- Beranda
- Berita dan Politik
Siap di bully deh!, Soal Kartu Sakti Jokowi, Yusril: Ojo Mencla Mencle
...
TS
veiila
Siap di bully deh!, Soal Kartu Sakti Jokowi, Yusril: Ojo Mencla Mencle
Quote:
Soal Kartu Sakti Jokowi, Yusril: Ojo Mencla Mencle
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang tidak konsisten terkait pendanaan kartu indonesia sehat (KIS), kartu indonesia pintar (KIP), dan kartu keluarga sejahtera (KKS).
Mensesneg, Pratikno, misalkan, sempat menyatakan pendanaannya dari CSR BUMN. Ternyata belum lama ini dia menyatakan dari APBNP.
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengimbau pemerintah untuk tegas dalam bersikap.
” Mbokya ngomong ojo mencla mencle. Kemarin bilang dana CSR BUMN, sekarang dana APBNP. Wong APBNPnya aja blom ada,” tulisnya dalam cuitan twitter, Ahad (9/11).
Yusril geram dengan ulah Jokowi yang terkesan menabrak mekanisme yang ada. Dia merasa aneh dengan Jokowi yang sudah merealisasikan tiga kartu itu. Padahal, belum dibahas DPR.
“Dananya sudah disalurkan, APBNPnya kapan disepakati Presiden Jokowi dengan DPR?” tanya Yusril
Sebelumnya, Yusril juga sempat mengkritik keras Jokowi. Dia mengimbau agar jokowi mengurus Indonesia dengan serius, bukan seperti mengurus warung.
Niatan baik Jokowi jangan sampai mendapat kritikan karena mengabaikan prosedur yang ada. Presiden haruslah berjalan dengan konstitusi agar mekanisme ketatanegaraan berjalan dengan baik
http://nasional.republika.co.id/beri...-mencla-mencle
Kartu Sakti Jokowi, Yusril: Bedakan Kelola Negara dengan Warung
JAKARTA - Profesor Yusril Ihza Mahendra ikut mengkritik kartu sakti Presiden Joko Widodo yang meliputi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kritik itu bukan pada program yang ditelorkan Jokowi, tapi lebih kepada dasar hukumnya.
"Sampai siang ini belum jelas apa dasar hukum dikeluarkannya kebijakan 3 jenis kartu sakti KIS, KIP dan KKS oleh Presiden Jokowi," kicau Yusril dalam akunnya @Yusrilihza_Mhd beberapa menit yang lalu, Kamis (6/11).
Pakar hukum tata negara itu mengatakan niat baik Jokowi membantu rakyat miskin patut dihargai. Apalagi kata dia, dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), rakyat kecil yang paling merasakan imbas dari kebijakan itu.
"Namun mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Cara mengelola negara tdk sama dengan mengelola rumah tangga ato warung," kata Yusril.
Yusril menjelaskan dalam mengelola rumah tangga dan warung, apa yang dipikirkan bisa langsung diwujudkan. Tetapi dalam mengurus negara, seluruh kebijakan harus jelas dasar hukumnya.
"Kalo mengelola rumah tangga atau warung, apa yg terlintas dlm pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tdk begitu," kicau mantan menteri Hukum dan HAM itu. (awa/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2014/11/06/...dengan-Warung-
Presiden hingga Menteri Tak Kompak soal Sumber Pendanaan "Kartu Sakti" Jokowi
JAKARTA, KOMPAS.com —Sumber pendanaan tiga kartu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo, yakni Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera, masih menyisakan tanda tanya. Pasalnya, mulai dari menteri hingga Presiden tak satu suara.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan bahwa sumber pendanaan itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. "Semua dari APBN, itu kan ada BPJS. Kartu Indonesia Pintar kan, dari wajib belajar dibiayai oleh negara, Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) memang ada anggarannya tahun ini Rp 5 triliun," ujar JK di Jakarta, Sabtu (8/11/2014).
