Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

artha.doeloeAvatar border
TS
artha.doeloe
PSSI oh PSSI
PSSI oh PSSI


PSSI dibekukan - Muncul Ketum Baru

Walaupun PSSI telah dibekukan, Kongres luar biasa Persatuan sepak bola seluruh Indonesia, PSSI di Surabaya tetap digelar dan sepakat memilih La Nyalla Mahmud Mattaliti sebagai ketua umum PSSI, Sabtu (18/05) siang.
Diwarnai pengunduran diri sejumlah calon ketua umum, seperti Ketum PSSI yang lama Djohar Arifin, La Nyalla memperoleh suara terbanyak dan mengalahkan para pesaingnya.

Ketua Umum PSSI yang terpilih, La Nyalla Mahmud mengatakan, pemilihan dirinya sah secara hukum dan organisasi. Dia juga mempertanyakan langkah pembekuan PSSI yang dilakukan Kemenpora.

"Negara kita adalah negara hukum. Jadi apapun yang dilakukan oleh Menpora, kita akan sampaikan bagian hukum PSSI," kata La Nyalla kepada wartawan, usai terpilih dalam Kongres luar biasa, Sabtu (18/04).

Sebelumnya, Kementerian Pemuda dan Olah raga mengeluarkan surat pembekuan terhadap PSSI pada tanggal 17 April 2015. "Benar, kami telah mengeluarkan surat tersebut," kata juru bicara Kementrian Pemuda dan Olahraga, Gatot Dewa Broto.

Kemenpora dalam surat itu "memberikan sanksi administratif yaitu tidak mengakui seluruh kegiatan PSSI".
Menpora juga menyatakan "setiap keputusan dan/atau tindakan yang dihasilkan oleh PSSI termasuk Keputusan hasil Kongres Biasa dan Kongres Luar Biasa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, tidak sah dan batal demi hukum."

Sejumlah pemberitaan menyebutkan, Kemenpora membekukan PSSI setelah organisasi induk sepak bola Indonesia ini tidak mengakui hasil rekomendasi Badan Olahraga profesional Indonesia, BOPI, yang melarang keikutsertaan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya dalam liga sepak bola.

Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Olahraga dan Pemuda nomor 01307 tahun 2015. Kemenpora menggunakan dua pertimbangan sebelum akhirnya berani membekukan PSSI.

Salah satunya ialah melaksanakan ketentuan pasal 121 ayat 2 dan pasal 122 ayat 2 huruf g peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2007 tentang penyelenggaraan keolahragaan.

Dalam aturan itu disebutkan, Menpora mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi administratif pada setiap pelanggaran administratif dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan tingkat nasional.

Selain itu, Kemenpora juga geregetan dengan sikap bandel yang ditunjukkan PSSI. Sebelumnya, Kemenpora memberikan tenggat waktu dalam teguran tertulis nomor 01133/Menpora/IV/2015 tanggal 8 April 2015. Selain itu, ada pula teguran tertulis II nomor 01306/Menpora/IV/2015 tanggal 16 April 2015.

“PSSI nyata-nyata secara sah dan meyakinkan telah terbukti mengabaikan dan tidak mematuhi kebijakan pemerintah melalui teguran tertulis itu,” demikian bunyi surat Kemenpora.

“Perlu menetapkan keputusan Menpora tentang sanksi administratif berupa kegiatan keolahragaan PSSI tidak diakui,” tambah pernyataan resmi Menpora.


Dilema Pembubaran PSSI

Banyak suara sumbang diluar, mulai dari kicauan di media sosial yang tak ada habisnya yang mengecam PSSI, media cetak, media elektronik dan aksi turun jalan, yang menyerukan untuk membubarkan PSSI, membekukan PSSI, merevolusi PSSI bahkan seorang menpora dituntut untuk membubarkan kepengurusan PSSI. Yang menjadi persoalan adalah siapakah yang berwenang membubarkan kepengurusan PSSI, membekukan PSSI.

Saat ini tingkat kepercayaan PSSI harus diakui dan PSSI harus mau mengakui kalau sudah pada tingkat yang paling rendah bahkan sudah meresahkan masyarakat. Mulai dari tudingan diisi oleh mafia bola, sumber pengaturan skor pertandingan, isu transparansi, isu korupsi di PSSI dan masih banyak hal negatif lainnya. Sehingga karena hal negatif tersebut berdampak buruk pada kondisi persepakbolaan Indonesia saat ini.

Pertama-tama harus dipahami terlebih dahulu PSSI merupakan badan privat yang memiliki anggota sendiri dan bukan merupakan badan publik, meskipun permainan sepakbola merupakan milik publik. Ekstremnya, saya sependapat dengan pendapat HInca Panjaitan dalam acara Mata Najwa yang menyebutkan bahwa “Sepakbola milik FIFA”. Kalau tidak setuju dengan itu maka lupakanlah World Cup, karena meski permainan sepakbola milik publik tetapi untuk sepakbola professional segala peraturan didalamnya dibentuk oleh FIFA.

Sehingga masyarakat tidak bisa semena-mena, menuntut pembubaran pengurus PSSI, membekukan PSSI karena masyarakat tidak mempunyai jalur untuk menuntut hal tersebut, kecuali jika menjadi anggota dari PSSI sehingga mempunyai hak suara.

Dalam Statuta FIFA pasal 17 ayat 2 menyebutkan bahwa para anggota FIFA haruslah independen.
1. Each Member shall manage its affairs independently and with no influence from third parties.
2. A Member’s bodies shall be either elected or appointed in that Association. A Member’s statutes shall provide for a procedure that guarantees the complete independence of the election or appointment.”

Dalam pasal 13 Statuta FIFA yang menjelaskan mengenai kewajiban anggotanya disebutkan bahwa :
1. Members have the following obligations:
- to comply fully with the Statutes, regulations, directives and decisions of FIFA bodies at any time as well as the decisions of the Court of Arbitration for Sport (CAS) passed on appeal on the basis of art. 66 par. 1 of the FIFA Statutes;
- to take part in competitions organised by FIFA;
- to pay their membership subscriptions;
- to ensure that their own members comply with the Statutes, regulations, directives and decisions of FIFA bodies;
- to create a Referees Committee that is directly subordinate to the Member;
- to respect the Laws of the Game;
- to manage their affairs independently and ensure that their own affairs are not influenced by any third parties;
- to comply fully with all other duties arising from these Statutes and other regulations.
2. Violation of the above-mentioned obligations by any Member may lead to sanctions provided for in these Statutes.
3. Violations of par. 1 (g) may also lead to sanctions even if the third-party influence was not the fault of the Member concerned

Dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa PSSI sebagai asosiasi oleharaga yang bernaung dibawah FIFA memiliki sifat otonomi, self-regulation dan non-intervensi dari pihak ketiga bahkan dari negara sekalipun. Jika ada intervensi terhadap PSSI berdasarkan Statuta FIFA, PSSI dapat disanksi dan dikeluarkan dari keanggotangan FIFA dan secara otomatis pula Indonesia tidak akan bisa berkiprah di ajang Internasional dan hal tersebut akan menjadi bencana bagi Indonesia.

Dalam UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional tidak ada ketentuan yang menerangkan bahwa PSSI harus bertanggung jawab kepada menteri. PSSI hanya diperintah untuk melaporkan prestasinya kepada pemerintah. Karena, memang PSSI tidak dibentuk oleh negera tapi merupakan organisasi bersifat privat yang dibentuk oleh sekumpulan orang dan berafiliasi kepada FIFA yang juga merupakan organisasi privat internasional.

Tapi, wajar saja jika saat ini PSSI dikritik habis-habisan tetapi tetap tak ada perubahan pada prestasi persepakbolaan kita, bahkan sebelumnya ada skandal memalukan mengenai kasus sepakbola gajah atau match fixing antara PSIS Semarang dan PSS Selaman. Masyarakat secara otomatis yang merasa ikut memiliki Tim Nasional Indonesia menjadi gusar karena prestasi sepak bola Indonesia makin terpuruk dan makin tercoreng di mata dunia. Maka, mereka komplain kepada Menpora karena masyarakat tidak tahu kemana lagi akan komplain, mereka merasa aspirasinya tidak didengarkan PSSI dan prestasi sepakbola Indonesia juga tak kunjung membaik, padahal Menpora sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk membubarkan PSSI dan melakukan perubahan ditubuh PSSI. It’s Imposible!!

Jika kita terlalu terburu-buru melakukan gerakan ‘nekat’ membubarkan PSSI melalui seorang Menpora maka dapat dipastikan akan terjadi gejolak yang dahsyat terutama disisi legalitas. Perlu diingat ,kita memiliki sejarah kelam mengenai dualisme Liga Professional, Dualisme Tim Nasional bahkan dualisme PSSI. Kita tentu tidak ingin hal tersebut terjadi lagi, kita harus mau belajar dari sejarah tersebut agar tidak terulang kembali. Jika sejarah tersebut terulang tentu pemain-lah yang menjadi korban dan tentu nama baik Indonesia dikancah persepakbolaan Indonesia makin terpuruk. Selain itu juga kasihan dengan mimpi-mimpi para anak-anak kecil yang setiap hari di pagi dan sore giat berlatih sepakbola di lapangan demi cita-citanya yaitu mengenakan kostum Tim Nasional, mengangkat harkat dan martabat Indonesia dan menjadi pemain top dunia, mau dikemanakan mimpi mereka jika kita mendahulukan egoisme kita semata dengan terburu-buru bertindak nekat membubarkan PSSI melalui jalur yang tidak seharusnya.

Kita bisa belajar dari berbagai kasus federasi-federasi negara lain yang pernah di ban oleh FIFA karena intervensi pemerintah dalam memilih ketua umum dan merombak struktur federasi tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam statuta. Sebut saja Brunei Darussalam, federasi negara tersebut pernah di Ban karena pemerintah Brunei membentuk federasi sendiri dan timbul kekacauan. Kemudian FIFA membentuk komite normalisasi dan diadakan pemilihan ulang tanpa campur tangan pemerintah. Dari kasus tersebut dapat kita ambil pelajaran, bahwa pembubaran PSSI tanpa konsep yang jelas tidak akan pernah berhasil karena FIFA tentu akan intervensi dan mengadakan komite normalisasi dan pembubaran PSSI akan sia-sia.

Maka, dengan fakta seperti itu. Sekarang bola berada di tangan anggota PSSI yaitu klub-klub yang bernaung di PSSI. Apakah ingin memelihara kondisi seperti ini yang tentu saja bertolak belakang dengan apa yang diinginkan masyarakat untuk “membersihkan PSSI” ataukah Anggota PSSI ingin mengubah kondisi sepakbola Indonesia menjadi lebih baik dengan agenda “Bersih-bersih PSSI”.

Mau tidak mau para petinggi PSSI harus mengadakan evaluasi besar-besaran. Mereka harus mau bercermin dan mendengarkan suara masyarakat meskipun pada asasnya PSSI merupakan badan privat. Karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap PSSI saat ini berada dititik nadir. PSSI memang lembaga otonomi tapi mereka memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat Indonesia mengenai terpuruknya prestasi sepakbola kita saat ini.

Tetapi problematika di kenyataan yang terjadi, seluruh pemegang hak suara seakan-akan tutup mata dan diam seribu bahasa mengenai carut-marutnya kondisi sepakbola di Indonesia. Entah karena ancaman, sogokan uang dan lain-lain yang hanya Tuhan dan mereka saja yang tahu.

PSSI tidak boleh lagi untuk berlindung dibalik asas keotonomian dan non-intervensi dirinya. PSSI juga dituntut untuk lebih bersikap transparan demi kemajuan sepakbola Indonesia. Anggota PSSI juga harus berani mondorong untuk mengubah kondisi PSSI dari stigma organiasasi yang tidak berintegritas, tidak tranparan dan tidak terpercaya menjadi asosiasi yang memiliki integritas tinggi, transparan dan terpercaya demi kemajuan sepak bola kita dan demi nama baik Indonesia di kancah dunia.


Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3


PSSI oh PSSI
0
2.7K
20
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.