TS
r.u.c.h.v.e.r
[Ask] Mengenai Sabda Raja Yogyakarta
Quote:
Keluarkan Sabdaraja, Nama Sri Sultan HB X Akan Berubah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, akan segera mengajukan perubahan nama dirinya ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Seperti diketahui, Sri Sultan pada Kamis (30/4/2015) mengeluarkan Sabdaraja di Setihinggil. Di lokasi yang sama, pada 7 Maret 1989 ia dinobatkan sebagai Raja. Acara adat ini, juga dihadiri para kerabat Keraton, sang Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, para sentono dalem, dan abdi dalem.
Namun tak dihadiri sejumlah keluarga Keraton, antara lain GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo, GBPH Condrodiningrat. Begitupula KGPAA Sri Paduka Paku Alam IX. Pangeran yang hadir yaitu KGPH Hadiwinoto.
Menurut penuturan salah satu kerabat Keraton yang hadir di Setihinggil, saat ditemui di kediamannya, Jumat (1/5/2015) mengutarakan, prosesi pembacaan Sabdaraja ini mirip dengan prosesi saat Sultan naik tahta. Sultan mengenakan pakaian keprabon (kebesaran), namun tidak memakai kuluk hitam melainkan memakai kuluk biru.
Ia mengutarakan, dalam Sabdaraja, Sultan menegaskan bahwa ini merupakan perintah Raja yang tidak boleh dibantah. Ada lima hal penting yang disampaikan, di antaranya mengenai perubahan gelar dan perubahan paugeran.
Antara lain penyebutan Buwana akan diubah menjadi Bawana. Dalam gelar Kasultanan tidak lagi menggunakan. Khalifatullah. Kemudian penyebutan Kaping Sedasa diubah menjadi Kaping Sepuluh.
Selanjutnya, akan mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring. Terakhir, Sultan akan menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.
“Buwono itu maknanya ya jagat raya, kalau Buwono ya saya tidak tahu maknanya. Kalau keris Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun merupakan simbol pewaris tahta, kalau Kanjeng Kyai Ageng Kopek itu pusaka saat Sultan sudah bertahta,” kata kerabat Keraton bergelar Kanjeng Raden Tumenggung ini.
Saat Sultan HB X naik tahta, ia memeroleh gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Gelar ini juga sudah tercantum dalam Ketentuan Umum Undang Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY Pasal 1 nomor 5. Yang berbunyi bahwa Kasultanan adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun temurun dan dipimpin seorang Sultan dengan gelar tersebut di atas.
Sementara itu, saat ditemui wartawan dalam sebuah acara di Grha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (1/4/2015), Sultan menegaskan bahwa dirinya akan mengajukan perubahan nama tersebut ke Mendagri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan sejumlah pihak terkait.
“Saya akan laporkan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan sebagainya, bukan untuk pers (publik). Nanti saya lapor dulu (ke Mendagri terkait perubahan nama gelar),” katanya dengan nada tinggi.
Ia juga menegaskan bahwa laporan ke Mendagri tersebut berkaitan dengan perubahan nama gelar Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang otomatis Gubernur DIY.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, akan segera mengajukan perubahan nama dirinya ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Seperti diketahui, Sri Sultan pada Kamis (30/4/2015) mengeluarkan Sabdaraja di Setihinggil. Di lokasi yang sama, pada 7 Maret 1989 ia dinobatkan sebagai Raja. Acara adat ini, juga dihadiri para kerabat Keraton, sang Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, para sentono dalem, dan abdi dalem.
Namun tak dihadiri sejumlah keluarga Keraton, antara lain GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo, GBPH Condrodiningrat. Begitupula KGPAA Sri Paduka Paku Alam IX. Pangeran yang hadir yaitu KGPH Hadiwinoto.
Menurut penuturan salah satu kerabat Keraton yang hadir di Setihinggil, saat ditemui di kediamannya, Jumat (1/5/2015) mengutarakan, prosesi pembacaan Sabdaraja ini mirip dengan prosesi saat Sultan naik tahta. Sultan mengenakan pakaian keprabon (kebesaran), namun tidak memakai kuluk hitam melainkan memakai kuluk biru.
Ia mengutarakan, dalam Sabdaraja, Sultan menegaskan bahwa ini merupakan perintah Raja yang tidak boleh dibantah. Ada lima hal penting yang disampaikan, di antaranya mengenai perubahan gelar dan perubahan paugeran.