JK membantah bahwa sumber pendanaan itu berasal dari dana tanggung jawab sosial badan usaha milik negara (BUMN). "Tidak ada itu. Bahwa BUMN mau ya silakan saja," ungkap JK.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengaku sumber dana pencetakan ketiga kartu itu bukan dari APBN, melainkan dari dana CSR BUMN sehingga ia menilai pemerintah tidak perlu berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (Baca: Mensesneg: Anggaran Cetak KIP, KIS, dan KKS dari CSR BUMN)
"Itu kan sudah jalan, tapi itu kan bantuan dari berbagai pihak. Itu CSR dari BUMN, tidak masuk APBN," ujar Pratikno, saat dijumpai di Hotel Grand Clarion, Makassar, seusai mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan blusukan, Rabu (5/11/2014) malam.
Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa sumber pendanaan ketiga kartu berasal dari dana bantuan sosial yang masuk dalam APBN. Nilainya mencapai Rp 6,4 triliun.
Presiden Joko Widodo juga mengaku bahwa kartu-kartu itu berasal dari APBN. Namun, Jokowi tidak mengetahui persis komponen yang dipakai dalam anggaran itu.
Tak hanya itu, PDI-P sebagai partai pemerintah pun memastikan anggaran itu berasal dari APBN. PDI-P menilai tidak ada masalah dalam anggaran yang digunakan untuk kartu tersebut. (Baca: PDI-P Sebut Anggaran Kartu Sakti Jokowi dari APBN 2015)
Meski menggunakan APBN, Jokowi menilai dirinya tidak perlu meminta izin dari DPR. "Kita ini ya, maunya kerja cepat, kerjanya cepat. Kalau kerja lambat, nanti begini (sambil tangannya memeragakan gerakan simbol orang bicara). Eh, sudah kerja cepat, masih begini juga (melakukan gerakan yang sama)," keluh Jokowi. (Baca: Jokowi: Kita Inginnya Cepat, tetapi Kenapa DPR Bergerak Lamban?)
Kalaupun harus ke DPR, Jokowi mengaku bahwa kondisi DPR saat ini serba sulit. "Ke DPR, saya harus ke mana? Ketemu dengan siapa? Ke komisi yang mana? Alat kelengkapan Dewan yang mana? Apa saya harus menunggu terus?" jawab dia.
Lalu, dari mana sebenarnya sumber pendanaan tiga "kartu sakti" Jokowi itu?
http://nasional.kompas.com/read/2014...u.Sakti.Jokowi
Dana CSR Buat Kartu Sakti, Masyarakat Luar Jawa Dirugikan
JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kebijakan penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) untuk tiga kartu sakti Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa membuat masyarakat di daerah, terutama di luar Pulau Jawa kecewa.
Tiga kartu sakti Jokowi itu yakni, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Daerah mereka rusak karena ditambang, tapi dana CSR-nya bukan untuk membantu masyarakat lokal, malah dipakai untuk danai prorgam tiga kartu sakti," ujar Yusril dalam kicauan di akun Twitternya @Yusrilihza_Mhd, Jumat 7 November 2014.
Apalagi program tiga kartu dikaitkan dengan kompensasi kenaikan BBM yang bakal dilakukan Pemerintah.
"Masyarakat lokal akan tanya, mengapa dana CSR BUMN untuk mereka digunakan untuk kompensasi kenaikan BBM? Apa hubungannya?" ucap mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) itu.
Menurutnya, Presiden Jokowi mestinya menyadari dampak dari semua ini, serta kemungkinan kekecewaan masyarakat lokal akibat berkurangnya dana CSR Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Apalagi, sebagian besar dana CSR BUMN disalurkan di luar Jawa, sementara bagian terbesar penerima program tiga kartu ada di Pulau Jawa.
"Apakah dana CSR yang seharusnya dinikmati masyarakat lokal luar Jawa akan tersedot habis untuk danai program tiga kartu yang sebagian besar di Pulau Jawa," pungkasnya.
http://nasional.sindonews.com/read/9...jawa-dirugikan
KIS, KIP & KKS Jokowi bekerja tanpa payung hukum
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo baru saja meluncurkan program unggulannya, Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, sejumlah kalangan mengingatkan akan dasar hukum atau legalitas yang digunakan mengenai pos anggaran yang dipakai dalam program tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan, Presiden Joko Widodo tentunya harus berhati-hati dalam melaksanakan program-programnya. Terutama mengenai KIS dan KIP.
