Berontak di Atas Mini Skatepark

"Ini pertama kalinya gue bisa menggabungkan dua nafsu hidup dalam satu ruangan: skateboarddan menggebuk drum.”


**-**

INGAT ketika Ibu Anda mengatakan jangan pernah bermain skateboard di dalam rumah? Nah, Arya Gilang Laksana, 29 tahun, punya jalan keluarnya: "Jangan main dalam rumah, tapi main lah dalam kamar!," katanya. Bersama dua temannya: Abdullah Muhamad Saari dan Ahmad Djunaedi, ia membangun mini skatepark (taman bermain mungil) berbentuk setengah mangkuk dari triplek setebal 15 mili meter di pojok kamarnya. "Gue bisa meluncur setiap hari, bebas," kata Arya, Selasa pekan lalu di kediamannya, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.



Dengan celana pendek sedengkul hitam dan topi menutupi rambut gondrongnya, Arya melakukan beberapa trik, seperti roda berjalan di atas rel pipa besi, atau disebut gaya Rock n' Rolls--kemudian ia saling bertukar trik dengan Djunaedi--silih berganti. Melompat, memutar, lalu naik kembali ke posisi semula, terkadang jatuh.

Berbeda dengan arena yang terdapat di luar ruangan, jika terjatuh, maka bagian tubuh akan langsung jatuh ke kasur. Karena di samping arena bermain ada kasur lipat—yang menjadi tempat tidur Arya. Ia juga memiliki satu set drum yang menghadap ke mini skatepark buatannya itu. "Ini pertama kalinya gue bisa menggabungkan dua nafsu hidup dalam satu ruangan: skateboard dan menggebuk drum," katanya.

Demi melampiaskan hobinya Arya merenovasi kamarnya tahun lalu. Dirinya merogoh kocek hingga Rp 4,5 juta untuk merampungkan arena bermain di atas kamarnya yang seluas 4x6 meter itu. Memang, tak ada landasan aspal, jalur pedestrian, atau tangga menurun seperti di skate park aslinya. "Tapi main di kamar ini gratis bos," kata Arya.



Minimnya tempat bermain skateboard di Jakarta menjadi alasan Arya menyulap kamarnya. Ia agak malas kalau harus jauh-jauh pergi ke tempat bermain skateboard di Skatepark Taman Mini Indonesia Indah atau Puink Skatepark di Ancol. Apalagi semua taman bermain itu berbayar, tidak seperti di Bandung yang gratis. "Sekali main bisa 100-an ribu habis," kata Djunaedi menimpali.

Membuat skatepark tidak mudah. Arya dan dua temannya perlu seminggu untuk menemukan keseimbangan antara fungsi kamar yang tetap layak huni dan layak juga untuk dijadikan tempat bermain. Mereka dibantu satu ahli bangunan untuk memotong-motong kayunya. "Kalau manualnya kami melihat di Youtube," kata Arya.

Skateboard sudah lebih dari hobi untuk Arya, itu adalah gairah hidupnya. Sebabnya sederhana: ia ingin bisa terbang, dan papan seluncur memungkinkan untuk bisa melakukannya. Sejak kelas VI sekolah dasar ia sudah menjejakan kakinya di atas papan beroda empat itu. Papan pertamanya ia beli dari uang jajannya sendiri. "Mereknya California Pro, gue beli masih di harga Rp 175 ribu, sudah lengkap dengan rodanya," kata Arya yang tahu soal skateboard dari teman kakak perempuannya.



Berikutnya, Arya selalu ditemani papan seluncurnya itu ke mana-mana. Ia menjadi benci terjebak di dalam kelas di sekolah, karena setiap menitnya merasa rindu untuk berada di atas papannya. Baginya, di masa itu ia merasa tidak cocok dengan orang yang seusia dengannya. "Ketika teman sebaya main gundu, gue malah ngobrol skateboard dan musik rock sama orang yang lebih tua," ujarnya.

Semakin berumur, obsesi skateboard-nya semakin sama besar dengan keinginannya menjadi musisi. Itu menciptakan ketegangan antara dia dan kedua orangtuanya. Sebab, Arya lebih memilih menggebuk drum dibanding kuliah. Baru tingkat dua, kuliahnya di Fakultas Komunikasi Paramadina Jakarta ia tinggalkan. "Karena gue mau jadi musisi, dan terbukti bisa," kata Arya yang merupakan penggebuk drum kelompok musik Dead Vertical--band beraliran death metal.

Sangat mudah memang untuk melihat hubungan antara skateboard dan musik. Keduanya, menurut Arya, adalah bentuk lain dari ekspresi kreatif, bukan cuma soal energi pemberontakannya saja. "Desain taman mini bermain ini adalah bentuk kreativitas," katanya. Dia berpendapat, musik rock memiliki proses kreatif yang sangat mirip dengan skateboard dan sama-sama memuaskan bagi yang menyukainya. "Ya tidak mungkin main bulutangkis diiringi lagu metal. Tidak pantas lah."



Dua temannya, Saari dan Djunaedi mengatakan, tidak semua orang yang mencoba bermain skateboard itu ingin menjadi pemain (pro). Bagi mereka hobi ini adalah identitas, yang di dalamnya ada banyak hal yang baik dan buruk, sehingga terserah kepada individu untuk mencari sendiri nilai-nilainya. "Skateboard bisa merusak, tapi banyak juga yang membuat orang menjadi lebih baik, dan hidup mandiri," kata Saari.

Mandiri dalam arti do it yourself adalah nilai yang tertanam dalam skateboard. Misalnya, kata Arya, dalam hal mengelola karir atau usaha. Tren yang terjadi adalah banyak dari penghobi skateboard membuat dan menjual barang buatan mereka sendiri. "Termasuk perakitan papan seluncur, dan mandiri membuat arena bermain seperti kami," kata Arya.

Ia dan dua teman masa kecilnya itu mengambil pelajaran dari skateboard. Mereka bukan hanya iseng menciptakan ruang yang memfasilitasi gerakan-gerakan papan seluncur mereka. Tapi itu juga bentuk penolakan karakteristik konvensional yang kaku tentang kamar. "Kami ingin menjungkirbalikkan desain dengan mengubahnya lewat cara yang tidak pernah bisa dibayangkan, ini adalah gaya pemberontak," kata Arya.



Sumber: (Koran Tempo)

*Ini baru bentuk kreativitas keren