qenshi99Avatar border
TS
qenshi99
menguak dalang dan pelaku di balik Kerusuhan 13-14 Mei 1998




Terobosan atau titik terang bagi usaha menemukanpelaku di balik Kerusuhan 13-14 Mei 1998 baru mulai terjadi dengan penerbitan memoar Prof. Salim Said pada tahun 2013. Prof. Salim Said adalah ahli politik militer terbaik di Indonesia. Beliau juga pernah menjadi redaktur majalah Tempo dan terkenal dekat dengan kalangan ABRI sehingga tidak perlu ada keraguan akan kebenaran dan kredibilitas dari informasi yang disampaikan. Salah satu informasi menarik dari buku Prof. Salim Said ada pada halaman 316, di mana dikisahkan pertemuan di rumah Fahmi Idris yang dihadiri oleh Cosmas Batubara, dr. Abdul Ghafur, Firdaus Wajdi, Soerjadi, Sofjan Wanandi, Husni Thamrin, Benny Moerdani dan tokoh lain. Dalam pertemuan tersebut Benny Moerdani yang saat itu menjabat sebagai Menhamkam berbicara bahwa Presiden Soeharto sudah tua dan pikun sehingga sudah waktunya diganti. Benny Moerdani kemudian berbicara mengenai gerakan massa yang akan mengejar orang Cina dan Gereja sebagai jalan menurunkan Soeharto. Ide Benny Moerdani tersebut ditolak oleh orang-orang yang hadir sehingga disepakati bahwa cara mengganti Presiden Soeharto dilakukan dengan cara konstitusional, dalam arti lewat Sidang MPR.

Keterangan dari Prof. Salim Said di atas membongkar jati diri seorang Benny Moerdani yang oleh teman-teman dekatnya, termasuk Julius Pour, pembuat biografinya selalu dikatakan bahwa Benny Moerdani adalah seorang loyalis Soeharto yang tulen dan setia sampai mati. Narasi pembelaan tentang Benny Moerdani juga sering melukiskan dirinya sebagai seseorang yang penuh tragedi dan sering memperoleh penilaian secara tidak adil karena nama Benny Moerdani kerap ditampilkan paling depan untuk menerima tuduhan sebagai dalang yang melakukan rekayasa seolah Benny Moerdani adalah biang keladi segala bencana. Fakta baru ini juga semakin menegaskan bahwa upaya fraksi ABRI mengganjal pencalonan Sudharmono sebagai wapres periode 1988 s.d. 1993 dan penempatan Try Sutrisno sebagai wapres periode 1993 s.d. 1998 memang didalangi oleh kelompok Benny Moerdani. Terakhir, terbukti bahwa kerusuhan sebagai jalan menjungkal lawan adalah strategi favorit kelompok binaan Pater Beek di CSIS. KAP Gestapu melakukannya ketika menurunkan Soekarno; Ali Moertopo menjalankan strategi ini saat menjegal Jenderal Soemitro; Benny Moerdani mengebom BCA untuk membungkam kelompok Petisi 50; dan lain sebagainya.

Tapi pertanyaan yang perlu dijawab adalah: apa penyebab Benny Moerdani berubah haluan, dari anjing penjaga Presiden Soeharto yang setia menjadi berkonspirasi menurunkan Presiden Soeharto?

Jawabannya ada pada tulisan Rachmawati Soekarnoputri yang dimuat oleh Harian Rakyat Merdeka edisi 31 Juli 2002 dan 1 Agustus 2002. Dalam tulisan tersebut Rachmawati Soekarnoputri menulis tentang bagaimana Benny Moerdani sakit hati dan dendam kepada Soeharto setelah dicopot mendadak dari posisi Panglima ABRI. Sesaat setelah peristiwa tersebut, Benny Moerdani mendekati keluarga Soekarno dengan maksud menaikan salah seorang dari mereka ke pucuk pimpinan Partai Demokrasi Indonesia dan kemudian menggantikan Presiden Soeharto. Ternyata Megawati Soekarnoputri dan Taufik Kiemas tertarik pada tawaran Benny Moerdani tersebut ,padahal hal itu melanggar konsensus bersama putra-putri Soekarno untuk tidak terjun berpolitik. Secara tersirat, keterangan Rachmawati Soekarnoputri tersebut dibenarkan oleh Megawati Soekarnoputri dalam halaman 229 s.d. 230 dari buku LB Moerdani, Langkah dan Perjuangan yang dikutip sebagai berikut:

