Gan, salam kenal. Ane lahir dan besar di kota kecil. Sampe kuliah ane baru ngerasain hidup di kota besar, yaitu Jogja. Sebelumnya ane hanya berkunjung liburan di kota lain. Ane cerita sbg diri ane yg berumur saat tulisan ini dibuat gan, yg lebih dewasa dan matang , memandang kehidupan ane di umur2 sebelumnya.



Di masa kuliah itu ane mulai menikmati fasilitas2 yg belum pernah ane cicipi. Mall, kuliner, tempat olahraga, dll. Di dalam mall sendiri udah cukup untuk shopping barang bermerk Gaya hidup ane mulai berubah agak mentingkan materi.
Setelah lulus kuliah, ane balik ke kota ane dan punya usaha sendiri. Di masa awal tahap ini ane banyak mengalami stress dan buat hiburan ane nginep di hotel bintang 4. Satu dua tahun gaya hidup stress itu ane lakuin gan sampe akhirnya ane terpuruk. Bukan terpuruk secara ekonomi. Tapi, hati mulai berantakan. Ada kekosongan. Ada yg salah sedang terjadi.



Skip skip. Tahun 2015. Ane mulai menggabungkan pandangan ane dari sisi masa kecil dan masa sekarang. Hati ane trenyuh gan saat ngetik tulisan ini Teringat yg ngga pernah ane lakuin dari apa yg diajarin bokap yang udah almarhum: lipat gulung tempat pasta gigi sampe bener2 isinya habis, pake sabun mandi batangan sampe kecil ngga muat di telapakan terus ditempel ke sabun baru, botol sampo sisa dikit isinya dituangin air supaya masih bisa kepake, dll.





Berawal dari didikan itu gan, ane baru sadar sekarang ada gap/jarak yg sangat besar tentang gaya hidup sederhana. Hp ane nokia X1, tanpa kamera. Penampakannya gini:


Ane melihat gan sekarang gaya hidup: “Muda Kaya Raya. Tua Bahagia. Mati Masuk Surga”. Seenggaknya itu judul buku yg pernah ane lihat di jaman SD dan terjadi juga secara kenyataan. Memang hidup adalah pilihan gan, meskipun tiap hari agan melihat iklan2 barang, terserah agan membeli sesuai kebutuhan atau melebihi, termasuk melebihi kemampuan agan.
Dampaknya, setidaknya yang ane rasakan, alami, dan lihat:
1. Manusia menjadi egois/lebih memikirkan diri sendiri
2. Politik hanya sebagai tontonan bagi masyarakat
3. Manusia lebih peduli duid dan materi
4. Seseorang merasa dirinya lebih “hebat” ketika duidnya lebih banyak, akibatnya sombong
5. Tidak peduli “keselamatan” karena merasa pikirannya pintar, seakan2 segalanya bisa diselesaikan dg otak
6. Alam makin rusak
7. Alam Indonesia yang kaya raya tidak bisa mensejahterakan rakyatnya
8. Ilmu pengetahuan makin jauh dari kebenaran dan banyak orang yang mengikutinya
9. Komunikasi antar sesama makin tidak nyambung… tulalit… tulalit…
10. Kejahatan melebihi batas

Kesepuluh poin diatas, jika digabungkan sebenarnya adalah sebab-akibat dimana satu hal memunculkan hal lainnya.
Harapan ane dengan tulisan ini, setidaknya akan ada banyak orang yg terketuk pintu hatinya untuk memperbaiki keadaan. Setidaknya perbaikan ke diri kita masing2. Contoh: yang masih minta duid ke orang tua, dengan hidup sederhana, orang tua juga tenang hatinya. Kalau malah orang tua mengajari boros, seenggaknya agan ambil inisiatif untuk tidak tergoda.
Sedikit Pencerahan Tentang Merk Impor
Ane lagi demen fotografi dan lihat2 review di youtube. Harga kamera di luar negeri dan dalam negeri hanya selisih dikit jika di kurs rupiah. Negara yang memakai mata uang USD, setahu ane memang gajinya gede tapi kebutuhan hidup juga gede. Dan kebijakan penjualan barang internasional, setahu ane, dengan kurs yang berbeda2 harus satu harga. Misal, merk semacam NIKEN, ADIMAS, OKLEY BINGITZ hehehehe bagi masyarakat USD harganya sesuai gaji mereka, tapi kalau masuk Indonesia jadi berkesan mahal gan.