Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

robiexel88Avatar border
TS
robiexel88
"PERISTIWA DI BALIK PALAGAN BUBAT YANG SESUNGGUHNYA TERJADI"
Palagan Bubat, Senin/ March 4th, 2013

Palagan Bubat merupakan peristiwa fenomenal yang hingga kini menjadi polemik di segenap entitas masyarakat Sunda dan Jawa, terutama tentang validitas terjadinya peristiwa tersebut. Keraguan tersebut berpangkal pada persepsi yang dilontarkan kalangan pakar atas ketiadaan bukti tertulis.

Mengapa peristiwa BUBAT tidak tercatat dalam dokumen prasasti, baik di Majapahit maupun di Tatar Sunda? Karena peristiwa tersebut merupakan AIB, NODA YANG SANGAT TERCELA DAN SANGAT NISTA bagi Kerajaan Adikuasa di Nusantara saat itu.

Negara Adikuasa tersebut sebagai penguasa JATENG dan JATIM (menurut tatanan geografis sekarang), namun tidak menguasai Tatar Sunda/Pasundan! Klaim Majapahit sebagai Negara Adikuasa saat itu, diungkapkan secara resmi di dalam dokumen Prasasti Tuhannyaru (Jayanegara) yang mencantumkan tatanan politik Majapahit terstruktur berlandaskan kosmologi konsep keagamaan Hindu-Budha, yakni Doktrin Brahma yang berbunyi : " Jagat semesta ini terdiri dari sebuah Benua bernama Jambudwipa yang berbentuk lingkaran konsentris.

Di luar lautan ke tujuh atau yang terakhir, Jagat Semesta ditutup barisan pegunungan yang besar disebut Cakrawala. Di tengah-tengah Jambudwipa terdapat sebuah gunung yang menjadi pusat peredaran matahari, bulan dan bintang2. Di puncak gunung yang disebut Gunung Meru terdapat kota, tempat tinggal para dewa dikelilingi tempat tinggal para dewa lokapala"

Pandangan kosmologis ini mempengaruhi alam pikiran manusia yang akhirnya melahirkan konsep2 (keagamaan) tentang hubungan dunia manusia dan jagat semesta. Antara lain terhadap kegiatan poltik dan budaya, terutama struktur dan susunan pemerintahan kerajaan2 kuno di kawasan Asia Tenggara umumnya.

Raja dan kerajaannya dianggap sebagai mikrokosmos, gambaran nyata dari jagat semesta sebagai makrokosmos. dengan demikian raja dan istananya di ibukota adalah pusat susunan mikrokosmos tersebut. Bahwa antara dunia manusia dan alam semesta dipandang memiliki kesejajaran, juga dianut Majapahit seperti yang tertulis dalam Prasasti Tuhanyaru (1323M).

Maka sebenarnya Adikuasa dalam tatanan politik Majapahit itu lebih cenderung diinterpetasikan sebagai konsep simbol belaka, karena ketiadaan dokumen resmi tertulis (prasasti) yang menyebutkan adanya penaklukkan terhadap negara-negara di luar Majapahit ini.

Semuanya hanya dimaksudkan semata untuk menempatkan dengan mengatur tata letak strategis Kerajaan Majapahit dalam eksistensinya di Nusantara, apalagi ketika itu di Aceh sudah berkembang Kerajaan Islam (makam Siti Maimun binti Hatimah), apa mungkin kerajaan Islam mengakui kedaulatan Kerajaan yang dianggap musyrik, kecuali sebagai Negara sahabat atau kongsi dalam kegiatan perdagangan ....

Jika Mapahit kosmisnya berlandaskan doktrin Hindu-Budha, maka jauh berbeda dengan TATAR SUNDA, pada saat itu Priangan Timur/Puseur galuh dan Priangan Barat?Puseur Sunda sudah menyatu dalam satu Panji Kekuasaan yang disebut GALUH PAKWAN.

Konsepnya, yaitu TRI TANG TU DI BUMI (Sebagaimana sejak awal dilambangkan oleh Regalia TRISULA Prasasti Tugu). Tetapi jelas Sunda masih tetangga dekat dalam tatanan Pulau Jawa. Gajah Mada rupa2nya terpacu untuk menyatukan Pulau Jawa dalam panji Kuasa Rajanya (Hayam Wuruk) demi karier politik pribadinya dalam kerajaan.

Lantas ia berikrar Sumpah Palapa sebagai puncak pengabdiannya, mengapa??? Disinyalir (berdasarkan cerita rakyat) waktu itu, Hayam Wuruk merupakan anak Gajah Mada dari buah perkimpoian gelap (selibat/perselingkuhan) dengan seorang Ratu Majapahit, maka itu Sumpah Palapa selain hendak merealisasikan kosmologi Tuhanyaru, juga menjunjung putra kandungnya yang saat itu sedang bertakhta, jerih payah Gajah Mada memang tidak sia-sia, karena pada saat Hayam Wuruk memerintah dijuluki Sanghyang Wekas ing Sukha simbol puncak kejayaan Majapahit di bawah perintah Hayam Wuruk.

Alih2 Hayam Wuruk hendak mengawini Putri sunda/PITALOKA~CITRARESMI yang terkenal konon karena kecantikan dan kemolekannya, maka lamaran Hayam Wuruk lantas diterjemahkan oleh Gajah Mada sebagai persembahan upeti Sunda/Pajajaran kepada Majapahit. Maka sisanya adalah sejarah, terjadilah PALAGAN BUBAT dan SUNDA binasa seketika... bukan main2...PEMBANTAIAN!!! Yang menjadi pertanyaan apakah benar Prabu Linggabhuana berani melanggar Purbatisti dan Purbajati di dalam cara mengantarkan putrinya ke pihak pengantin pria. Atau ada faktor lain yang membuat Beliau mengambil keputusan seperti itu.

Mungkin atas dasar kenyataan, bahwa ada 2 (dua) penerus sah dari takhta KERAJAAN SUNDA yang menjadi Raja Besar di Jateng dan Jatim, 1. Sanjaya/Rakeyan Jamri/Prabu Harisdarma, menjadi Raja di Kerajaan Mataram Hindu (732-760 M)...ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno, dan sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya. 2. Kerajaan Sunda (723-732 M), Raden Wijaya/Raden Susuruh adalah penerus sah Kerajaan Sunda ke-27, yang lahir di Pakuan, menjadi Raja Majapahit I (1293-1309 M), maka sang Prabu linggabhuana ingin menyatukan kembali hubungan persaudaraan di antara mereka.

Jelas Majapahit menyerang rombongan Kerajaan Sunda yang dalam keadaan tanpa senjata dan persiapan perang, INILAH AIB KERAJAAN MAJAPAHIT yang tak tertanggungkan dosa besar dalam tatanan agama maupun politik, karena itu TIDAK AKAN PERNAH dicantumkan dalam Kitab KAkimpoi NEGARAKERTAGAMA oleh Mpu Prapanca. Negarakertagama ditulis sebagai PUJASASTERA seorang Pujangga Prapanca dengan tujuan moksha, maka setiap kata-kata atau kalimat yang diungkapkannya melantunkan pengabdian dan pujian tertinggi kepada Hayam Wuruk (kala itu Raja dipandang titisan DEWA di bumi, baik pemimpin tertinggi politik maupun keagamaan).

Maka yang mencantumkan Peristiwa BUBAT adalah CARITA PARAHYANGAN dan PARARATON (karya sastra tradisi kecil karena itu lebih lugas dan gamblang dalam bercerita tentang peristiwa bersejarah) tergolong Historiografi Tradisional dan validitasnya telah diuji secara Filologia, maka sah dipakai sebagai sumber sejarah.

Ulah Gajah Mada sebenarnya merupakan perpanjangan tangan Paman Hayam Wuruk yang berjuluk BHRE WENGKER berkedudukan sebagai tangan kanan Hayam Wuruk pada saat itu (keluarga senior di lingkungan istana dan sarat pengalaman Ipoleksosbud).

Ia tak rela takhta Majapahit tercampur Sunda, maka ia menghasut Gajah Mada (dengan ancaman The Red Core Gajah Mada atas perselingkuhannnya) untuk membalikkan lamaran Hayam Wuruk menjadi suatu peristiwa BEJAT/NISTA/MEMALUKAN. Kenyataannya Raja Hayam Wuruk dinikahkan dengan adik sepupunya (siapa lagi kalau bukan puteri kandung BHRE WENGKER).

Disinyalir dari berbagai naskah, politik Gajah Mada memang kotor, berbagai pemberontakan dari dalam Kerajaan seperti Sora, Nambi juga Tanca sebenarnya adalah hasutan Gajah Mada, karena Gajah Mada sangat sebal kepada Prabu JAYANEGARA yang doyan PEUNYEUM.....ya Penyeumpuan, ia menggunakan tabib Tanca untuk mengobati bisulnya Jayanegara.

Guna menghudang dendam, maka isteri Tabib Tanca diumpankan terlebih dahulu ke atas ranjang Jayanegara. Lalu diundanglah tabib Tanca oleh gajah Mada untuk mengobati bisul Jayanegara. Akhirnya dendam lama terkuak, Jayanegara ditikam sampai ajal oleh pisau operasi Tabib Tanca, sehingga yang tampak sebagai pesakitan adalah Tabib Tanca, bukan Gajah Mada. Begitu juga Sora, Nambi dan Ranggalawe yang diadu domba hingga terjadi permusuhan perang dingin berlarut-larut lalu Jayanegara memerintahkan menumpasnya, maka kesempatan Gajah Mada menumpas tuntas Sora, Nambi dan Ranggalawe (dulu sebagai rekan/abdi setia perjuangan Rd. WIJAYA saat mendirikan Majapahit). Ini dia sosok Gajah Mada sesungguhnya!!!

Setelah Palagan Bubat sang Mahapatih selalu bersedih mengidap rasa penyesalan yang tak terhingga, hidupnya serasa bergelimang dosa, apabila malam tidak bisa memejamkan matanya, satu2nya jalan pelampiasannya adalah dengan meminum tuak hingga jatuh terkapar karena mabuk berat. Sejak saat itu kebesaran namanya menjadi suram dan pudar. Akhirnya Gajah Mada meloloskan diri dari keramaian kerajaan dan pemerintahan, pergi dan hidup menyendiri, memohon pengampunan dewata.

Sedangkan Sang Prabu Hayam Wuruk sangat sedih tiada tara kehilangan puteri idaman yang sudah bertahun-tahun menjadi idamannya, Nay Ratna Citraresmi Dyah Pitaloka senantiasa membayang di pelupuk matanya.

Catatan : Dalam penulisan artikel ane tidak bermaksud memprovokasi atau menyinggung SARA, kita adalah SATU DARAH INDONESIA! ini adalah peristiwa buruk sebagai cermin agar tidak terulang oleh Bangsa Indonesia tercinta. Salam Hangat.
Diubah oleh robiexel88 05-03-2013 18:41
0
6.5K
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.5KThread84.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.