Presiden Joko Widodo ditengarai akan memberikan grasi kepada setidaknya lima tahanan politik di Papua, khususnya yang terkait dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pemberian grasi itu dilakukan di tengah kunjungan Presiden Jokowi ke Papua. Dikatakan oleh sumber dekat kepresidenan, pengumuman akan dilangsungkan di Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Sabtu (09/05) sore waktu setempat.
Sumber istana memastikan kepada BBC bahwa grasi akan diberikan kepada setidaknya 5 orang tahanan politik.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan bahwa TNI tak keberatan dengan pembebasan sejumlah tahanan politik Papua.
Berbicara kepada wartawan bersama Kapolri Badrodin Haiti jelang kedatangan Presiden Jokowi, ia menegaskan, "Bagi TNI, sejauh itu berdampak positif bagi perbaikan kondisi keamanan Papua".
Ia mengakui TNI diminta masukan oleh presiden, namun, katanya, "hal itu hanya dipertimbangkan untuk mereka yang perbuatannya tidak disertai kekerasan."
Menjawab pertanyaan BBC mengenai gagasan untuk menjadikan Papua sebagai daerah terbuka sebagaimana wilayah Indonesia lain, Moeldoko mengatakan hal itu masih memerlukan kajian lebih jauh.
Ia beralasan yang dilakukan selama ini, "justru untuk melindungi keamanan warga asing yang datang ke Papua."
Moeldoko menepis ketika dipermasalahkan bahwa yang keberatan bukan saja warga asing melainkan juga warga Papua asli yang merasa didiskriminasi karena diperlakukan berbeda dengan warga wilayah lain di Indonesia.
"Kalau warga Papua tidak masalah. Mereka sama saja dengan warga lain. Tidak ada diskriminasi."
![Presiden Jokowi akan berikan grasi kepada lima tapol di Papua](https://dl.kaskus.id/images.detik.com/customthumb/2015/05/09/10/143714_jokowiputihjas.jpg?w=460)
Jayapura, - Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada 5 tahanan politik (tapol). Kelima tahanan politik ini langsung dibebaskan dari Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura.
"Ini adalah upaya sepenuh hati pemerintah dalam rangka untuk menghentikan stigma konflik yang ada di Papua. Kita ingin menciptakan Papua sebagai negeri yang damai," kata Presiden Jokowi dalam jumpa pers di Lapas Abepura, Sabtu (9/5/2015).
Kelima tapol yang dibebaskan adalah Linus Hiluka, Numbungga, Apotnagolik, Kimanus Wenda dan Yaprai Murib. "Pemberian grasi ini agar dilihat dalam rangka bingkai rekonsiliasi untuk terwujudnya Papua damai," sambung Jokowi.
Jokowi menegaskan kelima tapol mendapatkan grasi setelah melewati kajian menyeluruh. "Bukan dipilih. Ini melalui proses panjang (sejak) bulan Januari," ujarnya.
Dia berharap kelima tapol yang dibebaskan bisa berkontribusi saat berbaur dengan masyarakat. Sebab, pembangunan di Papua harus didukung semua pihak.
"Ya kita ingin semuanya, nantinya, bukan hanya yang 5 ini. Bersama pemerintah membangun Papua bersama-sama dengan cara yang berbeda-beda, berkebun mungkin atau (pegawai) honorer," ujar Jokowi.
ember :
http://news.detik.com/read/2015/05/0...t-grasi-jokowi
Kuasa hukum lima tahanan politik atau narapidana politik Papua, Latifah Anum Siregar mengapresiasi grasi yang akan diberikan oleh Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Abepura di Kota Jayapura, Sabtu.
"Kami menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi keputusan presiden dalam konteks membangun kehidupan berdemokrasi yang lebih baik di Indonesia," kata Latifah Anum Siregar di Kota Jayapura, Papua, Sabtu.
Ia mengatakan, pada hari ini Presiden Joko Widodo akan memberikan grasi kepada narapidana Politik dari peristiwa 3 April 2003 di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Grasi yang diberikan menunjukkan langkah maju suatu pemerintahan yang menjunjung tinggi kehidupan demokrasi oleh karena itu kami berharap langkah maju ini hendaknya diikuti dengan langkah maju berikutnya," katanya.
Terkait masalah itu, Anum menjelaskan awal mula proses hukum mereka dari Pengadilan Negeri Wamena yang memvonis Yafrai Murib dan Numbungga Telenggen dan Kanius Murib hukuman dengan hukuman seumur hidup.
Kemudian Linus Hiluka, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikael Heselo dengan hukuman 20 tahun penjara.
Pada Desember 2004, Yafrai Murib (seumur hidup) Numbungga Telenggen (seumur hidup), Linus Hiluka (20 tahun), Apotnaholik Lokobal (20 tahun), Kimanus Wenda (20 tahun) dan Mikael Heselo (20 tahun) dipindahkan ke Lapas Gunung Sari Makasar, Sulawesi Selatan.
"Hanya Kanius Murib yang tidak dipindahkan dengan pertimbangan usia yang sudah tua. Pemindahan paksa itu telah melahirkan advokasi yang panjang untuk memperjuangkan mereka dikembalikan ke Papua," katanya.
Sementara hukuman untuk Kanius Murib sempat dialihkan atau diubah, dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman penjara 20 tahun.
Pada Agustus 2007, Mikael Haselo meninggal dunia di rumah sakit Bayangkara Makasar, setelah sakit sekitar satu bulan.
"Jenasah Mikael Haselo dijemput dan dibawa oleh Komisi F DPR Papua ke kampungnya di Anjelma, Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo," katanya.
Lalu, pada Januari 2008 permohonan pemindahan Yafrai Murib dan kawan-kawan dikabulkan oleh Dirjen PAS Kementrian hukum dan HAM RI tapi tidak ke Wamena.
"Linus Hiluka dan Kimanus Wenda di Lapas Nabire sedangkan Yafrai Murib, Numbungga Telenggen dan Apotnaholik Lokobal di Lapas Biak," katanya.
Pada, 10 Desember 2011, Kanius Murib meninggal dunia setelah beberapa bulan sebelumnya pihak Lapas Wamena telah menyerahkan Kanius kepada keluarganya untuk dirawat atas permintaan keluarga.
Setahun kemudian, atau pada 2012 Kimanus Wenda mengalami tumor kecil dan harus dioperasi. Kimanus dititip sementara di Lapas Abepura, dan menjalani operasi dan berobat di RS Dian Harapan.
"Kimanus kembali di Jayapura sekitar tiga bulan, (Februari - Mei 2012) kemudian dipulangkan kembali ke Lapas Nabire. Di tahun yang sama Yafrai Murib mengalami stroke dan dizinkan berobat sekaligus dipindahkan ke Lapas Abepura," katanya.
Yafrai Murib menjalani pengobatan dan fisioterapi rutin setiap minggu di RS Dian Harapan dan kemudian pindah ke RSUD Jayapura hingga hari pembebasannya.
Maka Linus Hiluka dan Kimanus Wenda di Lapas Nabire. Numbungga Telenggen dan Apotnakolik Lokobal di Lapas Biak dan Yafrai Murib di Lapas Abepura.
"Mereka berlima adalah narapidana politik terlama atau tertua yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan dengan hukuman pidana yang sangat tinggi," ujarnya.
Selain itu, mereka juga dipindahkan dari satu lapas ke lain lapas, yang mengingatkan kita ketika jaman Belanda dimana tahanan atau narapidana dipindahkan dari Batavia ke Holandia dan di jaman kini ada tradisi dari Holandia ke Batavia atau ke tempat lainnya di luar Papua.
"Hari ini, 9 Mei 2015 mereka akan diberikan Grasi oleh presiden RI Ir H Joko Widodo mereka keluar dari penjara kecil ke penjara besar. Mereka mengalami begitu banyak tantangan. Berbagai langkah hukum dan kemanusiaan telah mereka tempuh, mereka berharap akan menjadi lebih bermanfaat jika mereka di luar penjara," lanjutnya.
Anum menyampaikan bahwa pemerintah telah menjunjung tinggi kehidupan demokrasi, menciptakan demokrasi dan menjadi contoh bagi demokrasi terbaik di dunia dengan membuka ruang kebebasan berekspresi, mengembangkan tradisi dialog tanpa kekerasan dan membebaskan tahanan politik dan narapidana politik lainnya yang masih berada di berbagai lembaga pemasyarakatan.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia, terima kasih atas peran semua pihak terutama pihak Kementrian Hukum dan HAM hingga jajarannya di tingkat Kanwil dan Lembaga Pemasyarakatan. Kami berterima kasih kepada berbagai pihak di lokal, nasional dan internasional yang telah memberikan perhatian kepada mereka," katanya.
"Sekali lagi atas nama para narapidana dan tim Penasehat hukum serta koalisi yang mendampingi mereka, kami sampaikan terima kasih," tambahnya. (Ant)
ember :
http://elshinta.com/news/10947/2015/...apat-apresiasi