Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) melarang ekspor bauksit dan mewajibkan pembangunan smelter dinilai kontraproduktif dengan semangat hilirisasi industri yang mengedepankan partisipasi industri nasional.
Faisal Basri, Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, menyebut nama Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dibalik kebijakan keliru di sektor tambang mineral yang dinilai lebih menguntungkan investor asing.
"Ada persoalan di sektor tambang. Ini bukannya perusahaan asing di nasionalisasikan, tapi malah perusahaan nasional yang diasingkan. Sudah jelas kebijakan Hatta Rajasa salah, tapi tidak dikoreksi oleh pemerintah," ujar Faisal dalam sebuah seminar di Hotel Menara Peninsula, Senin (25/5).
Spoiler for lipet aja... ellu juga males baca:
Pernyataan Faisal merujuk pada kebijakan larangan ekspor mineral mentah, termasuk bauksit, yang efektif berlaku sejak awal 2014. Selain itu, ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 itu juga mewajibkan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) membangun pabrik pemurnian (smelter).
Menurut Faisal, dengan dilarangnya ekspor bauksit dan diwajibkannya pembangunan smelter secara tak langsung mengundang asing untuk masuk menguasai. Pasalnya, penambang bauksit lokal tidak punya modal dan kemampuan untuk itu sehingga keterlibatan asing menjadi pilihan yang harus diambil.
"Jadi pemerintah dalam tanda kutip mengharuskan pengusaha lokal menyerahkan usahanya ke asing. Karena tidak boleh ekspor, harus bangun smelter, kan bodoh," tuturnya.
Mafia Tambang
Dalam seminar tersebut, Faisal Basri ditanya soal kemungkinan adanya permainan mafia tambang dalam kebijakan tersebut. Dosen sekaligus ekonom Universitas Indonesia itu menjelaskan karakteristik mafia tambang itu biasanya menggunakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai kendaraan untuk berburu rente.
"Uniknya waktu acara-acara tertentu yang datang itu bukannya orang yang bisa bahasa Indonesia dan Jawa yang datang, tapi orang-orang Tiongkok dan Korea," tuturnya.
Mafia tambang, lanjut Faisal, juga melibatkan unsur politisi dan terkadang memakai jasa lembaga survei. Sekali lagi dia menyebut nama Hatta Rajasa selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di era pemerintahan SBY sebagai orang yang bermain dalam proses pembuatan kebijakan kontroversial tersebut.
"Saya bicara dengan Pak R. Sukhyar (Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara), dia membenarkan keterlibatan Pak Hatta Rajasa. Kita semua sudah tahu kok, sudah jelas tidak usah ditutup-tutupi," tuturnya.
Pilihan Redaksi
Sudirman Said: Pemerintah Tahu Kondisi Migas di Masa Lalu
Faisal Basri Beberkan Nama Terkait Mafia Migas ke Polisi
Demokrat Minta Sudirman Said Minta Maaf Tuding SBY
SBY Bisa Jerat Menteri ESDM karena Pencemaran Nama Baik
Indikasi keterlibatan Hatta, lanjut Faisal bisa dilihat dari berubahnya kesepakatan secara mendadak soal batas kadar mineral yang bisa diekspor. "Masa dalam hitungan jam bisa berubah," katanya.
CNN Indonesia coba mengkonfirmasi tudingan tersebut kepada mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa melalui panggilan telepon dan pesan singkat. Namun, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut tidak merespons upaya konfirmasi yang dilakukan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan mengatakan untuk melihat permainan mafia tambang bisa dilihat dari kepemilikan saham BUMN atau perusahaan pemegang izin usaha produksi. (gen)