Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sukevinAvatar border
TS
sukevin
Ibu, Bibi, sawah desa Sukadia
[yang udah pernah baca cerita desa sukadia sebelum-sebelumnya. nih ada dua lagi hilite yang gue ambil dari novel gue]
[enjoy kawan...] emoticon-Shakehand2

[Ibu, Bibi, Mala dan Dewi]


Panca memarkir mobil van di depan halaman rumah besar. Pagi ini keluarga Ibu Ros sudah siap beraktifitas.

Bibi penjaga makam keluar rumah membawa ember berisi baju yang hendak ia jemur, Bibi keluar berbarengan dengan Ibu Ros muncul dari dalam rumah besar menuju mobil.

Pandangan Ibu Ros dan Bibi bertemu. Keduanya saling memandang dengan tatapan tidak simpatik.

Sejak pertama pindah ke rumah besar, Ibu Ros tidak pernah suka kepada Bibi. Apalagi ketika Ibu Ros mendengar, selain menjahit, sebagian besar waktu Bibi adalah untuk mengurusi pemakaman. Karena itulah Bibi lebih dikenal sebagai Bibi penjaga makam, jarang orang yang mengetahui nama asli Bibi.

Ibu Ros bahkan curiga Bibi bisa bicara dengan penghuni pemakaman. Tapi sebagai orang baru di desa Sukadia ia belum bisa membuktikannya.

Ketidak senangan Ibu Ros kepada Bibi seperti juga ketidak senangannya kepada Ari, coba ia tularkan kepada kedua anaknya. Itulah kenapa Mala jarang mau berbasa-basi dengan Bibi. Tapi untuk ketidak senangan Ibu Ros kepada Ari, Mala memilih jalan lain.

Ibu Ros memulai pandangan tidak simpatiknya pada Bibi, seakan matanya berkata, "Apa liat-liat, huh sok akrab!”

Bibi yang tidak ingin kalah membalas dengan pandangan, "Masalah buat, situ? Yee…sok kecakepan."

Ibu Ros masuk mobil dan duduk di kursi depan. Ibu Ros melihat ke arah Bibi yang tengah menjemur di samping rumah, pandangan Ibu bertemu tatapan Bibi untuk kedua kalinya.

Mata Ibu Ros kembali berkata,“Apa liat-liat, huh sok akrab!”

Mata Bibi kembali membalas, "Masalah buat, situ? Yee… sok kecakepan."

Bibi selesai menjemur. Ketika beranjak masuk, pandangan Ibu Ros dan Bibi kembali bertemu.

Lagi lagi mata Ibu Ros berkata, “Apa liat-liat, huh sok akrab!”

Lagi lagi mata Bibi membalas, "Masalah buat, situ? Yee… sok kecakepan."

Dari dialog repetitif mereka tergambar jelas hubungan tidak harmonis antar keduanya. Dialog antar mata mereka berakhir seiring Bibi menghilang ke dalam rumah. Berganti Mala dan kakaknya keluar dari rumah besar untuk masuk mobil.

Sesaat mobil mulai melaju dan melintas di depan rumah Ari. Sekilas Mala ingin sekali bisa mampir ke tempat Ari sebelum berangkat ke sekolah, tapi hari ini tidak ada yang bisa ia jadikan alasan seperti kemarin untuk bisa ke tempat Ari.

“Ehmm!” Ibu Ros berdehem pertanda ia mengawasi gerak-gerik Mala. Ibu Ros menunjukkan ketidak sukaannya.

Tahu Ibu Ros memperhatikan, Mala langsung beralih menoleh ke Dewi, “Kak Dewi…” panggil Mala pada kakaknya.

“Ya…?!”

Mobil mulai meninggalkan gang makam. Mobil keluarga mulai mendapat pemandangan baru. Mobil melintasi jalanan utama desa Sukadia dengan hamparan pepohonan dan persawahan berlatar belakang gunung Pamijahan.

“Liat deh, langitnya biru, bersih hampir gak ada awan, bagus banget, ya.” Mala mencoba membahas cuaca pagi bersama Dewi.

Dewi tahu maksud Mala yang ingin mengurangi ketegangan selama perjalanan di dalam mobil dan mengalihkan perhatian ibu mereka.

Dewi siap untuk membantu. Sejak perpisahan Ayah-ibunya, Dewi lebih protektif kepada Mala. Dewi tidak akan membiarkan siapapun mengganggu Mala termasuk ibunya.

“Sepertinya hari ini akan cerah, ya.” Dewi mengamini.

“Mataharinya juga terlihat jelas sekali, kak.” imbuh Mala.

“Iya, kamu benar Mala.”

Mala merangkul Dewi untuk ikut memandang jauh ke luar jendela, “Langitnya biru bersih, mataharinya terang…”

Dewi senyum mengamini.

Mala melanjutkan, “… gunungnya segitiga dan sawahnya kotak-kotak! Oh, pagi yang sempurna!”

“Heh!” Dewi terkaget, “Oh iya, sawahnya kotak kotak. Ehmm, pagi yang sempurna.” kata Dewi datar.
Mala melihat Ibu Ros tidak lagi melirik ke belakang, misi untuk mengalihkan perhatian Ibunya berhasil. Sekarang waktu untuk menikmati perjalanan.

“Liat kak, sawahnya keren!” seru Mala menunjuk keluar jendela mendapat pemandangan sawah yang baru.

“Iya, kotak-kotak!” jawab Dewi mulai antusias menikmati perjalanan.




[MALA CURHAT]

Mala duduk di depan meja rias. Mala memandangi tampilan dirinya di dalam cermin. Mala masih meragu tentang kelayakan dirinya untuk Ari. Mala coba membandingkan parasnya dengan teman-teman cewek Ari di foto yang ia lihat kemarin. Foto-foto Ari bareng teman-temannya, beberapa diantaranya cewek dan terlihat akrab dengan Ari. Mala menemukan foto yang selama ini tidak pernah ia lihat membuatnya mulai meragu tentang Ari.

“Kak Dewi aku cantik gak, sih?” tanya Mala masih memandangi isi cermin.

Dewi ikut turun dari tempat tidur menghampiri Mala. Dewi membungkukkan tubuh untuk merangkul tubuh Mala dari belakang.

“Mala… seumpama aku jadi cowok dan kita bukan saudara, mungkin sudah lama aku pacarin kamu.” Canda Dewi.

“Hihihi, kak Dewi bisa aja.” Mala tertawa renyah yang jadi khasnya, “Yaudah, kita pacaran aja.” seru Mala.

“Trus Ari gimana?”

“Kak Ari jadi pacar kedua.”

“Ih, adik aku jahat banget, ya.” Dewi menggelitik Mala untuk tertawa bersama. Dewi kembali meyakinkan Mala bahwa Ari adalah cowok baik dan meminta Mala untuk tidak berpikir macam-macam tentang Ari.

Diluar kekhawatiran Mala tentang Ari. Dewi mengingatkan Mala untuk mau mengalah jika Ibu mulai mengungkit masalah Ari. Dewi meminta Mala tidak coba membantah atau membuat Ibu marah. Belakangan ini Ibu mereka gampang terbawa emosi.

“Aku perhatikan sejak Ibu dekat dengan Panca, Ibu jadi sering marah. Aku gak suka Panca.” Mala terdengar emosi menyebutkan nama Panca.

“Iya juga sih.”

“Panca juga bukan orang jujur, kak.” Seru Mala.

Dewi mengerutkan dahi. Dewi baru tahu sifat asli sopir di rumahnya tersebut, “Gak jujur gimana?”

“Iya. Dulu awal-awal dia kerja disini, aku tanya Panca kenapa bayam itu sehat, apa yang bikin bayam baik buat tubuh. Eh, dia malah jawabnya karena mengandung vitamin hijau. Masa vitamin hijau? Tuh, baru kenal aja udah gak jujur.”

“…?”

Dewi mengangguk setengah bengong, “Kalau dipikir-pikir kamu benar juga sih. Tapi kamu gak usah ikut campur urusan Ibu sama Panca, ya.” pinta Dewi.

“Tapi aku yakin Panca bawa pengaruh buruk ke ibu. Panca itu racun kak, racun tikus!” Mala belum puas melampiaskan kegeramannya pada sosok Panca.

“Iya juga, sih.” Dewi kembali mengamini.

“Panca itu tikus kak, tikus! Aku optimis, suatu hari nanti dia dimakan kucing. Dasar tikus!”

“Heh?!!” Dewi kaget, “…dimakan Kucing, ya?” Dewi dan Mala pun sepakat, sejak mulai dekat dengan Panca, Ibu mereka banyak berubah.

Dewi melirik nyala lampu kamar Mala yang sudah mulai meredup.

“Baca novelnya di kamar aku aja ya, lampu kamar kamu kurang terang!” Dewi meninggalkan kamar Mala, Mala mengekor dari belakang, “Minggu besok kamu jadi ikut, kan?” tanya Dewi.

Mala merangkul pinggang Dewi, “Ikut dong, aku udah kangen luluran.”

[Gimana agan-agan, lucu gak? komedinya aktual gak sih?!] emoticon-Cool
[Jangan pelit komennya ya gan?!!]

emoticon-Shakehand2

thread ane tentang desa sukadia sebelumnya:
Jaja dan Bolet
atau yang ini Dongeng cadas buat si Putih
atau ini juga Ari, si penulis novel dari desa Sukadia

Kalo pingin lebih utuh baca ceritanya, bisa mampir ke blog ane gan. Ujungnya sih jualan, tapi gak rugi kok, bisa baca bab satu sampai setengah empatnya dan scene favorit ane juga. [alamat blog ada di profil] emoticon-Cool
Diubah oleh sukevin 08-03-2015 05:29
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
3.4K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.