“Rekaman lain yang berkesan, ketika Pak Benny bertemu dengan kami, putra-putri Bung Karno. Setelah bapak tidak menjadi Presiden lagi, kami tidak pernah datang ke HUT Kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus, karena kami protes keras soal Ibu kami almarhum, Ibu Fatmawati, yang tidak pernah menerima undangan 17 Agustus. Perkiraan kami karena Ibu, isteri Bapak...

Ketika Pak Benny datang, saya melihat beliau sebagai orang yang sulit untuk tersenyu,, tetapi setelah suasana cair, ternyata beliau bisa membuat humor maupun guyon.

Pak Benny-lah yang membujuk dan mencoba meyakinkan kami untuk datang ke HUT Proklamasi dan berhasil, kami datang ke HUT 17 Agustus. Setelah itu mulailah proses menjalin dan terjalin hubungan dengan Pak Benny. Kami berdua menjadi akrab, baik sebagai anak dan bapak, teman atau sahabat, terutama sebagai sesama warga negara yang selalu ingin membagi pikiran dan perasaan bagi kejayaan bangsa Indonesia...”

Terungkapnya rencana Benny Moerdani mengganti Presiden Soeharto dengan salah satu anak Soekarno, dalam hal ini Megawati Soekarnoputri, menggunakan bendera PDI membuka tabir misteri seorang Benny Moerdani membiarkan konvoi jutaan massa PDI di Jakarta dengan membawa atribut Soekarno pada tahun 1988 dengan alasan demokrasi. Bukan itu saja, hubungan gelap antara Benny Moerdani dan Megawati Soekarnoputri juga membongkar sebuah misteri besar yaitu Peristiwa 27 Juli 1996 dan alasan Megawati Soekarnoputri menolak menyelidiki ketika menjadi presiden. Anehnya lagi, Peristiwa 27 Juli 1996 bahkan tidak termasuk kasus pelanggaran HAM yang akan diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi-JK.

Tentu saja alasan Megawati Soekarnoputri menolak menyelidiki Peristiwa 27 Juli 1996 sekalipun hal itu sempat menimbulkan perpecahan di internal elit PDIP ada hubungan dengan kesaksian Robert Odjahan Tambunan dalam buku tulisannya: Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Kesaksian, di mana dia mengungkap bahwa Megawati Soekarnoputri bisa mencegah jatuhnya korban dalam Peristiwa 27 Juli 1996 karena sudah menerima informasi akan datangnya penyerbuan dari Benny Moerdani beberapa hari sebelumnya, tapi ternyata Megawati lebih memilih kepentingan politik ketimbang kemanusiaan. Megawati Soekarnoputri juga sempat menyogok para korban yang berkumpul di Kelompok 124 supaya tidak menuntut TNI, dan yang lebih aneh lagi, Megawati Soekarnoputri yang terkenal pendendam itu justru memberi jabatan tinggi kepada perwira TNI seperti Sutiyoso dan SBY yang terlibat penyerbuan Kantor PDI waktu itu. Perlu dicatat bahwa Tempo juga pernah menurunkan laporan tentang pengetahuan Megawati Soekarnoputri dari Benny Moerdani akan adanya penyerbuan ke kantor PDI.

