- Beranda
- Berita dan Politik
Di Manakah Bung Karno Lahir, Blitar atau Surabaya?
...
TS
onta.wannabi
Di Manakah Bung Karno Lahir, Blitar atau Surabaya?
Quote:
Kamis, 04/06/2015 13:14 WIB
Polemik Tempat Lahir Sukarno
Di Manakah Bung Karno Lahir, Blitar atau Surabaya?
Erwin Dariyanto - detikNews
Halaman 1 dari 2
Presiden Jokowi saat berpidato di peringatan kelahiran Pancasila di Blitar Senin, 1 Juni 2015 lalu. (Foto-detikcom)
Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang tempat kelahiran Sukarno saat peringatan hari lahir Pancasila di Alun-alun Kota Blitar Senin lalu memunculkan perdebatan. Saat itu Jokowi mengaku hatinya selalu tergetar saat berada di Blitar.
"Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamator kita, Bapak Bangsa kita, Bung Karno, hati saya selalu bergetar," ujar Jokowi dalam sambutan di peringatan Hari Pancasila, di Alun-alun Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (1/6/2015). Acara ini dihadiri Megawati, Puan Maharani, Ketua MPR Zulkifli Hasan, mantan Wapres Boediono dan pejabat lokal.
Pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut Blitar sebagai tempat kelahiran Sukarno ramai diperbincangkan di media sosial. Maklum sejumlah sumber dan literatur ada yang menyebut Bung Karno lahir di Surabaya.
Bahkan pada Juni 2011 sebuah prasasti sebagai penanda tempat kelahiran Sukarno dipasang di Jalan Pandean IV Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur. Rumah itu pun sempat ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ingin melihat tempat kelahiran Bung Karno.
Sebelumnya pada 2010 Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono juga menyebut bahwa Sukarno lahir di kota pahlawan itu. Dia pun ingin menjadikan Surabaya menjadi kota Sukarno, seperti Washington DC yang identik dengan George Washington.
Ada dua versi soal tempat kelahiran Bung Karno. Di mana sebenarnya sang proklamator lahir?
Kepada Cindy Adams, Bung Karno pernah menceritakan proses kelahirananya. Cerita itu kemudian diterbitkan dalam buku, Sukarno Penjambung Lidah Rakjat.
Dalam buku tersebut Sukarno mengaku dilahirkan di sebuah desa yang tak jauh dari Gunung Kelud.Satu pertanda besar yang tak pernah dilupakan Sukarno adalah, dia lahir bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud. Jarak gunung tersebut hanya puluhan kilometer dari kediaman Sukarno kecil.
"Bersamaan dengan kelahiranku menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru. Karena aku dilahirkan ditahun 1901," kata Sukarno dalam buku, 'Sukarno Penjambung Lidah Rakjat' yang dikutip detikcom, Kamis (4/6/2015).
Dalam buku tersebut Bung Karno tidak secara jelas menyebut tempat kelahirannya. Dia hanya menyebut tempat kelahirannya tidak jauh dari Gunung Kelud. Kelahirannya yang bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud memunculkan banyak tafsir di kalangan masyarakat waktu itu.
Orang yang percaya tahayul kemudian menyebut bahwa, meletusnya Gunung Kelud adalah penyambutan alam atas bayi Sukarno. Sementara orang Bali mempunyai kepercayaan lain, yakni meletusnya sebuah gunung pertanda bahwa rakyat telah melakukan maksiat. Sehingga menurut Sukarno, Gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut kelahirannya.
"Raksasa Gunung Kelud, gunung berapi di Blitar, mencari saat itu untuk menunjukkan kemurkaan dari Dewa-dewa," kata Sukarno.
Polemik Tempat Lahir Sukarno
Di Manakah Bung Karno Lahir, Blitar atau Surabaya?
Erwin Dariyanto - detikNews
Halaman 1 dari 2
Presiden Jokowi saat berpidato di peringatan kelahiran Pancasila di Blitar Senin, 1 Juni 2015 lalu. (Foto-detikcom)
Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang tempat kelahiran Sukarno saat peringatan hari lahir Pancasila di Alun-alun Kota Blitar Senin lalu memunculkan perdebatan. Saat itu Jokowi mengaku hatinya selalu tergetar saat berada di Blitar.
"Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamator kita, Bapak Bangsa kita, Bung Karno, hati saya selalu bergetar," ujar Jokowi dalam sambutan di peringatan Hari Pancasila, di Alun-alun Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (1/6/2015). Acara ini dihadiri Megawati, Puan Maharani, Ketua MPR Zulkifli Hasan, mantan Wapres Boediono dan pejabat lokal.
Pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut Blitar sebagai tempat kelahiran Sukarno ramai diperbincangkan di media sosial. Maklum sejumlah sumber dan literatur ada yang menyebut Bung Karno lahir di Surabaya.
Bahkan pada Juni 2011 sebuah prasasti sebagai penanda tempat kelahiran Sukarno dipasang di Jalan Pandean IV Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur. Rumah itu pun sempat ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ingin melihat tempat kelahiran Bung Karno.
Sebelumnya pada 2010 Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono juga menyebut bahwa Sukarno lahir di kota pahlawan itu. Dia pun ingin menjadikan Surabaya menjadi kota Sukarno, seperti Washington DC yang identik dengan George Washington.
Ada dua versi soal tempat kelahiran Bung Karno. Di mana sebenarnya sang proklamator lahir?
Kepada Cindy Adams, Bung Karno pernah menceritakan proses kelahirananya. Cerita itu kemudian diterbitkan dalam buku, Sukarno Penjambung Lidah Rakjat.
Dalam buku tersebut Sukarno mengaku dilahirkan di sebuah desa yang tak jauh dari Gunung Kelud.Satu pertanda besar yang tak pernah dilupakan Sukarno adalah, dia lahir bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud. Jarak gunung tersebut hanya puluhan kilometer dari kediaman Sukarno kecil.
"Bersamaan dengan kelahiranku menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru. Karena aku dilahirkan ditahun 1901," kata Sukarno dalam buku, 'Sukarno Penjambung Lidah Rakjat' yang dikutip detikcom, Kamis (4/6/2015).
Dalam buku tersebut Bung Karno tidak secara jelas menyebut tempat kelahirannya. Dia hanya menyebut tempat kelahirannya tidak jauh dari Gunung Kelud. Kelahirannya yang bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud memunculkan banyak tafsir di kalangan masyarakat waktu itu.
Orang yang percaya tahayul kemudian menyebut bahwa, meletusnya Gunung Kelud adalah penyambutan alam atas bayi Sukarno. Sementara orang Bali mempunyai kepercayaan lain, yakni meletusnya sebuah gunung pertanda bahwa rakyat telah melakukan maksiat. Sehingga menurut Sukarno, Gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut kelahirannya.
"Raksasa Gunung Kelud, gunung berapi di Blitar, mencari saat itu untuk menunjukkan kemurkaan dari Dewa-dewa," kata Sukarno.
http://news.detik.com/read/2015/06/0...-atau-surabaya
Soekarno sendiri yang bilang beliau lahir di Blitar dan tak pernah sebut surabaya
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Blitar
Quote:
Kabupaten Blitar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur,Indonesia. Pusat pemerintahan kabupaten ini berada di Kanigoro setelah sebelumnya satu wilayah dengan Kota Blitar.[1]
Quote:
Keadaan tanah[sunting | sunting sumber]
Gunung Kelud (1.731 m. dpl.) adalah salah satu gunung api strato yang masih aktif di Pulau Jawa yang terletak di bagian utara kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kediri. Bagian selatan Kabupaten Blitaryang dipisahkan oleh Sungai Brantas dikenal sebagai penghasil kaolin dan dilintasi oleh Pegunungan Kapur Selatan. Pantai yang terkenal antara lain Pantai Tambakrejo, Serang dan Jalasutra.
Gunung Kelud (1.731 m. dpl.) adalah salah satu gunung api strato yang masih aktif di Pulau Jawa yang terletak di bagian utara kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kediri. Bagian selatan Kabupaten Blitaryang dipisahkan oleh Sungai Brantas dikenal sebagai penghasil kaolin dan dilintasi oleh Pegunungan Kapur Selatan. Pantai yang terkenal antara lain Pantai Tambakrejo, Serang dan Jalasutra.
Quote:
Mengenal Cindy Adams, Penulis Biografi “Soekarno Penyambung Lidah Rakyat”
Sabtu, 27 Des 2014 - 10:49 WIB
Di antara sekian banyak biografi tentang proklamator RI, Presiden Soekarno, karya Cindy Adams-lah yang paling kuat dan hidup karena ditulis berdasar penuturan langsung Bung Karno. Kali pertama muncul dalam bahasa Inggris pada 1965 dengan judul Sukarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams, buku itu lantas diterjemahkan berulang-ulang dalam bahasa Indonesia dengan judul Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Dalam 45 tahun terakhir, Cindy untuk kali pertama hadir di Indonesia Selasa lalu (23/12). Pemerintahan Orde Baru membuat Cindy harus menunggu visa hampir setengah abad. Perempuan yang masih cantik di usia setengah abad lebih itu bereuni dengan keluarga Soekarno dan bernostalgia di Indonesia.
foto: Hendra Eka/Jawa Pos
Kenapa Soekarno memilih Anda, padahal puluhan jurnalis dan penulis antre menunggu izin untuk menulis kisah hidupnya?
Itu bermula dari aktivitas suami saya, Joey Adams. Dia adalah seorang komedian dan entertainer yang menjadi presiden seluruh aktor di Amerika. Pada 1961, dia dikirim Presiden Kennedy sebagai duta kebudayaan untuk wilayah Asia Tenggara. Dia dan timnya mengadakan pertunjukan di Istana Negara. Di situlah saya kali pertama bertemu Bapak (dalam wawancara, Cindy selalu menggunakan kata ”Bapak” untuk menyebut Soekarno, Red).
Saat itu saya ikut. Saya tahu, dia adalah salah satu di antara empat orang paling powerful di dunia ketika itu. Karena itu, saya bertekad mewawancarainya. Usai suami saya tampil, saya menghampiri Bapak. Saya bilang ke dia, apa saya boleh mewawancarainya saat itu. Dia mengiyakan.
Apa yang kali pertama Anda tanyakan?
Saya tanya hal-hal lucu dan ringan. Misalnya, kenapa dia memakai seragam kebesaran, peci (sambil memegang kepala). Bapak bilang, dia adalah komandan tertinggi di Indonesia dan rakyat butuh simbol otoritas sebagai panutan. Saya diam beberapa detik. Lalu, saya bilang, saya kira tidak begitu. Saya bilang, Anda memakainya karena terlihat tampan. Bapak tertawa. Dia bilang, ya, kamu benar, tapi jangan bilang siapa-siapa ya (Cindy lantas tertawa lebar).
Saya membuatnya tertawa, rileks. Dia juga terkesan dengan artikel yang saya tulis saat itu. Karena itu, ketika dia ingin biografinya ditulis, dia memilih saya. Saya awalnya tidak percaya saat Duta Besar Howard P. Jones (Dubes AS ketika itu) memberitahukan bahwa Presiden Soekarno ingin saya kembali ke Indonesia untuk menulis biografinya. Saat itu saya sudah kembali ke New York.
Apakah pemilihan Anda merupakan bentuk diplomasi Presiden Soekarno kepada pemerintah AS?
Saya kira tidak. Apalagi saat itu hubungan pemerintah Indonesia dengan Amerika sedang kurang bagus. Indonesia justru lebih dekat ke China (Tiongkok). Jadi, fakta bahwa dia memilih seorang gadis Amerika untuk menulis biografinya dan Dubes AS sebagai penghubung itu adalah hal yang hebat.
Dia memilih saya karena saya bisa membuatnya merasa santai, tertawa. Sebab, dengan itulah Anda bisa membuat dia bicara. Tidak sekadar bicara retorika politik, slogan-slogan politik, tapi tentang hidupnya, tentang ibunya, bagaimana dia dilahirkan, bagaimana dia sekolah, bagaimana dia kuliah di Bandung, bagaimana dia bertahan saat dipenjara. Saya yakin, dia hanya bisa bicara seperti itu kepada orang yang bisa memahami sisi kemanusiaannya. Dan saya hadir pada saat yang tepat.
Selama penulisan biografi pada periode 1961–1967, seberapa intens pertemuan Anda dengan Presiden Soekarno?
Tiap hari, pukul 6 pagi, saya datang ke istana. Bapak duduk di sana tanpa peci, tanpa seragam. Hanya kaus, celana, dan telanjang kaki. Saya datang, lalu minum kopi tubruk. Kami lalu duduk. Kadang dia membiarkan saya mewawancarainya. Kadang dia hanya bercerita kepada saya tentang pekerjaannya.
Saya di istana sejak pukul 6 pagi sampai pukul 9 atau 10. Lalu, pada akhir pekan, saya melakukan cross check atas kisah-kisahnya. Misalnya, setelah dia bicara tentang pengalamannya di penjara Bandung, saya pergi ke sana, melihat kondisinya, bicara dengan sipir penjaganya. Jadi, saya lakukan double check.
Dalam edisi bahasa Indonesia, ada 2 paragraf yg ditambahkan penerjemah. Di situ dituliskan, Presiden Soekarno menyebut bahwa kehadiran Bung Hatta tidaklah penting dalam proses proklamasi. Paragraf itu memicu kontroversi. Bagaimana pendapat Anda?
Saya tidak menulisnya. Itu disisipkan. Waktu itu, saya memberikan izin kepada salah satu penerbit di Indonesia untuk menerbitkan. Penerjemahnya, tanpa melakukan cross check kepada saya, tanpa izin saya, menambahkan dua paragraf tersebut.
Saya tidak pernah mengira hal itu akan terjadi. Saya lihat, di situ (edisi terjemahan) tertulis Bapak bilang Hatta tidak penting. Saya tidak, tidak, tidak pernah menulis itu. Bapak pun tidak pernah mengatakan itu.
Presiden Soekarno adalah orang yang sangat romantis kepada perempuan. Apakah Anda pernah mendapat puisi romantis atau kata-kata romantis dari dia?
(Cindy tersenyum) Dia mencintai kehidupan, dia mencintai perempuan. Saya tidak pernah bertemu presiden lain yang melakukan hal yang sama. Dia dekat dengan Marilyn Monroe, dengan bintang-bintang film. Seperti halnya saya yang terlihat menarik, dia hanya menikmati cara-cara untuk mengagumi perempuan dan para perempuan pun mengaguminya.
Apa pesan paling spesial yang pernah disampaikan Presiden Soekarno kepada rakyat Indonesia?
Menjadi negara Indonesia. Ini adalah negeri yang begitu hebat, 17 ribu pulau, dikelilingi lautan, membentang begitu luas. Tanpa semangat untuk membangun negara, mustahil Indonesia bisa berdiri hingga sekarang. (ahmad baidhowi/jawapos)
Sabtu, 27 Des 2014 - 10:49 WIB
Di antara sekian banyak biografi tentang proklamator RI, Presiden Soekarno, karya Cindy Adams-lah yang paling kuat dan hidup karena ditulis berdasar penuturan langsung Bung Karno. Kali pertama muncul dalam bahasa Inggris pada 1965 dengan judul Sukarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams, buku itu lantas diterjemahkan berulang-ulang dalam bahasa Indonesia dengan judul Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Dalam 45 tahun terakhir, Cindy untuk kali pertama hadir di Indonesia Selasa lalu (23/12). Pemerintahan Orde Baru membuat Cindy harus menunggu visa hampir setengah abad. Perempuan yang masih cantik di usia setengah abad lebih itu bereuni dengan keluarga Soekarno dan bernostalgia di Indonesia.
foto: Hendra Eka/Jawa Pos
Kenapa Soekarno memilih Anda, padahal puluhan jurnalis dan penulis antre menunggu izin untuk menulis kisah hidupnya?
Itu bermula dari aktivitas suami saya, Joey Adams. Dia adalah seorang komedian dan entertainer yang menjadi presiden seluruh aktor di Amerika. Pada 1961, dia dikirim Presiden Kennedy sebagai duta kebudayaan untuk wilayah Asia Tenggara. Dia dan timnya mengadakan pertunjukan di Istana Negara. Di situlah saya kali pertama bertemu Bapak (dalam wawancara, Cindy selalu menggunakan kata ”Bapak” untuk menyebut Soekarno, Red).
Saat itu saya ikut. Saya tahu, dia adalah salah satu di antara empat orang paling powerful di dunia ketika itu. Karena itu, saya bertekad mewawancarainya. Usai suami saya tampil, saya menghampiri Bapak. Saya bilang ke dia, apa saya boleh mewawancarainya saat itu. Dia mengiyakan.
Apa yang kali pertama Anda tanyakan?
Saya tanya hal-hal lucu dan ringan. Misalnya, kenapa dia memakai seragam kebesaran, peci (sambil memegang kepala). Bapak bilang, dia adalah komandan tertinggi di Indonesia dan rakyat butuh simbol otoritas sebagai panutan. Saya diam beberapa detik. Lalu, saya bilang, saya kira tidak begitu. Saya bilang, Anda memakainya karena terlihat tampan. Bapak tertawa. Dia bilang, ya, kamu benar, tapi jangan bilang siapa-siapa ya (Cindy lantas tertawa lebar).
Saya membuatnya tertawa, rileks. Dia juga terkesan dengan artikel yang saya tulis saat itu. Karena itu, ketika dia ingin biografinya ditulis, dia memilih saya. Saya awalnya tidak percaya saat Duta Besar Howard P. Jones (Dubes AS ketika itu) memberitahukan bahwa Presiden Soekarno ingin saya kembali ke Indonesia untuk menulis biografinya. Saat itu saya sudah kembali ke New York.
Apakah pemilihan Anda merupakan bentuk diplomasi Presiden Soekarno kepada pemerintah AS?
Saya kira tidak. Apalagi saat itu hubungan pemerintah Indonesia dengan Amerika sedang kurang bagus. Indonesia justru lebih dekat ke China (Tiongkok). Jadi, fakta bahwa dia memilih seorang gadis Amerika untuk menulis biografinya dan Dubes AS sebagai penghubung itu adalah hal yang hebat.
Dia memilih saya karena saya bisa membuatnya merasa santai, tertawa. Sebab, dengan itulah Anda bisa membuat dia bicara. Tidak sekadar bicara retorika politik, slogan-slogan politik, tapi tentang hidupnya, tentang ibunya, bagaimana dia dilahirkan, bagaimana dia sekolah, bagaimana dia kuliah di Bandung, bagaimana dia bertahan saat dipenjara. Saya yakin, dia hanya bisa bicara seperti itu kepada orang yang bisa memahami sisi kemanusiaannya. Dan saya hadir pada saat yang tepat.
Selama penulisan biografi pada periode 1961–1967, seberapa intens pertemuan Anda dengan Presiden Soekarno?
Tiap hari, pukul 6 pagi, saya datang ke istana. Bapak duduk di sana tanpa peci, tanpa seragam. Hanya kaus, celana, dan telanjang kaki. Saya datang, lalu minum kopi tubruk. Kami lalu duduk. Kadang dia membiarkan saya mewawancarainya. Kadang dia hanya bercerita kepada saya tentang pekerjaannya.
Saya di istana sejak pukul 6 pagi sampai pukul 9 atau 10. Lalu, pada akhir pekan, saya melakukan cross check atas kisah-kisahnya. Misalnya, setelah dia bicara tentang pengalamannya di penjara Bandung, saya pergi ke sana, melihat kondisinya, bicara dengan sipir penjaganya. Jadi, saya lakukan double check.
Dalam edisi bahasa Indonesia, ada 2 paragraf yg ditambahkan penerjemah. Di situ dituliskan, Presiden Soekarno menyebut bahwa kehadiran Bung Hatta tidaklah penting dalam proses proklamasi. Paragraf itu memicu kontroversi. Bagaimana pendapat Anda?
Saya tidak menulisnya. Itu disisipkan. Waktu itu, saya memberikan izin kepada salah satu penerbit di Indonesia untuk menerbitkan. Penerjemahnya, tanpa melakukan cross check kepada saya, tanpa izin saya, menambahkan dua paragraf tersebut.
Saya tidak pernah mengira hal itu akan terjadi. Saya lihat, di situ (edisi terjemahan) tertulis Bapak bilang Hatta tidak penting. Saya tidak, tidak, tidak pernah menulis itu. Bapak pun tidak pernah mengatakan itu.
Presiden Soekarno adalah orang yang sangat romantis kepada perempuan. Apakah Anda pernah mendapat puisi romantis atau kata-kata romantis dari dia?
(Cindy tersenyum) Dia mencintai kehidupan, dia mencintai perempuan. Saya tidak pernah bertemu presiden lain yang melakukan hal yang sama. Dia dekat dengan Marilyn Monroe, dengan bintang-bintang film. Seperti halnya saya yang terlihat menarik, dia hanya menikmati cara-cara untuk mengagumi perempuan dan para perempuan pun mengaguminya.
Apa pesan paling spesial yang pernah disampaikan Presiden Soekarno kepada rakyat Indonesia?
Menjadi negara Indonesia. Ini adalah negeri yang begitu hebat, 17 ribu pulau, dikelilingi lautan, membentang begitu luas. Tanpa semangat untuk membangun negara, mustahil Indonesia bisa berdiri hingga sekarang. (ahmad baidhowi/jawapos)
http://batampos.co.id/27-12-2014/men...-lidah-rakyat/
Diubah oleh onta.wannabi 04-06-2015 07:28
0
7.1K
Kutip
91
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
670.2KThread•40.4KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru