Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

banhungAvatar border
TS
banhung
[Jgn Lebay Kali] Ahok itu masih lebih sopan daripada perokok
Pemerintah Dinilai Minim Lindungi Anak dari Bahaya Rokok
Pemerintah dinilai minim dalam melindungi bayi dan anak dari bahaya rokok. Menurut Pengurus Bidang Pengembangan Dukungan Medik Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Hakim Soramuda Pohan, itu terlihat dari pembiaran yang dilakukan pemerintah. Bentuk pembiaran itu adalah belum ditegakkannya aturan larangan merokok.

Soramuda menyebut bahaya rokok sama seperti narkotika. Ia mencatat di Indonesia setiap hari 27 orang meninggal akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok. Sayangnya, pemerintah tidak peduli akan hal tersebut. Itu terbukti dari meningkatnya jumlah anak yang merokok di Indonesia, dalam 10 tahun terakhir jumlah anak yang merokok per tahun kenaikannya mencapai 17 persen.

"Pemerintah harus sadar kalau negara ini tenggelam dalam pasar candu," kata Soramuda dalam diskusi yang digelar Komnas PT di Jakarta, Rabu (18/3).

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan pemerintah tidak melindungi anak dari bahaya rokok. Menurut dia, peningkatan jumlah anak yang merokok di Indonesia tercepat di dunia. "Itu terjadi karena pemerintah melakukan pembiaran," ujarnya.

Menurut Tulus, kasus baby smoker hanya ada di Indonesia. Dari data yang dilansir Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Selatan, ada 15 ribu baby smoker di provinsi itu. Bahkan Tulus memperkirakan jumlah baby smoker di Indonesia mencapai ratusan ribu. "Diperkirakan ada 250 ribu baby smoker di Indonesia," tukasnya.

Tulus menyebut tingginya jumlah baby smoker di Indonesia disebabkan berbagai hal. Di antaranya penegakan hukum dan pengawasan yang lemah. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang melarang rokok dijual kepada orang berusia di bawah 18 tahun, tidak terimplementasi dengan baik. Faktanya, banyak penjual rokok yang melayani pembeli rokok yang usianya di bawah 18 tahun.

"Survei YLKI menunjukkan penjual rokok tidak menolak pembeli yang usianya di bawah 18 tahun," paparnya.

Belum tuntas persoalan yang disebabkan oleh rokok konvensional itu, dikatakan Tulus, pemerintah menghadapi tantangan baru yakni maraknya peredaran rokok elektronik (e-cigarette). Ia menyebut pihaknya telah bertemu dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) guna mendesak pemerintah melarang peredaran rokok elektronik.

Parahnya, Tulus melanjutkan, pemerintah membiarkan peredaran rokok yang isinya nikotin cair itu dengan alasan tidak ada regulasinya. "Kalau regulasinya tidak ada, pemerintah harusnya menerbitkan peraturan itu. Negara lain sudah mengatur peredaran rokok elektronik," tegasnya.

Jika pemerintah tidak mengatur ketat peredaran rokok elektronik itu, Tulus yakin potensi anak terkena bahaya rokok semakin besar. Dan bakal bertambah parah karena pemerintah sampai sekarang belum meratifikasi konvensi pengendalian tembakau (FCTC). Padahal, sebagian besar negara di dunia sudah meratifikasi konvensi yang mengendalikan peredaran produk tembakau itu.

CSR Washing
Pemerhati Corporate Social Responsibility (CSR), Jalal, mengatakan CSR yang dilakukan perusahaan rokok kerap disebut CSR 'washing' atau CSR 'abal-abal.' Sebab, CSR yang digulirkan oleh perusahaan rokok tidak bisa disebut sebagai tanggungjawab sosial. Sebab, secara global telah disepakati produk yang dihasilkan industri tembakau itu kontroversial karena berbahaya bagi kesehatan. "Itu sudah jadi kesepakatan global sejak 2004," ucapnya.

Jalal menjelaskan salah satu acuan yang digunakan secara internasional untuk menggelar program CSR adalah ISO 26000. Dalam standar ISO itu diatur syarat-syarat bagaimana CSR dapat dilaksanakan. Diantaranya, CSR ditujukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Sementara, produk yang dihasilkan industri rokok dampaknya bertentangan dengan itu.

Jalal mengatakan ISO itu sifatnya panduan. Sebagian besar negara maju menuangkan ISO dalam bentuk regulasi. "Aturan yang ada dalam ISO 26000 itu bisa dijadikan basis regulasi nasional," katanya.

http://www.hukumonline.com/berita/ba...i-bahaya-rokok

Gubernur Ahok Larang Reklame Rokok

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai perlu ada pembatasan publikasi atas produk rokok mengingat banyaknya anak-anak di ibukota yang mengkonsumsi rokok. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang.

"Pergub itu dikeluarkan karena meningkatnya jumlah anak-anak yang mengkonsumsi rokok di Jakarta. Jadi, publikasinya (rokok) harus dibatasi," kata Basuki di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin.

Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, sebagai bentuk pengawasan terhadap iklan atau reklame rokok di Jakarta, pihaknya tidak akan lagi menerbitkan izin untuk pemasangan reklame rokok pada media luar ruang.

"Kalau iklannya sudah terlanjur dipasang, maka akan dibiarkan tetap terpasang sampai masa izinnya habis. Namun, untuk selanjutnya, izin tersebut tidak boleh diperpanjang lagi," ujar Ahok.

Sedangkan bagi perusahaan-perusahaan yang baru akan memasang iklan rokok, dia menuturkan pihaknya tidak akan lagi mengeluarkan izin, sehingga pemasangannya benar-benar dilarang.

Meskipun demikian, mantan Bupati Belitung Timur itu mengaku belum dapat memastikan apakah Pergub tersebut cukup efektif untuk menekan konsumsi rokok, terutama di kalangan anak-anak.

"Efektif atau tidak, pokoknya kami ingin melarang iklan rokok. Kami tidak ingin semakin banyak anak-anak yang mengkonsumsi rokok," ungkap Ahok.

Pergub Nomor 1 Tahun 2015 tersebut telah ditetapkan di Jakarta pada 7 Januari 2015 dan diundangkan pada 13 Januari 2015
http://www.hukumonline.com/berita/ba...-reklame-rokok

http://megapolitan.kompas.com/read/2...pan.Kasar.Ahok


jadi apakah KPAI itu bisa di bayar juga??
Ada sekitar 250 ribu bayi dan anak yang merokok pasif di Indonesia. tuh cok bahkan bisa puluhan juta anak merokok pasif...

lebay banget ngurusin si ahok, ngurusin rokok kapan??asli KPAI itu bukan nya ngurusin tentang anak yang jelas2 jadi perokok pasif dari orang tua nya, malah ngurusin si ahok bacot di tv...

emoticon-Hammer (S) emoticon-Hammer (S) emoticon-Hammer (S) emoticon-Hammer (S) emoticon-Hammer (S)
nasib di endonesia yah gini, urusan yang penting itu disisihkan, urusan yang lebay di urus duluan...

napa itu KPAI malah minta usut si ahok bacot di tv, bukan nya usut para orang tua yang merokok di depan anak nya...
Diubah oleh banhung 20-03-2015 12:57
0
3.5K
56
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.