Praperadilan terhadap Komjen Budi Gunawan memang menjadi perhatian publik belakangan ini gan. Bahkan sampai sekarang, ini masih menjadi topik hangat yang terus dibahas, baik di media maupun oleh masyarakat itu sendiri. Dampaknya? banyak gan. Yang paling utama sih, banyak tersangka sekarang mengajukan permohonan praperadilan untuk membatalkan statusnya sebagai tersangka.
Aktivis dan masyarakat dari berbagai kalangan juga mempermasalahkan Hakim Sarpin Rizaldi, yang menangani permohonan praperadilan ini. Mulai dari pengaduan ke Komisi Yudisial, hingga mengeluarkan Hakim Sarpin dari masyarakat adat. Nah loh!
Sebenarnya, apa sih yang menjadi masalah terselubung dalam praperadilan BG? Hukumonline punya pembahasannya nih gan. cekidot ya.
1. Tentang Hakim Sarpin Rizaldi
Spoiler for Tentang Hakim Sarpin Rizaldi:
Saat PN Jakarta Selatan menentukan Hakim Sarpin Rizaldi sebagai hakim tunggal dalam kasus praperadilan Budi Gunawan, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (Taktis) menyampaikan kepada KY catatan mengenai jejak rekam Sarpin selama ini. Taktis menemukan tiga catatan penting mengenai sang hakim.
Ini dia, Gan, tiga catatan Taktis tentang Hakim Sarpin:
- Hakim Sarpin pernah diperiksa Pengadilan Tinggi lantaran diduga melanggar hukum acara. Hakim Sarpin kala itu bertugas sebagai Ketua Majelis dalam suatu perkara, tetapi saat pembacaan putusan diketok oleh hakim Jalili yang statusnya sebagai hakim anggota
- Pada 2009, Sarpin juga pernah membebaskan terdakwa korupsi saat bertugas di PN Jakarta Timur
- Saat menjadi hakim di PN Medan, Hakim Sarpin dilaporkan mementahkan gugatan perkara paten yang dilakukan terdakwa Udjam Yunus dan Herwanto Trisman. Sarpin selaku majelis bersama anggotanya diduga menerima suap.
2. Status Tersangka Bukan Kewenangan Praperadilan?
Spoiler for Status Tersangka Bukan Kewenangan Praperadilan:
Dosen hukum acara pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Shinta Agustina, mengingatkan penetapan status tersangka bukanlah objek praperadilan. Dengan membaca ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 KUHAP, praperadilan hanya mengenai sah tidaknya penangkapan dan penahanan; sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; dan permintaan ganti rugi dan rehabilitasi. Tak ada sama sekali disinggung sah tidaknya penetapan status tersangka.
Terkait dengan kasus Budi Gunawan (BG), peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting, mengatakan bahwa tidak tepat menggantungkan pelantikan BG pada proses praperadilan. Kalaupun hakim meminta KPK mencabut status tersangka BG, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memberikan kewenangan kepada Komisi ini menghentikan penyidikan.
Salah satu pertimbangan hakim Sarpin dalam mengabulkan permohonan praperadilan BG adalah bahwa BG tidak dianggap sebagai penegak hukum.
Alasannya, kasus yg dibidik KPK adalah saat BG sedang menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar). Kala itu BG diduga menerima uang dari para polisi yang ingin naik jabatan alias promosi. Uang-uang itulah yang diduga menyebabkan rekening BG menjadi gembrot.
Menurut hakim Sarpin, posisi Karobinkar adalah jabatan administratif dan karenanya tidak punya kewenangan menegakkan hukum.
Entah apa yang ada di pikiran hakim Sarpin. Yang pasti, merujuk pada Pasal 5 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri disebutkan bahwa Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Spoiler for Kasus BG Tidak Mendapat Perhatian Publik:
Salah satu “misteri” isi putusan Praperadilan BG adalah soal salah satu pertimbangan hakim yang menyatakan bawa kasus BG dianggap tidak mendapat perhatian masyarakat, Gan. Masa?
Hakim mengutip salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi(“UU KPK”), yakni Pasal 11 huruf b yang antara lain menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat.
Nah, mengacu pada pasal itu, dalam putusannya, Hakim Sarpin Rizaldi menimbang:
Menimbang bahwa saat pemohon menjadi Karobinkar (Kepala Biro Pembinaan Karir), masyarakat tidak mengenal pemohon. Masyarakat baru mengenal pemohon sejak pemohon ditetapkan sebagai calon kapolri oleh presiden. Dan sehari setelah itu, pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sehingga klasifikasi mendapat perhatian masyarakat sebagaimana yang dimaksud dengan pasal 11 huruf (b) UU KPK tidak terpenuhi.
Hehe, gimana menurut Agan soal salah satu pertimbangan hakim ini? Apa benar klasifikasi mendapat perhatian masyarakat tidak terpenuhi? Silahkan baca tautan berikut ya gan:
Nah, Pasal 2 UU Penyelenggara Negara menyatakan bahwa Penyelenggara Negara meliputi: 1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; 3. Menteri;4. Gubernur; 5. Hakim;6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Menurut Hakim Sarpin, penyelidikan KPK yang ditujukan kepada BG yang didasarkan pada LHA (Laporan Hasil Analisis) Keuangan Tahun 2003-2006 adalah pada saat BG menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan dan Karier di Deputi SDM Kaporli. Jabatan tersebut bukan merupakan penyelenggara negara dan bukan jabatan penegakan hukum.