Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

eqepeAvatar border
TS
eqepe
Standard Chartered dihukum 1 miliar Karena gunakan DC untuk meneror nasabah
Mahkamah Agung (MA) melipatgandakan hukuman kepada Standard Chartered Indonesia dari Rp 500 juta menjadi Rp 1 miliar. Hukuman itu terkait teror debt collector yang disewa Standard Chartered Indonesia dalam menagih utang nasabah Victoria Silvia Beltiny.

Kasus bermula saat warga Bekasi itu mendapat tawaran kredit tanpa agunan (KTA) pada 1 Maret 2004 untuk pinjaman Rp 19 juta dengan angsuran Rp 870 ribu per bulan selama 36 kali pembayaran. Karena angsurannya lancar, Victoria lalu mendapat tawaran kenaikan kredit lagi sebesar Rp 20 juta pada Juli 2005 dan 2008.

Setelah bertahun-tahun lancar membayar utangnya, Victoria mengalami kesulitan keuangan pada Mei 2009. Nah, dari sinilah teror mulai dilancarkan pihak Standard Chartered yang menggandeng perusahaan debt collector. Mereka melakukan intimidasi, pengancaman, teror dan sebagainya.

Tidak tahan dengan intimidasi dan teror tersebut, Victoria lalu mengajukan gugatan ke PN Jaksel. Gayung bersambut. Pada 15 Juli 2010 PN Jaksel menjatuhkan hukuman kepada Standard Chartered untuk memberikan ganti rugi Rp 10 juta kepada Victoria. Tak puas, Victoria banding. Pada 3 Januari 2012 Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menaikkan hukuman ganti rugi menjadi Rp 500 juta.

Atas hukuman itu Standard Chartered tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi bukannya dikabulkan permohonannya, MA malah menaikkan hukuman kepada bank asing itu menjadi dua kali lipat dari putusan sebelumnya menjadi Rp 1 miliar. Mengapa hukumannya dilipatganadakan? MA lalu mengeluarkan kalimat 'saktinya' yaitu:

"Bahwa tindakan Tergugat I dalam melakukan penagihan kredit adalah tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme daripada pendekatan lain yang mendudukkan nasabah sebagai partner bank dan oleh karena itu adalah layak dan adil apabila tergugat dijatuhi hukuman untuk membayar ganti rugi kepada penggugat yang lebih berat," demikian pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi nomor 3192 K/PDT/2012 yang dikutip detikcom dari websitenya, Rabu (3/6/2015).

Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Abdurrahman dengan anggota Syamsul Maarif dan Habibburrahman.

Sedikitnya butuh waktu lima tahun bagi Victoria memenangkan kasus itu. Sayang, Standard Chartered Indonesia hingga hari ini belum melaksanakan putusan itu secar sukarela. Alhasil, PN Jaksel siang ini memanggil kedua belah pihak untuk mau melaksanakan perintah MA itu.

"Ini kan soal penegakan hukum. Kami harap pihak Standard Chartered melaksanakan putusan ini dengan sukarela. Kalau kalah mau bagaimana lagi," kata kuasa hukum Victoria, Ahmad Baihaki.

Sementara itu, kuasa hukum Standard Chartered belum mengetahui agenda pemanggilan tersebut.

"Nanti saya cek dulu," kata kuasa hukum Standared Chartered, Panji Prasetyo, saat dihubungi terpisah.



sumber : detik.com


komen ts : rasain lu emoticon-Malu (S)
0
1.8K
11
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.4KThread41.2KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.