"Itu itikad baik, tapi kami berkepentingan sekali untuk tidak ada pelanggaran di awal-awal, itu aja. Masa ngomong ngingetin orang, 'awas ada lubang' kok salah. Harusnya diapresiasi. Mungut duri di jalan kan, itu pahalanya besar. Saya bilang, hati-hati pak ada lubang," kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/11).
Politisi PKS itu menegaskan, adapun niat dirinya mengingatkan akan program unggulan Presiden Jokowi tersebut bukanlah sebagai rencana untuk menghambat. Tetapi jauh daripada itu, agar program-program pemerintah memiliki dasar hukum dan rule yang benar.
"Ini kan mengingatkan, bahwa semua keputusan dan program kabinet harus ada dasar hukumnya. Ini bukan bicara baik sangka, saya bilang ada lobang, harusnya dapat reward, bukan dikecam karena dianggap mengganggu. Enggak mengganggu, tapi kalau tersebut nangis sendiri, malah ngajak-ngajak," jelas Fahri.
Lebih lanjut, kata Fahri, kritikan tentang anggaran pembuatan kartu sakti itu sebagai bentuk mengingatkan pemerintah, jangan sampai di awal-awal ada masalah. Apalagi mengenai masalah anggaran yang sangat rawan.
"Paling penting, hati-hati jangan sampai ada masalah di awal. Kaji dengan baik," tandasnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/fah...ung-hukum.html
Telan Banyak Biaya, PAN Anggap Wajar 'Kartu Sakti' Jokowi Dipertanyakan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PAN Saleh Daulay menilai wajar 'Kartu Sakti' Joko Widodo dipertanyakan. Pasalnya, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum memberikan penjelasan tentang landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian KIS, KIP, dan KKS (kartu keluarga sejahtera).
Apalagi, ketiga jenis kartu tersebut menelan biaya yang cukup banyak. "Pemerintahan ini kan hanya mewarisi APBN yang lalu. Artinya, program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN. Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu?" tanya Saleh ketika dikonfirmasi, Minggu (9/11/2014). (baca juga: Puan Maharani Pimpin Rapat Koordinasi Kartu Indonesia Pintar)
Sejauh ini, kata Saleh, pemerintah mengatakan bahwa sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari BPJS. Sementara, KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan. Lalu ada juga anggaran yang diambil dari CSR BUMN.
"Apakah Kementerian Pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut?" tuturnya.
Begitu juga dana yang ada di BPJS dan BUMN. Saleh mengatakan sebagai Badan Usaha Milik Negara, kedua badan ini pun tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik. untuk membiayai ketiga program tersebut. Masalahnya, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR.
"Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan terkait hal ini di DPR," ungkapnya.
Terkait hal ini, lanjut Saleh, pemerintah diminta untuk mentaati Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. menghindari pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut, pemerintah diminta untuk segera mengkonsultasikan hal ini dengan DPR.
"Bagaimana pun baiknya program yang dikerjakan, tetap harus tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika program itu betul-betul bisa mensejahterakan rakyat, DPR diyakini pasti akan menyetujuinya," ungkapnya.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...-dipertanyakan
PDIP Akui Kartu Sakti Jokowi Contekan BPJS Era SBY
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan mengakui program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) adalah contekan dari program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional era Megawati Soekarnoputri.
Juru Bicara PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, mengatakan Presiden Joko Widodo tidak bisa merombak APBN 2014 karena sudah ditentukan Presiden sebelumnya, SBY. Untuk itu, program tersebut kemudian dimofidikasi.
”APBN sekarang yang kita pakai yang membuat Pak SBY dan peta-petanya sudah ada, dan Pak Jokowi tidak bisa melakukan upaya perombakan APBN sehingga tema kampanye yang ada dalam Nawacita merupakan pelaksanaan dari UU BPJS dan UU SJSN sebelumnya harus dilaksanakan," ujar Eva di Cikini, Jakarta, Sabtu (8/11/2014).
