novastAvatar border
TS
novast
[Surat Terbuka] Kekecewaan Saya Terhadap Presiden Jokowi
Kepada Presiden Joko Widodo
di tempat.

Dengan hormat,
Perkenalkan saya Novi Astuti, seorang warga asli Indonesia yang memiliki kartu tanda penduduk daerah Cilacap, Jawa Tengah. Saya seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan sastra Inggris di salah satu universitas yang cukup terkenal di Bandung. Mengingat penyaluran kekesalan ataupun ketidaksetujuan melalui aksi demo menurut saya bukan sesuatu yang bijak dan efektif, surat terbuka ini saya buat dengan harapan agar aspirasi saya bisa Bapak baca. Semoga Bapak maklum.

Tepat di depan gerbang lama universitas tempat saya menimba ilmu, terpampang sebuah spanduk besar bertuliskan, "JIKA DIAM BERARTI MATI, MAKA MAHASISWA TELAH MATI". Kata "diam" di sini tentu saja tidak serta merta merujuk pada aktivitas tidak bicara, melainkan acuh terhadap apa yang terjadi. Jujur saja setiap saya melihat spanduk itu, saya merasa tersindir, Pak. Saya sepenuhnya menyadari bahwa saya telah bersikap apatis terhadap apa yang terjadi di negeri ini. Saya memilih golput saat ada pemilu Gubernur di Jawa Tengah. Saya justru dengan enaknya bersantai ria di kosan sembari membuka laman 9gag favorit saya saat pemilihan anggota legislatif berlangsung. Daripada mendengar berita mengenai dunia partai politik, saya lebih tertarik untuk melihat tayangan berita tentang Dewi Persik.

Meskipun saya merasa tersindir, tetapi saya tidak malu Pak. Bagi saya, jikalaupun saya berperan serta dalam pemilu, pasti tidak akan ada bedanya bagi negara ini. Satu suara dari saya tidak serta merta akan membuat negara ini menjadi negara yang lebih baik. Pesimis? Betul, Pak. Saya memang termasuk golongan masyarakat yang melihat masa depan Indonesia sebagai suatu kemunduran. Bagimana tidak? Saat negara-negara lain sibuk membahas bagaimana cara mengeksplorasi luar angkasa sebagai the last frontier, pemerintah kita justru sangat dipusingkan dengan kesibukan barunya yaitu mengeksplorasi kekayaan negara demi kekayaan pribadinya. Saat negara-negara lain berlomba dalam bidang teknologi, kita justru berlomba dalam hal korupsi. Pada intinya, saya selalu menanamkan praduga bersalah pada setiap individu yang bergerak di bidang politik. Oleh karena itu, tidak akan ada gunanya bagi saya untuk memilih siapapun sebagai wakil maupun pemimpin rakyat.

Pak Jokowi, saya secara tidak sengaja mengenal Bapak melalui acara debat calon Presiden yang dilangsungkan sekitar pertengahan tahun lalu. Beberapa channel tv nasional secara serentak menampilkan acara tersebut dan menghentikkan untuk sementara tayangan pada jadwal regular. Karena saking tidak adanya siaran lain yang menarik untuk ditonton, akhirnya saya merelakan waktu saya untuk menonton acara debat dimana Bapak dan satu kandidat Presiden selain Bapak menjadi pembicara. Tayangan yang berdurasi sekitar 50 menit itu akhirnya membuka pikiran saya bahwa tidak semua tokoh politik memiliki tipikal karakter seperti tokoh politik. Bapak berbeda. Saat tokoh politik lain hanya bisa menampilkan foto atau video saat mereka sedang bercengkrama dengan masyarakat kelas bawah, Bapak justru dengan lantang menyebutkan beberapa nama masyarakat kelas bawah yang Bapak kenal beserta kisah penderitannya . Saat lawan Bapak dengan semangatnya yang membara mengumbar cita-citanya untuk menjadikan Indonesia sebagai macan Asia dan negara yang makmur, tanpa adanya gagasan penjelas bagaimana ia bisa mencapai cita-cita itu, Bapak justru berucap, "Kita buat sawah dulu, lalu kita pikirkan juga irigasinya. Kalau misal kita tidak ada sawah, mau nanam pake apa? Mau makmur gimana? Kalau sudah ada sawah tapi tidak ada air, yang nggak jadi." Satu lagi yang sangat saya ingat dari acara debat itu adalah ketika Bapak, berlawanan dari kandidat lain, dengan tegas menolak pengadaan tank Leopard dengan alasan tidak sesuai dengan jalanan dan jembatan Indonesia. Menurut saya, pemikiran bapak sangat nyata, logis, dan mendetil.

Jika apa yang dikatakan banyak media massa bahwa apa yang Bapak katakan dan Bapak lakukan tidak ubahnya pencitraan politik adalah benar, maka saya kira saya telah menjadi korban pencitraan yang Bapak lakukan. Tetapi tidak mengapa Pak. Toh semua juga melakukan pencitraan. Selain itu, saya juga sangat mengidam-idamkan revolusi mental dan kabinet tanpa pamrih yang bapak janjikan.

Sehingga sejak saat itu, saya berkeyakinan untuk tidak lagi golput dalam pemilu dan memilih Bapak sebagai Presiden Indonesia. Apalagi berbagai media melansir bahwa suara masyarakat Indonesia relatif seimbang untuk Bapak dan lawan Bapak. Kali ini satu suara saya mungkin akan membawa perubahan yang signifikan pada negara ini.

Saat orang-orang di sekeliling saya mempermasalahkan latar belakang keluarga Bapak, saya lantas berpikir 'Jika saya meragukan anak seorang pedagang kayu menjadi seorang presiden, saya juga meragukan diri saya sendiri yang merupakan anak seorang tukang beras untuk menjadi orang yang sukses'.

Saat orang-orang di sekitar saya meributkan orang-orang pendukung Bapak yang merupakan golongan syiah, saya lantas berpikir 'Jika syiah mendukung Bapak, belum tentu Bapak mendukung syiah'. Didikung dengan pernyataan kabinet tanpa pamrih yang Bapak janjikan. Lagipula kubu lawan Bapak juga didukung oleh kelompok islam fanatik. Jadi sama saja.

Saat orang-orang meragukan masalah keimanan Bapak, saya lantas bertanya 'Memang apa tolak ukur yang valid untuk menimbang kadar keimanan seseorang'?

Saya telah menjatuhkan pilihan saya kepada Bapak. Saya telah berharap Banyak kepada Bapak. Namun, mungkin ini juga salah saya. Tidak seharusnya saya menitipkan harapan secara berlebihan karena something too much can hurt me so much.

Pada kenyataannya Bapak telah mengingkari janji untuk mengangkat pejabat tanpa pamrih. Bapak telah memilih mantan ajudan Mantan Presiden Megawati sebagai calon Kapolri. Apakah benar apa yang dikatakkan oleh media massa yang saya tonton bahwa bahwa memilihnya atas dasar politik balas budi? Kalau tidak, lantas kenapa Pak? Sekarang masyarakat Indonesia menjadi ragu terhadap Bapak. Bapak telah memilih orang yang salah. Sekarang Bapak bisa melihat sendiri bahwa KPK telah menetapkan Kapolri pilihan Bapak sebagai seorang tersangka kasus suap di Kepolisisan. Seharusnya Bapak memilih orang yang bersih, dan membiarkan para kriminal agar hidup dengan tenang dan tidak terusik oleh KPK, apalagi media massa.

Saya kecewa terhadap Pak Jokowi. Saya kecewa karena Beliau telah membuat saya semakin kagum dengan kecerdasannya dalam membantu KPK menangkap para mafia politik.

Hormat saya,

Novi Astuti
0
9.5K
165
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.