Antara lain penyebutan Buwana akan diubah menjadi Bawana. Dalam gelar Kasultanan tidak lagi menggunakan. Khalifatullah. Kemudian penyebutan Kaping Sedasa diubah menjadi Kaping Sepuluh.
Selanjutnya, akan mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring. Terakhir, Sultan akan menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.
“Buwono itu maknanya ya jagat raya, kalau Buwono ya saya tidak tahu maknanya. Kalau keris Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun merupakan simbol pewaris tahta, kalau Kanjeng Kyai Ageng Kopek itu pusaka saat Sultan sudah bertahta,” kata kerabat Keraton bergelar Kanjeng Raden Tumenggung ini.
Saat Sultan HB X naik tahta, ia memeroleh gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Gelar ini juga sudah tercantum dalam Ketentuan Umum Undang Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY Pasal 1 nomor 5. Yang berbunyi bahwa Kasultanan adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun temurun dan dipimpin seorang Sultan dengan gelar tersebut di atas.
Sementara itu, saat ditemui wartawan dalam sebuah acara di Grha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (1/4/2015), Sultan menegaskan bahwa dirinya akan mengajukan perubahan nama tersebut ke Mendagri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan sejumlah pihak terkait.
“Saya akan laporkan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan sebagainya, bukan untuk pers (publik). Nanti saya lapor dulu (ke Mendagri terkait perubahan nama gelar),” katanya dengan nada tinggi.
Ia juga menegaskan bahwa laporan ke Mendagri tersebut berkaitan dengan perubahan nama gelar Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang otomatis Gubernur DIY.
Quote:
BREAKING NEWS: Sultan Tetapkan GKR Pembayun Jadi GKR Mangkubumi
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bertempat di Siti Hinggil, Sri Sultan HB X kembali mengeluarkan Sabdaraja, Selasa (5/5/2015).
Tiba di Siti Hinggil sekitar pukul 10.50 dari Keraton Kilen dengan mengenakan pakian kebesaran warna hitam dan kuluk biru, Sultan HB X didampingi Permaisuri GKR Hemas.
Berdasarkan salah satu keterangan salah satu Abdi Delam, Raden Wedono Ngabdul Sada menyatakan Sabdaraja yang berlangsung singkat tersebut menetapkan perubahan nama dan gelar GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
Ditambahakan KRT Yudhahadingrat Sabdaraja kali ini hanya memuat satu poin. Untuk keterangan lebih lanjut dia meminta semua pihak menunggu keterangan dari keraton.
Diberitakan sebelumnya, keputusan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabdaraja mendapat kritikan dari salah satu kerabat keraton, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat.
Adik Sultan HB X tersebut menyatakan sebagai seorang Raja, Sultan HB X seharusnya mempertimbangkan setiap perkataan yang dikeluarkan.
"Sebagai seorang pemimpin seharusnya bijaksana dan mempertimbangkan setiap pernyataan yang dikeluarkan. Jangan sampai membuat keadaan ramai," ujar Gusti Yudha, Sabtu (2/5/2015).
[baca : Sejarawan UGM : Sabdaraja Hak Mutlak Sepenuhnya Seorang Raja]
Menurut Gusti Yudha, isi Sabdaraja yang disampaikan Sultan HB X telah menabrak paugeran yang selama ini ada. Salah satu yang dikritisi oleh Gusti Yudha adalah diubahnya gelar dan nama yang disandang Raja Yogyakarta.
Menurutnya nama dan gelar yang disandang seorang Raja Yogyakarta telah ditentukan oleh pendiri kerajaan, jika terjadi perubahan nama dan gelar harus merubah seluruh paugeran yang ada.
"Raja Yogyakarta, sejak awal berdirinya Keraton hingga saat tidak pernah mengalami perubahan dan telah ditetapkan seperti itu. Tatanan tersebut berlaku turun-temurun dan tidak bisa sembarangan diubah. Jika tatanan tersebut diubah berarti bukan Yogyakarta lagi, tetapi ada keraton baru," ujarnya.
Selain mengkritisi perubahan nama dan gelar, Gusti Yudha juga mengkritisi tentang perubahan perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring.
Menurutnya perjanjian tersebut tersebut juga telah menjadi pedoman secara turun temurun yang selama ini tidak menimbulkan polemik.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan apa yang melatarbelakangi Sultan mengeluarkan Sabdaraja, Gusti Yudha juga tidak mengetahuinya secara pasti. Tetapi dia juga tidak bisa menepis jika ada anggapan bahwa Sabdaraja tersebut untuk memberikan jalan kepada Putri Dalem naik tahta.