Program tersebut, lanjut Eva, sama dengan program sebelumnya yang didasarkan pada undang-undang. Walau demikian, Eva menegaskan ada perbedaan SJSN, BPJS, dan kartu perlindungan sosial ala Presiden Jokowi.
"Yang bisa membedakannya adalah perluasan perbaikan skema termasuk kelompok penerima manfaat yang akan datang. Insya Allah di APBN yang akan datang tiga hal perbaikan skema untuk pelaksanaan SJSN dan BPJS tersebut bisa dibuktikan," ungkap Eva.
Nantinya, beber Eva, ketiga kartu perlindungan sosial bisa mencapai 16 juta untuk APBN selanjutnya. Saat era SBY, BPJS hanya menargetkan 4,4 juta.
"Kemanfaatannya akan diperluas. Kalau dulu para tunawisma bayi yang baru lahir belum mendapatkan manfaatnya seadanya, karena SBY hanya bisa memberikan kepada 4,4 juta jiwa nanti 2015 akan diperluas. Tunawisma, penghuni panti jompo, anak baru lahir jadi diperluas, siapa yang menerima manfaatnya dan berapanya diperluasnya di tahun 2015," tukas anggota DPR RI 2009-2014 itu.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...n-bjps-era-sby
==================================================
Comment :
Program kartu sakti yang baru saja diluncurkan oleh pemerintahan jokowi-JK, mereka klaim sesuai atau sejalan dengan UU BPJS, UU diknas dan UUD 1945. Freeport juga sewaktu masuk Papua pakai andil UU PMA tanpa aturan teknis yang memadai. Baru tahun 2009, UU minerba berlaku. Akibatnya Negara tra dapat apa-apa dari sebuah kebijakan yang seenaknya itu.
Sesuatu kebijakan yang tidak punya payung hukum (dari aturan utama-aturan teknis), ibarat sebuah gerbong kereta yang meluncur bukan pada rel (maen tabrak saja asal sampai). Belum dinikmati warga Negara, program kartu-kartu itu mendapat kritik pedas dari para pakar hukum.
Indonesia semestinya belajar dari pengalaman masuknya Freeport ke Indonesia Papua, dan kasus terbesar yang masih hangat alias century gate (skandal pembobolan) uang Negara. Kecelakaan hukum yang mengabaikan prinsip kedaulatan Negara tersebut, seharusnya, dimasa kini, hal sekecil apapun patut di ukur kadar hukumnya sudah lengkap atau tidak, biar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dulu LPS disebut bukan uang Negara, eh malah bermasalah. Sekarang, CSR dari BUMN untuk biaya kartu Sakti dibilang itu sumbangan dari para insane BUMN semata sehingga bukan uang Negara. Lama kelamaan, Amerika beli pulau Bali atau Raja Ampat tetapi diklaim itu bukan uang Negara.
Belum lama ini, kabinet Kerja via Puan mengatakan kebijakan KIP, KKS dan KIS itu akan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk Inpres dan Keppres yang akan diteken Presiden Joko Widodo. Pijakan anak Megawati itu dibantah. Kata Yusril, Puan harus tahu bahwa Inpres dan Keppres itu bukanlah instrumen hukum dalam hierarki peraturan perundang-undangan RI. Inpres dan Keppres pernah digunakan di zaman Soekarno dan Soekarno sebagai instrumen hukum. Namun lanjut Yusril kini setelah reformasi, tidak digunakan lagi. “Inpres hanyalah perintah biasa dari Presiden dan Keppres hanya untuk penetapan seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat,” kata Yusril.
