Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shopishieldsAvatar border
TS
shopishields
Jokowi Menang ibarat Kisah Petruk jadi Ratu. Tapi Kali ini, Petruk jadi Presiden!
Jokowi Menang ibarat Kisah Petruk jadi Ratu. Tapi Kali ini, Petruk jadi Presiden!

Jokowi dan Kisah Petruk Jadi Ratu
Rabu, 19/03/2014 15:09 WIB
ERWIN DARIYANTO - detikNews

Jakarta - Di teras sebuah rumah di Desa Karangkadempel yang sejuk ki Lurah Petruk tengah duduk sambil menyantap rujak jeruk. Rujak racikan sang istri dinikmati sambil menghisap sebatang rokok kretek kesukaanya.

Puntung rokok di tangan terjatuh saat dari balik dinding terdengar sayup-sayup pekik kata, 'Merdeka!'. Rupanya kata itu diucapkan oleh salah satu Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani dan disiarkan langsung oleh sebuah stasiun televisi.

Pandangan Petruk yang semula ke arah pematang sawah di depan rumah, kini beralih ke ruang tamu. Di ruangan mungil itu sang istri nampak serius menyaksikan siaran televisi. “Dukung Bapak Joko Widodo sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” kata Puan yang membacakan titah dari sang Ibu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Pandangan Petruk kembali berpaling dari televisi. Rokok yang terjatuh dia pungut kembali. Dihisapnya dalam-dalam rokok yang tinggal separuh batang itu. Asapnya mengepul menyusup melalui celah-celah jemari tangan, lalu melayang melintasi wajahnya yang gosong akibat terlalu sering terpapar sinar matahari .

Ingatan Ki Petruk kini kembali ke masa puluhan tahun silam. Saat itu dia secara tidak sengaja mendapat 'mandat' berupa tiga wahyu keprabon. Tiga wahyu tersebut adalah wahyu Maningrat yang menyebarkan bibit ratu, wahyu Cakraningrat sebagai penjaga ratu, dan wahyu Widayat yang melestarikan hidupnya sebagai ratu.

Ketiga wahyu tersebut semestinya singgah sementara di tubuh Abimanyu. Nantinya wahyu akan diserahkan ke Parikesit sebagai pewaris tahta kerajaan Hastina Pura setelah Pandhawa pergi. Parikesit adalah putra Abimanyu.

Sayang karena saat itu Abimanyu tengah sakit, ketiga wahyu tersebut pergi dan hinggap di tubuh Petruk. Ki Petruk pun menjadi ratu di sebuah kerajaan yang dia beri nama Lojitengara dengan gelar Prabu Wel-Geduwel Beh.

Namun rupanya untuk menjadi seorang raja tak cukup bermodal ketiga wahyu tersebut. Petruk memerlukan singgasana kerajaan Hastina Pura. Maka diperintahlah kedua patih Lojitengara, Bayutinaya, Wisandhanu untuk mencurinya.

Tahta berhasil dicuri dan dibawa ke Lojitengara. Namun Prabu Wel-geduwel Beh gagal, setiap hendak duduk di atas singgasana, dia terjungkal. Melalui penasihat kerajaan, Petruk mendapat bisikan agar mencari sebuah boneka yang harus dia gendong saat duduk di singgasana.

Bayutinaya dan Wisandanu kembali diperintahkan untuk mencari boneka tersebut. Kedua patih berhasil membawa sebuah 'boneka'. Rupanya boneka tersebut adalah Abimanyu yang sedang sakit. Saat dipangku Prabu Wel-Geduwel Beh itulah Abimanyu sembuh dari sakitnya. Petruk sadar tak bisa menduduki tahta kerajaan tanpa memangku Abimanyu, orang yang berhak atas tiga wahyu 'keprabon' Hastina Pura.

Lamunan Petruk pun terhenti saat api dari rokok yang dia pegang menyulut ujung telunjuknya. Dia kembali terngiang 'titah' Megawati di layar televisi tadi yang memberikan mandat kepada Joko Widodo (Jokowi) menjadi calon presiden. Petruk menerjemahkan perintah Megawati tersebut sebagai penunjukkan Jokowi sebagai 'raja', yang akan memimpin negeri ini. Dia pun tak keberatan, karena selama ini sedah merasakan sentuhan kepemimpinan Jokowi.

Namun ada dua hal yang mengganjal di hatinya. Pertama, keikhlasan Megawati selalu ketua umum partai yang menurut seorang politisi menjadi boarding pass calon presiden. Apabila tidak ikhlas tentu di kemudian hari Mega akan meminta 'imbalan' atau bahkan mengungkit jasa-jasanya itu kepada Jokowi. Petruk berharap Megawati ikhlas memberi mandat kepada Jokowi.