Kunci membuka keanehan sikap Megawati Soekarnoputri yang jarang menghadiri peringatan Peristiwa 27 Juli 1996 itu adalah kesepakatan rahasia antara Megawati Soekarnoputri dan Benny Moerdani untuk menurunkan Presiden Soeharto menggunakan anak dari keluarga Soekarno dan PDI. Menggunakan kunci ini, kita dapat menemukan perspektif baru terhadap Peristiwa 27 Juli 1996, yaitu ini adalah saat Benny Moerdani akhirnya mulai menjalankan rencana yang pernah diungkap dalam pertemuan di rumah Fahmi Idris beberapa tahun silam, yaitu menurunkan Presiden Soeharto melalui gerakan massa. Bisa dibilang Peristiwa 27 Juli 1996 juga adalah upaya Benny Moerdani untuk meradikalisasi rakyat sebab satu atau dua kali kerusuhan massa tidak akan bisa menjungkalkan Orde Baru yang sudah mengakar kuat di dalam masyarakat itu. Upaya Benny Moerdani meradikalisasi rakyat dapat dibaca di buku 1996: Tahun Kekerasan, Potret Pelanggaran HAM di Indonesia terbitan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Dari titik tolak pemahaman ini, maka kita bisa memahami alasan pada kongres PDI di Medan, kubu CSIS seperti jeruk makan jeruk, karena saat itu Benny Moerdani dan anak didiknya: Agum Gumelar (bekas ajudan Ali Moertopo) dan AM. Hendropriyono ada di belakang Megawati Soekarnoputri, berhadapan dengan Sofyan Wanandi yang membiayai Dr. Soerjadi menjungkal Megawati Soekarnoputri di kongres Medan. Selain itu penyebar isu Megawati adalah ancaman bagi Presiden Soeharto adalah Aberson Silaholo, yang tidak lain adalah anak didik Ali Moertopo. Ternyata kubu CSIS bukan pecah, melainkan sedang melakukan perekayasaan kondisi agar membakar akar rumput PDI dan meradikalisasi rakyat dengan menciptakan narasi bahwa Megawati, anak Soekarno, diperlakukan tidak adil oleh diktator jahat Soeharto melalui pembusukan di kongres dan penyerbuan kantor PDIP oleh massa Dr. Soerjadi yang disponsori Orde Baru. Padahal sekarang terungkap bahwa Dr. Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri sesungguhnya berada pada kubu yang sama.

Dari Peristiwa 27 Juli 1996 Sampai Kerusuhan 13-14 Mei 1998

Dengan memahami bahwa kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada periode tahun 1996 s.d. 1998 bisa ditarik kepada rekayasa politik yang sedang dijalankan oleh Benny Moerdani dari CSIS bersama kelompok Megawati Soekarnoputri, maka sekarang kita sudah bisa melihat rentetan-rentetan kejadian pada awal tahun 1998 secara lebih jernih. Kita ambil contoh ledakan bom di kamar Blok V, No. 510, Rumah Susun Johar di Jalan Tanahabang III/27, Jakarta Pusat yang terjadi pada hari Minggu, 18 Januari 1998 misalnya. Ledakan tersebut terjadi karena ketiga penghuninya, belakangan diketahui sebagai aktivis Partai Rakyat Demokratik, sedang melakukan kesalahan pada saat merakit bom kecil.

Pemeriksaan lokasi kejadian oleh aparat keamanan menemukan 52 alat bukti antara lain berupa: laptop berisi e-mail; dokumen notulen rapat; beberapa paspor dan KTP atas nama Daniel Indrakusuma alias Daniel Tikuwalu, pendiri dan aktivis PRD; buku tabungan, disket-disket; detonator; amunisi; baterai; timer dan lain sebagainya. Adapun bunyi e-mail dalam laptop antara lain:

a. E-mail dari orang yang memakai nama "Dewa" berbunyi:

"Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima [Dari Asia Watch], sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex [Widya Siregar] bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana, di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Jusuf Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya."

bersambung.......

Diubah oleh qenshi99 20-05-2015 16:37
0
5.3K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.