Mengenai sumber dana yang digunakan untuk membiayai kebijakan tiga kartu sakti tersebut, Mensesneg Pratikno, menyebut dana tiga kartu sakti berasal dari dana CSR BUMN. jadi bukan dana APBN sehingga tidak perlu dibahas dengan DPR. Pernyataan tersebut juga di kritik. Penyaluran dana melalui tiga kartu sakti tersebut, kata Yusril, bukanlah kegiatan BUMN dalam melaksanakan corporate social responsibility mereka. Kekayaan BUMN itu kekayaan yang sudah dipisahkan dari keuangan negara, namun tetap menjadi obyek pemeriksaan BPK dan BPKP. Karena itu jika negara ingin menggunakan dana CSR BUMN status dana tersebut haruslah jelas, dipinjam negara atau diambil oleh negara. Sebab dana yang disalurkan melalui tiga kartu sakti adalah kegiatan pemerintah sebagai ‘kompensasi’ kenaikan harga BBM yang akan dilakukan Pemerintah,” ujar Yusril.
“Ini bukan mengelola warung, kartu Jokowi harus jelas dasar hukumnya. Sampai siang ini belum jelas apa dasar hukum dikeluarkannya kebijakan tiga jenis kartu sakti KIS, KIP dan KKS oleh Presiden Jokowi,” kata Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra dalam pernyataannya kepada Tribunnews, Kamis (6/11/2014). “Kalau mengelola rumah tangga atau warung, apa yang terlintas dalam pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tidak begitu. Suatu kebijakan harus ada landasan hukumnya,”Ujar yusril
Kebijakan yang tidak sesuai prosedur, otomatis illegal alias tidak dibenarkan dalam Negara hukum itu sendiri. Sebab, bagaimana mengukur sebuah program Negara dari segi peluang korupsi sementara payung hukum teknis saja tidak ada. Praktik abuse of power sudah tak ada gunanya dimasa sekarang. Semua pihak harus taat pada aturan. Apalagi pemerintah pusat, wajib.
Menurut saya, peluncuran kartu yang digalangkan pemerintah saat ini lebih pada bagi-bagi uang sebelum uang itu diatur ketat oleh hukum. Dulu, Budiono diberi kewenangan besar oleh hukum mengeluarkan kebijakan atasnama gubernur BI. Baileout century berujung pada masalah. Yang ditangkap hanya mereka yang dituding memperkaya diri dari kebijakan itu, sementara pengambil kebijakan diatasnya belum terjerat.
Memang yang namanya kebijakan bukan pelanggaran pidana, tapi lebih pada administrasi semata. Tetapi, dampak dari kebijakan pejabat yang merugikan Negara, tentu melanggar konstitusi.
Untuk kartu sehat saja, anda bayangkan, UU BPJS belum ada petunjuk teknis pelaksanaanya berupa perpres, kepres atau inpres atau ampres dan seterusnya kebawah. Sementara kartu sehat yang diklaim sesuai dengan UU itu, sudah luncur. Ibarat seorang sopir yang mengendarai mobil milik sang bos besar tanpa punya SIM, ketika di cegat di jalan oleh polentas, sopir yang kena. Supaya lolos, mereka lalu sogok polantas dan aman-aman saja.
Ingin bangun rumah layak, anda jangan langsung mengandalkan fondasinya saja, tapi bagaimana mendirikan tiang-tiangnya, lalu atapnya supaya ketika hujan atau panas mahluk hidup didalamnya nyaman. Pintu masuk dan keluar, halaman rumah, dapur, ruang tidur ruang makan dan seterusnya. Itulah yang disebut aturan pelaksana sebuah kebijakan, dari dasar Negara hingga kebawahnya.
Indonesia belum keluar dari budaya mengabaikan prinsip hukum. Semaunya bikin apa saja, seolah-olah Negara milik nenek moyang segelintir mereka saja, lalu mengklaim bahwa itulah demi kepentingan rakyat dan konstitusi. Imperialisme Freeport baku selingkuh dengan antek neoliberal yang tumbuh subur di Indonesia, sama-sama bekerja untuk mengabaikan prinsip tata hukum Negara. Sebuah praktik yang kadaluarsa tapi dianggap mutakhir.
====
Bakalan ada yang mempermasalahkan itu kompasiana dll ^_^ biarkan saja.. biarkan fikiran mereka berkembang dan belajar untuk lebih pintar dan tidak koment OOT ^_^
Spoiler for Pesan:
0
14K
230
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
680.5KThread•48.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya