Mira—ia ingin hanya nama ini yang ditulis—tak canggung menyebut dirinya germo. Pesan-pesan masuk ke gawai perempuan 30 tahun itu berasal dari calon pelanggan yang bertanya dan membuat janji kencan dengan anak-anak asuhnya. Mira menyebut mereka dengan panggilan “angels”.


Dia bersedia ditemui dan bercerita tentang bisnis prostitusi dunia maya karena gemas oleh berita-berita yang menyorot kematian teman baiknya, Deudeuh Alfisahrin. Kami bertemu di kamar kosnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu pekan lalu.


“Saya kenal dunia ‘bisyar’ alias ‘bisa dibayar’ ini dari Deudeuh,” ucapnya. Delapan tahun lalu, pemandu karaoke ini bertemu dengan Deudeuh yang mengajarinya bisnis prostitusi melalui media sosial. Waktu itu jejaring sosial Friendster sedang tren. “Penghasilan Deudeuh sebulan Rp 50 juta.”


Mira terlihat bersedih setelah Deudeuh meninggal. Dia memiliki delapan angels usia 20-30 yang fotonya ia pajang di akun Twitter, Facebook, web, dan forum obrolan dunia maya, seperti Bintang Mawar atau Krucil. Dengan alasan keamanan karena pemerintah berencana membekukan akun-akun penjaja seks, dia menolak akun Twitter berpengikut 28 ribu itu ditulis. Di akun ini, ia memajang nomor telepon yang ia pegang sendiri.


Maka para angels itu praktis tak berhubungan langsung dengan tamu-tamunya. Mira yang menentukan waktu dan tempat ketemu. Ia menyewa satu unit apartemen di Kalibata khusus untuk pertemuan angels dengan para tamu. “Jika tamu mau di hotel, saya tinggal minta angels ke sana,” tuturnya.


SUMBER