Saat menyampaikan Sabdaraja, Sultan mengenakan pakaian keprabon (kebesaran), yang memakai kuluk biru (wakidan biru).
"Dengan mengenakan pakaian kebesaran dan menyatakan bahwa apa yang disampaikannya merupakan dawuh dari yang Maha Kuasa, apa yang disampaikan Sultan akan memiliki pertanggung jawaban yang berat," ucap Gusti Yudha.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bertempat di Siti Hinggil, Sri Sultan HB X kembali mengeluarkan Sabdaraja, Selasa (5/5/2015).
Tiba di Siti Hinggil sekitar pukul 10.50 dari Keraton Kilen dengan mengenakan pakian kebesaran warna hitam dan kuluk biru, Sultan HB X didampingi Permaisuri GKR Hemas.
Berdasarkan salah satu keterangan salah satu Abdi Delam, Raden Wedono Ngabdul Sada menyatakan Sabdaraja yang berlangsung singkat tersebut menetapkan perubahan nama dan gelar GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
Ditambahakan KRT Yudhahadingrat Sabdaraja kali ini hanya memuat satu poin. Untuk keterangan lebih lanjut dia meminta semua pihak menunggu keterangan dari keraton.
Diberitakan sebelumnya, keputusan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabdaraja mendapat kritikan dari salah satu kerabat keraton, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat.
Adik Sultan HB X tersebut menyatakan sebagai seorang Raja, Sultan HB X seharusnya mempertimbangkan setiap perkataan yang dikeluarkan.
"Sebagai seorang pemimpin seharusnya bijaksana dan mempertimbangkan setiap pernyataan yang dikeluarkan. Jangan sampai membuat keadaan ramai," ujar Gusti Yudha, Sabtu (2/5/2015).
[baca : Sejarawan UGM : Sabdaraja Hak Mutlak Sepenuhnya Seorang Raja]
Menurut Gusti Yudha, isi Sabdaraja yang disampaikan Sultan HB X telah menabrak paugeran yang selama ini ada. Salah satu yang dikritisi oleh Gusti Yudha adalah diubahnya gelar dan nama yang disandang Raja Yogyakarta.
Menurutnya nama dan gelar yang disandang seorang Raja Yogyakarta telah ditentukan oleh pendiri kerajaan, jika terjadi perubahan nama dan gelar harus merubah seluruh paugeran yang ada.
"Raja Yogyakarta, sejak awal berdirinya Keraton hingga saat tidak pernah mengalami perubahan dan telah ditetapkan seperti itu. Tatanan tersebut berlaku turun-temurun dan tidak bisa sembarangan diubah. Jika tatanan tersebut diubah berarti bukan Yogyakarta lagi, tetapi ada keraton baru," ujarnya.
Selain mengkritisi perubahan nama dan gelar, Gusti Yudha juga mengkritisi tentang perubahan perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Pemanahan dengan Ki Ageng Giring.
Menurutnya perjanjian tersebut tersebut juga telah menjadi pedoman secara turun temurun yang selama ini tidak menimbulkan polemik.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan apa yang melatarbelakangi Sultan mengeluarkan Sabdaraja, Gusti Yudha juga tidak mengetahuinya secara pasti. Tetapi dia juga tidak bisa menepis jika ada anggapan bahwa Sabdaraja tersebut untuk memberikan jalan kepada Putri Dalem naik tahta.
Saat menyampaikan Sabdaraja, Sultan mengenakan pakaian keprabon (kebesaran), yang memakai kuluk biru (wakidan biru).
"Dengan mengenakan pakaian kebesaran dan menyatakan bahwa apa yang disampaikannya merupakan dawuh dari yang Maha Kuasa, apa yang disampaikan Sultan akan memiliki pertanggung jawaban yang berat," ucap Gusti Yudha.
Saya mau tau tentang Sabdaraja yang dikeluarkan oleh Sri Sultan seperti berita diatas.
Menurut suhu" sekalian apa ada dampak dari segi supranatural dari sabdaraja tersebut?
Mengingat banyak mitos" yang banyak bertebaran mengenai kesultanan Jogja.
Jujur saja saya bukan orang Jawa namun tertarik mengenai kerajaan" Jawa.
Sebelumnya mohon maaf kalo saya salah :maafgan
0
3K
Kutip
11
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Budaya
2.3KThread•1.1KAnggota
Terlama
Thread Digembok