Lagi rame soal “Bung Karno lahir di Blitar yang menggetarkan”, ane coba share meme yang ane temuin di dunia maya.
Kalau ada agan-agan yang mau berkontribusi meme tema yang sama, silahkan diposting di mari.
Spoiler for 1:
Spoiler for 2:
Spoiler for 3:
Spoiler for 4:
Spoiler for 5:
Spoiler for 6:
Spoiler for 7:
Spoiler for 8:
Spoiler for 9:
Spoiler for 10:
Spoiler for 11:
Spoiler for 12:
Spoiler for 13:
Spoiler for 14:
Spoiler for 15:
Spoiler for 17:
Spoiler for Menurut buku “Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat:
"Pada 1916 Surabaya merupakan kota pelabuhan yang sibuk dan sangat ramai, mirip New York. Kota ini memiliki pelabuhan yang bagus dan pusat perdagangan yang hidup. Sebagai daerah industri penting dengan transaksi yang cepat dari gula, teh, tembakau, kopi, Surabaya penuh dengah persaingan dagang yang sengit dari orang-orang Tionghoa yang cerdas.
Sementara para pelaut dan saudagar yang banyak masuk membawa berita-berita dari segala penjuru dunia. Penduduknya terus bertambah dengan para buruh dok dan pekerja reparasi kapal yang berusia muda dan penuh semangat. Ada persaingan, boikot, perkelahian di jalan. Kota itu bergolak oleh rasa tidak puas dan semangat revolusioner.
Ke dalam suasana demikian ini, seorang "anak mama" berumur 15 tahun datang dengan menjinjing sebuah tas kecil."
(Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat).
"Pendeknya, aku sangat tidak bahagia di Surabaya. Ketika baru datang, aku menangis setiap hari. Ah, aku merasa kehilangan ibuku. Kaum perempuan selalu punya pengaruh besar dalam hidupku. Sekarang, aku tidak punya ibu, tidak ada nenek yang menyayangiku untuk membujukku, tidak ada Sarinah yang setia untuk menjagaku. Aku merasa sebatang kara."
(Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat).
Spoiler for Hasil Penelitian : Soekarno Lahirnya di Surabaya:
Ternyata, Tempat Lahir Soekarno Bukan Di Kota Blitar
Ada sebuah fakta menarik yang baru diungkap tentang tempat kelahiran Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno. Mendiang pemimpin revolusi tersebut ternyata tidak lahir di Blitar seperti yang diajarkan selama ini di sekolah-sekolah, namun lahir di Kota Pahlawan, Surabaya.
Dikutip dari id.custom.yahoo.com, Ketua umum ‘Soekarno Institute’, Peter A Rohi mengatakan, “Setelah kami lakukan penelitian dan melalui kajian cukup lama, ternyata rumah kelahiran Soekarno bukan di Blitar, melainkan di Surabaya”, ujarnya.
“Kami sudah melalui kajian dan penelitian panjang sejak masa reformasi. Bahkan penelitian juga kami lakukan di Belanda. Buku-buku sejarah masa lalu juga membuktikan bahwa di Surabaya inilah Bung Karno dilahirkan. Syukurlah sekarang bisa diresmikan,” ujarnya lebih lanjut.
Untuk melengkapi referensi temuannya tersebut, Peter A Rohi menunjukkan koleksi buku-buku sejarah yang menuliskan kelahiran Soekarno. Beberapa judulnya adalah,
– “Soekarno Bapak Indonesia Merdeka” karya Bob Hering,
– “Ayah Bunda Bung Karno” karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tahun 2002
– “Kamus Politik” karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950.
– “Ensiklopedia Indonesia” tahun 1955,
– “Ensiklopedia Indonesia” tahun 1985,
– “Im Yang Tjoe” tahun 1933 yang sudah ditulis kembali oleh Peter A Rohi dengan judul “Soekarno Sebagi Manoesia” pada tahun 2008.
“Bahkan mantan Kepala Perpustakaan Blitar sudah mengakui bahwa Soekarno tidak dilahirkan di Blitar, melainkan di Surabaya,” tuturnya. Pihaknya berharap, ke depan masyarakat Indonesia lebih mengetahui dan mengakui bahwa kota kelahiran Soekarno yang selama ini dikenal adalah keliru.
Rumah tersebut terletak di Jalan Lawang Seketeng yang saat ini menjadi Jalan Pandean IV/40. Bangunan tersebut berukuran 6×14 meter yang terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang tengah, 2 kamar dan 1 dapur. Ada juga bagian atas bangunan yang biasa digunakan untuk menjemur pakaian.
Pemilik bangunan saat ini adalah Siti Djamilah. Beliau menempati bangunan tersebut sejak 1990 bersama dengan sang kakak dan suami, H. Zaenal Arifin. Menurut Bu Djamilah, sejak menempati rumah tersebut yang bersangkutan tidak pernah merubah atau merenovasi bangunan, sehingga tetap dibiarkan apa adanya.
Selanjutnya, di rumah tersebut akan dipasang prasasti untuk penanda bahwa ada seorang tokoh besar Indonesia yang lahir disitu.
“Di Jakarta ada prasasti Barack Obama, padahal dia Presiden Amerika Serikat. Masak Presiden Indonesia tidak ada prasastinya? Kami memasangnya di rumah kelahiran Soekarno,” tambah Peter A. Rohi.
Prasasti tersebut ditandangani oleh Walikota Surabaya sebelumnya, Bambang DH pada tahun 2010. Karena pada saat itu Walikota Surabaya telah mengetahui tentang penemuan ini dan telah berkirim surat kepada pemerintah pusat bersamaan dengan pembuatan prasastinya. Pemasangan prasasti telah dilakukan pada 6 Juni 2011 (disesuaikan dengan tanggal kelahiran Soekarno, 6 Juni 1901) oleh Walikota Surabaya saat ini, Tri Rismaharini. Ibu Risma sekaligus menandatangani prasasti tempat Soekarno pernah bersekolah di Surabaya.
Spoiler for Jokowi Cetak Hattrick : 3x Salah Ucap Data:
JAKARTA (beritatrans.com) – Untuk ketiga kalinya alias hattrick, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan blunder soal data. Pertama soal peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2015, Jokowi menyebut Presiden RI pertama Ir. Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur.
Jelas-jelas dalam berbagai catatan sejarah, sang proklamator itu lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901 dengan nama Koesno Sosrodijardjo. Blitar hanyalah tempat “Putra Sang Fajar” dikebumikan setelah wafat di Jakarta, 20 Juni 1971.
Kesalahan Jokowi itu bak mengingatkan publik lagi akan dua kesalahan data yang sudah lalu, yakni soal penyebutan bahwa Indonesia masih punya utang pada International Monetary Fund (IMF) dan soal Perpres No 39 Tahun 2015 tentang down payment (DP) mobil pejabat.
Hal itu tentu disesalkan banyak pihak, salah satunya dari Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) Indonesia. Padahal, Presiden Jokowi sudah jadi simbol negara yang semestinya “haram” blunder, terlebih soal data sejarah yang sudah tertulis dengan kentara di berbagai literatur.
“Padahal dalam sistem pemerintahan presidensial, Presiden memiliki kedudukan sangat kuat sebagai pelaku utama penggerak organisasi pemerintahan. Di dalamnya melekat dua kekuasaan, yaitu sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara,” terang Mei Santoso, Peneliti Hukum Konstitusi ASHTN di Jakarta, Kamis (4/6/2015).
“Khusus sebagai kepala negara, dia adalah simbol negara, sehingga wibawa dan kehormatannya harus dijaga karena menjadi representasi negara dan bangsa. Bagaimana jadinya bila Presiden sering salah mengungkapkan data?” tambahnya seperti dilansir okezone.com.
Diberitakan sebelumnya, Jokowi saat memberikan sambutan dalam peringatan hari lahir Pancasila di Alun-Alun Kota Blitar, Jawa Timur pada 1 Juni 2015, menyebut bahwa Blitar selalu membuat hatinya bergetar.
“Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamator kita, Bapak Bangsa kita, Presiden Soekarno, hati saya selalu bergetar,” kata Jokowi, Senin 1 Juni 2015. (aliy)
- See more at: http://beritatrans.com/2015/06/04/se....ds8dnOa9.dpuf