Ganjalan kedua, adalah soal indepedensi Jokowi saat nanti duduk di singgasana. Keraguan Petruk ini setelah melihat dua hari sebelum 'titah' dibacakan, Jokowi secara mendadak mau ikut Megawati 'nyekar' ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur. Padahal saat itu adalah jam kerja dia selaku gubernur.

Petruk hanya berharap jika nanti benar-benar menjadi raja, Jokowi tak lagi sekadar menurut pada perintah Megawati. Karena setelah menjadi raja, Jokowi tak hanya menerima mandat dari Megawati, melainkan seluruh rakyat

Lamunan Petruk kembali terhenti. Dari balik tembok terdengar sayup tembang, 'Sinom Rujak Jeruk' yang membuatnya mengantuk.

Jak rujak rujak rujak jeruk
Sepincuk nggo tombo ngantuk
Nora mathuk, ndilalah tansah kepethuk
Jak rujak rujak rujak uni
Rujake wong edi peni


Tubuh Ki Petruk merebah, di atas dipan bambu dia tertidur saat matahari belum sepenuhnya tenggelam di ufuk barat.
http://news.detik.com/read/2014/03/1...tu?nd772205103

Jokowi Menang ibarat Kisah Petruk jadi Ratu. Tapi Kali ini, Petruk jadi Presiden!

Petruk Dadi Ratu
Petruk mengenang, bagaimana ia sampai menjadi raja.
Rabu, 27 Februari 2013

Alkisah, tuannya, Abimanyu menderita sakit. Abimanyu adalah perantara, yang nantinya akan mewariskan dampar (tahta) Palasara, pendiri Astina, kepada Parikesit, anaknya. Bersamaan dengan sakitnya, pergilah ketiga wahyu yang dimilikinya, yakni wahyu Maningrat, yang menyebarkan benih keratuan, wahyu Cakraningrat, yang menjaga keberadaannya sebagai ratu, dan wahyu Widayat, yang melestarikan hidupnya sebagai ratu.

Ketiga wahyu itu kemudian hinggap pada diri Petruk. Ia pun akhirnya dapat menjadi raja di negara yang dinamainya Lojitengara. Ia menggelari dirinya Prabu Wel-Geduwel Beh!. Untuk kukuh menjadi raja, ternyata ia membutuhkan damper kerajaan Astina, warisan Palasara. Petruk memerintahkan kepada kedua patihnya, Bayutinaya—titisan Anoman—dan Wisandhanu—titisan Wisanggeni, anak Arjuna--, untuk mencuri tahta Palasara itu.

Kedua utusan itu berhasil membawa pulang tahta tersebut. Prabu Wel-geduwel Beh mencoba duduk di atasnya. Begitu duduk, ia pun terjungkal. Ia coba lagi berulangkali. Sang Prabu akhirnya menyerah dan memperoleh bisikan melalui penasihat kerajaan bahwa supaya tidak terjungkal, ia harus memperoleh boneka yang bisa dililing (dilihat dan ditimang).
Petruk kembali menyuruh kedua utusannya, Bayutinaya dan Wisandhanu untuk mencari boneka yang dimaksud. Tanpa memperoleh rintangan yang berarti, kedua utusannya berhasil membawa boneka itu yang tak lain adalah Abimanyu yang sedang sakit.
Ketika dipangku Prabu Wel-Geduwel Beh, Abimanyu sembuh.
Dan Abimanyu berkata, "Kamu takkan bisa menduduki tahta itu, jika kamu tidak memangku aku".

"Pada saat itulah saya mengalami, bahwa saya ini hanyalah kawula. Dan saya sadar, saya akan tetap tinggal sebagai kawula, tak mungkinlah saya bisa duduk sebagai raja. Tugas saya hanyalah memangku raja, agar ia dapat menduduki tahtanya. Tuanku Abimanyu dapat duduk di tahta raja karena saya memangkunya. Jadi raja itu takkan bisa menjadi raja, kalau tidak dipangku kawula, rakyat jelata seperti saya ini", kata Petruk sambil memandang tanah datar di hadapannya.

