Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

atandiAvatar border
TS
atandi
Dear Pak Menteri Anies, Dengarkan Jeritan Suara Hakim Ini
Jakarta - Profesi hakim menuntut sang pengadil itu harus siap ditugaskan di seluruh penjuru Indonesia sewaktu-waktu. Bagi si hakim, hal tersebut tidak masalah dan selalu siap. Tapi pernahkah negara memikirkan keluarganya yang juga harus ikut pindah?

Salah satu problem mutasi tersebut adalah anak-anak yang harus ikut orang tuanya, terutama yang masih di SD, SMP dan SMA.

"Kami ini selalu siap ditempatkan di manapun, tanpa mengenal waktu, apakah anak kita itu mau ujian sekolah atau tinggal beberapa bulan lagi mau lulusan," kata seorang hakim yang meminta identitasnya ditutup rapat-rapat kepada detikcom, Minggu (24/5/2015).

Di sisi lain, saat ini tidaklah mudah memindahkan anak sekolah dari satu daerah ke daerah lain. Acapkali pihak sekolah menolak siswa baru pindahan dengan berbagai alasan. Dengan tugas tersebut, akhirnya keluarga mereka terjebak pada pilihan yaitu meninggalkan anak mereka menyelesaikan sekolah di tempat lama.

"Saya dimutasi dari tempat lama ke tempat baru ini saat anak saya SD kelas VI. Karena kendala di atas, saya terpaksa berpisah dengan anak saya untuk menyelesaikan SD-nya. Anak saya serahkan ke pembantu dan tanggung jawab saya titipkan dengan meminta bantuan ke rekan kerja," cerita orang tua anak yang sama-sama berprofesi sebagai hakim.

"Jarak tempat dinas lama dengan tempat dinas baru hanya terpisah 2 kabupaten, jadi tiap Jumat sore saya menengok anak saya. Bayangkan jika yang dimutasi beda pulau?" sambungnya.

Sebagai hakim, mereka terikat dengan kode etik hakim yang tidak boleh arogan dan sifat mentang-mentang. Sehingga mereka tidak bisa menggunakan intervensi kepada sekolah dengan jabatan hakim itu.Next » "Apa iya kita harus begitu? Nggak kan. Kami ikuti saja prosedur, tapi ya begini keadaannya," kisahnya.

Oleh sebab itu, ia meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mendengar permasalahan di atas yaitu memberikan regulasi khusus yang mengatur keluar-masuknya siswa kepada anak-anak hakim karena tuntutan jabatan. Dengan adanya kebijakan itu, maka kinerja hakim semakin maksimal karena saat sidang tidak memikirkan anak-anak mereka yang terpisah jauh ratusan KM.

Selain masalah pendidikan anak, mereka juga susah mendapatkan KTP baru di tempat tugas. Mereka susah mengurus surat pindah kependudukan sehingga berdampak kepada administrasi kependudukan yang ada.

Apakah Mahkamah Agung (MA) atau Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) sebagai organisasi tunggal para hakim yang bertugas memperjuangkan permasalahan hakim pernah mendiskusikan atau membuat semacam MoU dengan Kemendikbud atau kementerian terkait?

Ia hanya tersenyum simpul.

Permasalahan di atas sebetulnya sudah menjadi perhatian utama Komisi Yudisial (KY) dengan menyampaikan permasalahan tersebut ke DPR. Dalam pertemuan dengan Ketua DPR beberapa waktu lalu, KY menyampaikan permasalahan mutasi dan promosi hakim, dari anggaran, keamanan, pendidikan dan sebagainya.

"Keengganan hakim membawa keluarganya karena alasan pendidikan anak, istri sebagai PNS sulit dipindahkan. Belum tersedianya rumah jabatan yang memadai dan sebagainya," ucap Imam. Salah satu contoh lain yaitu dialami oleh hakim Tri Hastono yang ditempatkan Mahkamah Agung (MA) jauh dari istrinya selama 20 tahun. Ia harus bertugas keliling Indonesia sementara istri dan anaknya harus ditinggal di Banyumas, Jawa Tengah.

Saat ia berdinas di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 2013 ia terjebak kasus perselingkuhan karena harus berpisah selama 20 tahun dengan keluarganya itu. Setelah itu ia bertobat, namun Majelis Kehormatan Hakim (MKH) tetap memberhentikannya pada Rabu (20/5) lalu.

"Dia adalah korban sebuah sistem kebijakan, tidak sepantasnya pelapor disalahkan sepenuhnya. Saya dan beberapa anggota lain sepakat dan setuju bahwa perbuatan Tri tidak bisa ditolerir. Tapi melihat fakta-fakta di atas, saya mengusulkan hukuman sanksi berat yaitu skorsing 2 tahun dengan penurunan pangkat. Tapi kami kalah suara dan akhirnya keputusannya seperti itu," ucap hakim agung Gayus Lumbuun.





sumber: : http://m.detik.com/news/read/2015/05/24/095642/2923224/10/3/dear-pak-menteri-anies-dengarkan-jeritan-suara-hakim-ini
0
1.4K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.