kamis (25/6/2015) malam.
Menurut wanita karier tersebut, tulisan jurnalisme warga tersebut lebih mudah diakses oleh masyarakat. Pasalnya, laporan apa pun dapat diunggah dan dibaca sesama pengguna perangkat telepon pintar yang memiliki jejaring sosial.
"Kan orang butuh informasi cepat. Tidak hanya berita, tetapi informasi. Kadang kan informasi tidak selalu dari berita, bisa juga dari update status, postingan, atau broadcast," ujarnya.
Selain itu, warga juga lebih memilih untuk melapor melalui medsos karena tidak dikenakan biaya. Wahyu (27), warga Kampung Rambutan, menilai setiap kali melapor ke kantor polisi kerap berbelit-belit dan selalu berkaitan dengan rupiah.
Lihat saja kasus-kasus besar yang melibatkan orang kaya, pasti laporannya cepat ditindaklanjuti. Tapi, giliran laporan dari warga kecil, boro-boro ditindak, dilayani saja syukur. Kalaupun dilayani, itu pun lamban," ujarnya.
Sementara itu, Deri (35), warga lainnya, mendukung aktivitas jurnalisme warga seperti yang dilakukan pemilik akun Facebook Diki Septerian beberapa waktu lalu. "Postingan-postingan seperti itu baru bisa bikin polisi bergerak. Soalnya, kalau cuma laporan lisan atau tulisan, sepertinya enggak ngaruh. Kalau postingan, apalagi kalau ada foto, banyak yang share, media massa pun pasti bakal meliput," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian memaklumi jika hal tersebut memang mulai marak dilakukan masyarakat. Menurut dia, hal tersebut akan dijadikan tantangan bagi dirinya untuk memperbaiki dan mengevaluasi kinerja anak buahnya.
"Ya, itu tantangan untuk diperbaiki. Kita terus lakukan evaluasi. Di sisi lain, hal itu dilakukan ada kaitannya dengan mindset tingkat bawah, khususnya keinginan masyarakat yang meminta kinerja maksimal anggota kepolisian," kata Tito di Pelabuhan Muara Baru, Jakut, Kamis malam.
Terkait aksi curas, khususnya di wilayah Cilincing, Jakarta Utara, Tito mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Polres dan Polsek terkait mengingat kawasan tersebut daerah rawan kejahatan.
"Kita terus koordinasi dengan Kapolres dan Kapolsek, khususnya Kapolres Jakut dan Bekasi Kota, karena daerah itu memang rawan dan kendaraan kerap berhenti karena macet di sepanjang jalan," ucap Tito.
kaget atau pura pura pak?
berita lainnya
http://megapolitan.kompas.com/read/2...paign=related&
salah satu pembelaan polisi
http://megapolitan.kompas.com/read/2...paign=related&
jadi menurut agan agan, kepolisian / POLRI lebih banyak manfaatnya atau ulahnya?
kalo saya sih lebih banyak ulahnya
contoh yang paling nyata pas kejadian begal didepok (pasti warga depok pada tau)
saya tinggal di depok tengah, dulu banyak warga yang protes ke polisi langsung kenapa nggak aktif 24/7 dari dulu, baru aktifnya pas mulai marak isu begal, eh polisinya membela dengan alasan "jam kerjanya kan hanya beberapa jam". akhirnya disindir warga "ya udah, kalo gitu kita aktifin aja hukum rimba yah pak, soalnya takut mengganggu jam kerja bapak yang cuman 9-10 jam". hasilnya adalah polisi sekarang aktif 24/7 tapi sambil NGOMEL NGOMEL (nggak tau kalo sekarang masih aktif / nggak yah, soalnya saya lagi dinas di luar kota, pulang ke depok pun cuman buat ambil baju aja)
tien212700 memberi reputasi
1
11.4K
Kutip
152
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
922.7KThread•82.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru