Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

febrinexAvatar border
TS
febrinex
Copas dari KOMPASIANA APOTEKER WAJIB MASUK
Sory gan kalo belepotan sekedar copas dari kompasiana

http://m.kompasiana.com/post/read/684241/3/surat-terbuka-untuk-ibu-nila-moeloek-menteri-kesehatan-republik-indonesia-periode-2014-2019.html


Kurang lebih isinya kaya gini

Surat Terbuka untuk Ibu Nila Moeloek, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Periode 2014-2019

Meita Eryanti02 Nov 2014 | 12:32
Selamat siang Ibu Nila,Nama saya Meita Eryanti, seorang apoteker baru di sebuah rumah sakit swasta yang terletak di pinggiran ibukota. Berbeda dengan orang lain, yang bisa menilai dan menaksir bahwa kesehatan di Indonesia bisa maju, saya bahkan tidak mengenal nama Ibu. Maafkan saya, Ibu. Ada orang yang suka sekali mengatakan saya bodoh, berwawasan sempit, dan pengetahuan umum saya cethektetapi memang begitulah saya.Namun, saya kemudian melakukan pencarian informasi terkait tentang diri Ibu. Ada sebuah artikel tentang Ibu yang berjudul ‘Menteri Kesehatan Baru itu Cerdas dan Tidak Antikritik’, saya percaya Ibu memang orang yang seperti itu. Ibu adalah seorang guru besar di sebuah universitas top di Indonesia, staf ahli di sebuah rumah sakit bagus, dan utusan khusus presiden untuk MDG’s periode 2009-2014. Tentu Ibu tidak akan mencapai itu semua bila Ibu adalah orang yang antikritik. Dokter Zaenal Abidin mengatakan bahwa Ibu adalah orang yang baik dan bukan birokrat tulen. Karena saya tidak pernah berhubungan langsung dengan Ibu, saya hanya bisa percaya Ibu memang seperti itu.Berangkat dari rasa percaya saya bahwa Ibu adalah orang baik, saya ingin menyampaikan harapan saya sebagai seorang tenaga penunjang medis kepada ibu sebagai Menteri Kesehatan.Apoteker adalah profesi baru bagi orang Indonesia, entah Ibu sependapat dengan saya atau tidak, sebelum Indonesia merdeka, tidak ada apoteker yang orang Indonesia. Apoteker pada masa sebelum kemerdekaan adalah orang Eropa, mereka lantas banyak yang pergi ketika masa kependudukan Jepang dan sama sekali tidak ada apoteker ketika. Yang ada di Indonesia saat itu adalah asisten apoteker. Bahkan sampai Indonesia merdeka pun belum ada apoteker hingga tahun 1953, muncul 2 orang apoteker yang merupakan orang Indonesia yang baru lulus dari Departemen Farmasi Faculteit voor Wiskunde and NatuurwetenschapenUniversitas Indonesia. Bukan apa-apa, Bu, saya hanya berfikir mungkin orang bingung bagaimana memperlakukan apoteker. Atau malah apoteker sendiri bingung bagaimana harus bersikap.Berbeda dengan dokter, sejak jaman pendudukan Belanda, sudah banyak orang Indonesia yang menjadi dokter. Bahkan, ada dari para dokter pribumi itulah yang memprakarsai adanya sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928.Pada tanggal 24 September 2014 lalu, saya membaca sebuah artikel tentang menteri kesehatan yang lalu, Ibu Nafsiah Mboi, marah karena peredaran antibiotika yang tidak terkendali sehingga kita harus menghadapi ancaman resistensi bakteri terhadap antibiotika yang ada di pasaran. Ibu Nafsiah Mboi menuding hal ini karena apoteker komunitas yang mudah memberikan antibiotika pada masyarakat.Sebagai seorang apoteker yang baru lulus dan masih ingat dengan cara berfikir ideal yang diajarkan oleh dosen, saya tau persis antibiotika itu tidak boleh diberikan sembarangan pada pasien. Saya pun setuju dengan apa yang diutarakan Ibu Nafsiah Mboi, sebetulnya. Hanya saja, ada kalimat beliau yang menyinggung perasaan saya sebagai apoteker. Beliau berkata, "Integritas seorang apoteker harus dikembalikan. Profesi harus punya harga diri untuk bisa menentukan ini yang melanggar dan tidak.”Serendah itu kah harga diri seorang apoteker sehingga seorang menteri sampai harus berkata seperti itu pada sebuah profesi? Saya akui, adalah perbuatan yang salah ketika seorang apoteker menjual antibiotika tanpa resep dokter. Ibu adalah seorang dokter, begitu juga dengan Ibu Nafsiah Mboi. Tetapi sebagai menteri kesehatan yang seharusnya tidak memposisikan diri sebagai dokter saja, pernahkah Ibu membayangkan bahwa diri Ibu adalah seorang apoteker?Apoteker adalah sebuah profesi. Seharusnya, orang membayar kami untuk apa yang kami tau. Bukan apa yang kami jual. Tetapi sekarang, siapa yang mau mengeluarkan uang untuk konsultasi mengenai obat terutama di masyarakat? Dan apoteker di lapangan dituntutnya oleh pemilik sarana apotek atau direksi rumah sakit adalah, seberapa banyak obat yang bisa dijual dan seberapa banyak uang yang bisa didapat. Dalam kondisi seperti itu, bagaimana tidak seorang apoteker terbisik untuk menjual obat-obat keras, termasuk antibiotika, pada masyarakat? Kalau kami tidak menjual obat, darimana atasan kami bisa mendapatkan uang untuk menggaji kami?Kalau Ibu bertanya, apakah apoteker adalah penjual obat atau profesi pelayan masyarakat, setelah mendapat paparan di paragraf atas, saya sendiri tidak yakin dengan jawabannya.Saat menjelang pelantikan saya menjadi apoteker, seorang pejabat yang menjadi pembimbing praktek lapangan saya berkata bahwa apoteker di industri tidak punya peran yang penting. Untuk apa apoteker belajar kimia organik dan reaksi macam-macam toh kebanyakan penemu obat adalah dokter dan pekerjaan di industri, lebih baik bila orang-orang teknik kimia yang mengerjakan. Lalu seorang dokter muda berkata pada saya bahwa apoteker di rumah sakit hanyalah ‘menuh-menuhin tempat’. Saat itu saya berkata pada diri saya sendiri, bila apoteker memang tidak dibutuhkan dimana-mana, hapus saja profesi ini lalu saya akan berjualan kue.Saya tidak mutung, Bu, tetapi saya melihat dan mendengar bagaimana obat-obatan di Indonesia ini bisa beredar tanpa didampingi apoteker. Lagipula, tidak ada reward yang berarti bila apoteker menjalankan tugasnya dan tidak ada punishment yang mengancam bila apoteker tidak menjalankan fungsinya. Sehingga, apoteker banyak yang memilih mencari reward di tempat lain dan tidak menjalankan fungsinya.Saya tidak tahu mengenai pekerjaan di industri karena saya tidak pernah menginjakkan kaki di pabrik tapi saya sudah pernah menjalani praktek kerja di rumah sakit, Bu. Saya melihat apoteker yang kesulitan mencari obat dengan merek tertentu untuk pasien padahal merek tersebut sedang langka di pasaran dan mereka memiliki obat serupa yang merek lain di instalasi farmasi itu. Tetapi obat dengan merek lain tersebut tidak digunakan karena dokternya tidak mau. Apakah bagi dokter, pekerjaan apoteker adalah mencari obat-obat yang mereka inginkan? Tidak kah itu menyedihkan? Saya sampai berfikiran negative saat itu. Saya bertanya dalam hati, “Apa sih yang perusahaan merek obat itu janjikan pada dokter ini sampai dia tega menyusahkan orang?”Saya harap, Ibu sebagai menteri kesehatan, bukan sebagai dokter, bisa memberikan peraturan-peraturan yang mengikat tetapi membangun profesi apoteker dan memberi ruang bagi apoteker untuk mengekspresikan keahliannya. Bukankah Ibu berjanji untuk membela kesehatan? Tidak kah itu termasuk membuat profesi yang menunjang kesehatan bekerja dengan baik?Saya hanya ingin bisa bekerja dengan maksimal, Bu. Apoteker bukan hanya penyedia obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. Saya ingin saya sebagai apoteker dibayar untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap obat-obatan dan bukan untuk menjual obat-obatan.Selama 4,5 tahun saya belajar mengenai obat-obatan, saya menjadi tidak suka menyarankan orang mengkonsumsi obat kecuali di saat-saat tertentu. Ibu sebagai dokter, pasti setuju dengan saya bahwa kita harus mendahulukan pengobatan non-farmakologi, baru memberikan pengobatan farmakologi bila ternyata pengobatan non-farmakologi tidak bekerja. Memasukkan zat asing dalam tubuh bukan lah tanpa resiko seringan apapun kata orang. Saya membayangkan bila target kerja apoteker pengelola apotek masih ada peningkatan omzet, saya tidak akan bisa menjadi apoteker pengelola apotek. Saya tidak suka profesi saya disebut sebagai pengambil kesempatan dari orang yang sedang terkena musibah.Saya juga berharap Ibu bisa memaksimalkan fungsi IAI atau KFN.Saya merasa cukup terkejut selama 3 tahun KFN yang lalu bekerja, yang mereka hasilkan adalah penerbitan surat tanda registrasi tenaga farmasi dan proses pelantikan apoteker. Atau memang hanya untuk itu KFN dibentuk? Seharusnya tidak kan, Bu? Keputusan menteri kesehatan nomor 1621 tahun 2011 menyatakan bahwa tugas KFN adalah untuk sertifikasi dan registrasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, dan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap obat-obatan dan alat kesehatan. Tidak inginkah kita punya formularium nasional, yang tidak sekedar monograf atau daftar merek obat, yang keren seperti British National Formulary? British National Formulary disusun oleh Royal Pharmaceutical Society. Saya ragu, apakah lembaga itu setingkat KFN atau IAI bila di Indonesia.Saya juga ingin negara ini memiliki lembaga keren seperti The National Institute for Health and Care Excellence yang pedomannya tidak hanya dipatuhi oleh tenaga medis dan penunjang medis yang ada di Inggris tetapi juga dibaca oleh tenaga kesehatan di seluruh dunia.Saya tau, harapan saya memang terlalu berlebihan tetapi saya tetap ingin menyampaikan harapan saya. Semoga ada orang yang juga punya keinginan sama dengan saya dan punya kemampuan untuk mewujudkannya. Saya akan sangat senang bila orang tersebut adalah Ibu.Akhir kata, selamat bekerja Ibu Nila semoga Tuhan selalu menyertai Ibu dalam menjalankan tugas sebagai Menteri Kesehatan.

Mohon tanggapannya gan and bantu rate

Tolong jangan dibata gan thx
0
2.2K
18
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.