Dulu Petruk tidak tahu, mengapa ketiga wahyu itu pergi meninggalkan tuannya dan hinggap padanya. Sekarang ia paham, wahyu sebenarnya hanya pergi untuk sementara. Ia pergi hanya untuk nitik, menengok siapakah yang memangku orang yang kedunungan (dihinggapi) wahyu. Wahyu itu tidak asal hinggap. Dia akan hinggap pada orang yang layak dihinggapi, dan orang yang layak itu haruslah orang yang dipangku Petruk, sang rakyat dan sang kawula ini. Maka setelah tahu, bahwa Petruklah yang memangku Abimanyu, wahyu itupun berhenti menitik dan ketiganya kembali kapada Abimanyu.

Di hadapan tanah datar itu, pikiran Petruk melayang lagi. Ia sedih mengingat gugurnya Abimanyu dalam Perang Bharata Yudha. Petruklah yang menggendong jenazah Abimanyu. Petruk pula yang membakar mayat Abimanyu menuju alam Mokshaya. "Saya ini hanyalah rakyat. Betapa pun hinanya diri saya, hanya saya yang bisa mengantarkan Sang Raja menuju alam kesempurnaannya. Sampai ke Moksha pun, raja itu bergantung pada kawula. Hanya rakyatlah yang dapat menyempurnakan hidup raja, bahkan ketiak ia berhadapan dengan akhiratnya", ujar Petruk.

"Memang, kawula, sang rakyat ini ada sepanjang zaman. Sementara raja itu tidaklah abadi. Ia bertahta hanya dalam masa tertentu. Ketika masa itu lewat, ia harus turun atau binasa. Sementara rakyat terus ada. Buktinya, saya ini ada di sepanjang zaman. Menjadi punakawan, hamba yang menemani penguasa dari masa ke masa, sampai hari ini. Kawula iku ana tanpa wates, ratu kuwi anane mung winates ( rakyat itu ada tanpa batas, sedangkan raja itu ada secara terbatas)", kata Petruk.

Petruk makin menyadari, siapa diri rakyat itu sebenarnya. Hanyalah rakyat yang dapat membantu penguasa untuk menuliskan sejarahnya. "Maka seharusnya penguasa itu menghargai kawula. Penguasa itu harus berkorban demi kawula, tidak malah ngrayah uripe kawula (menjarah hidup rakyat). Kwasa iku kudu ana lelabuhane (kuasa itu harus mau berkorban). Kuasa itu bahkan hanyalah sarana buat lelabuhan, kendati ia masih berkuasa, ia tidak akan di-petung (dianggap) oleh rakyat. Raja itu bukan raja lagi , kalau sudah ditinggal kawula. Siapa yang dapat memangkunya, agar ia bisa menduduki tahta, kalau bukan rakyat? Raja yang tidak dipangku rakyat adalah raja yang koncatan (ditinggalkan) wahyu," kata Petruk.

Tapi Ki Petruk, mengapa banyak penguasa yang tak memperhatikan kawula,menginjak-injak dan menghina kawula, toh tetap dapat duduk di tahtanya?

"Dalam pewayangan pun ada penguasa yang tak dipangku rakyat seperti saya. Dia adalah Dasamuka yang lalim. Dia adalah Duryudana yang serakah. Seperti halnya hanya ada satu tahta Palasara, demikian pula hanya ada satu tahta rakyat. Duryudana berkuasa, tapi tak pernah berhasil menduduki tahta Palasara. Banyak penguasa berkuasa, tapi mereka sebenarnya tidak bertahta di dampar yang sebenarnya, yakni dampar rakyat ini", jawab Petruk.

Tiba-tiba Petruk mendengar, tanah datar di hadapannya itu bersenandung. Makin lama semakin keras bahkan menjadi senandung Panitisastra: dulu tanah itu adalah hutan lebat yang bersinga. Singa bilang, kalau hutan tak kujaga tentu ia akan dibabat habis oleh manusia. Dan hutan bilang, kalau singa tak kunaungi dan pergi dariku, pasti ia akan ditangkap oleh manusia. Akhirnya singa dan hutan sama-sama binasa. Singa yang tak berhutan dibunuh manusia, hutan yang tak bersinga dibabat manusia….

"Raja dan rakyat harus wengku-winengku (saling memangku), rangkul-merangkul, seperti singa dan hutan, seperti Abimanyu dan Petruk", kata Ki petruk menyenandung tembang Panitisastra.
http://caritawayang.blogspot.com/201...dadi-ratu.html

----------------------------

Petruk itu kantong bolong, artinya sangat pemurah kepada rakyatnya, atau kaum lemah (wong cilik atau marhaen). Mudah-mudahan perekonomian kita semakin makmur dibawah pmpinan Pak Jokowi. Amin.


emoticon-Kiss
Diubah oleh shopishields 09-07-2014 08:58
0
9.6K
43
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.