- Beranda
- Berita dan Politik
Kriminalisasi IM2 Bikin Resah, Apa Kabar Internet Indonesia?
...
TS
kristintobing
Kriminalisasi IM2 Bikin Resah, Apa Kabar Internet Indonesia?
Duh gan, ane miris baca ini berita. Kok gini banget ya industri telko kita? Kasian ngeliatnya. Udah Cicak VS Buaya, ini soal kriminalisasi IM2. Apa kabarnya kalau semua ISP kayak IM2, padahal semuanya udah melakukan kerjasama sesuai hukum yang berlaku? Bisa-bisa pada kabur semua dah. Kalau udah gitu, apa kabar Indonesia? Bisa-bisa ga ada akses internet lagi tersedia.
Gegara ini juga kita bisa kehilangan investor-investor telko. Duuuh...miris deh Indonesia. Di saat negara lain siap-siap masuk ke 5G, ini negara kita malah belum bisa melindungi stakeholder industri telkonya sendiri.
Miriiiiiiiiisssss.........
VARIA.id, Jakarta – Lima bulan sudah Indar Atmanto, bekas Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), mendekam di Lembaga Pemasyarakatan khusus Koruptor di Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Dia didakwa atas pelanggaran hukum dalam penggunaan pita frekuensi 2,1 GHz secara bersama-sama dengan PT Indosat Tbk (sebagai induk perusahaan) tanpa izin dari Kementerian Komunikasi dan Informasi selaku regulator.
Indar juga didakwa melakukan tindak korupsi. Tuduhannya, selama beroperasi, IM2 tidak pernah membayar kewajiban up-front fee dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) pita frekuensi 2,1 GHz sehingga merugikan negara hingga sebesar Rp 1,3 triliun.
Dari balik tembok tahanan, Indar masih berjuang. Kuasa hukumnya, Dodi Abdul Kadir, sedang mempersiapkan bukti baru (novum) sebagai langkah pengajuan kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Novum diajukan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selambatnya Februari ini.
Di ujung tanduk
Kasus IM2 menjadi sorotan para pelaku industri telekomunikasi, terutama Internet Service Provider (ISP) atau penyelenggara jasa internet atas putusan Mahkamah Agung kepada Indar Atmanto. Dikhawatirkan kasus ini bakal menyerempet ke industri internet di Tanah Air.
“Skema bisnis yang digunakan Indosat dan IM2 juga dilakukan oleh operator dan ISP lainnya. Sehingga dampaknya meluas tidak saja bagi pelaku industri tapi juga pada keberlangsungan industri telekomunikasi. Meskipun hak-hak negara atas pita frekuensi yang dipersoalkan sudah terpenuhi,” ujar Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semmy Pangerapan, Rabu, 4 Februari 2015.
Semmy khawatir, putusan ini berdampak buruk pada industri penyedia jasa internet yang bakal di ujung tanduk karena para ISP bakal menutup usahanya. Sebab, mereka khawatir kasus serupa bakal menimpa meski sudah mengikuti aturan yang berlaku.
Kasus ini, kata Semmy, berpangkal dari aturan yang dilihat dari kacamata berbeda. Pemerintah harus membuat aturan yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Selain itu, pemerintah juga harus mempersiapkan undang-undang yang sesuai perkembangan zaman, apalagi teknologi terus berkembang pesat.
Setidaknya, regulator mesti mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen) baru untuk mengikuti perkembangan zaman agar tidak terjadi penerjemahan baru terhadap aturan yang sudah ada.
Meski demikian, Semmy melihat masih ada peluang bagi IM2 dan Indar juga Indosat untuk bebas dari hukuman. Apalagi baru-baru ini Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara secara tegas menyatakan tidak ada pelanggaran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi terkait kasus tersebut.
PT Indosat Tbk dalam siaran persnya berulangkali menegaskan telah menjalankan bisnis sesuai dengan aturan dan koridor hukum dunia telekomunikasi. Termasuk telah mendapat Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler berdasarkan keputusan Menkominfo Nomor KP.504/KEP/M.KOMINFO/08/2012.
Adapun IM2 merupakan anak perusahaan yang menjadi penyelenggara jasa akses internet berkategori Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang diatur dalam pasal 1 butir 14 UU 36/1999 tentang Telekomunikasi. Karena itu, IM2 bekerja sama dengan Indosat agar dapat memanfaatkan Jaringan Telekomunikasi Indosat. (baca: Membungkus Dakwaan Tipitel dengan Tipikor)
Kerja sama ini tidak dalam pemanfaatan spektrum frekuensi bersama seperti dimaksud dalam pasal 14 dan 15 PP No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Menurut Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Sylvia Sumarlin, dari kacamata industri, posisi IM2 setara dan memiliki lisensi yang sama dengan ISP lainnya di Indonesia. Semua ISP memanfaatkan bandwith untuk menjalankan bisnisnya.
Berkat kemajuan teknologi, bandwith yang dibeli dari para operator telekomunikasi ini digunakan ISP untuk dijual lagi kepada in-user (pelanggan) ditentukan sesuai keperluan perangkat atau device-nya. Misalnya, dikonversikan sebagai modem, penghantar suara, penghantar data, dan lain-lain.
Tentunya, dalam menjalankan bisnisnya, ISP perlu menggandeng para operator telekomunikasi. Sebab, operator memiliki dana besar untuk melakukan investasi pembelian bandwith internasional dari provider di luar negeri yang sangat mahal. Dan, operator itulah yang menjual bandwith secara eceran kepada para ISP di dalam negeri.
Landasan aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri dan diperbarui melalui Izin Penyelenggaraan atau yang disebut Modern Licensing dengan ketentuan yaitu, izin yang diterbitkan setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi, dan izin penyelenggaraan berbentuk kontrak yang memuat hak dan kewajiban penyelenggara.
“Sejauh ini hubungan kita (operator dan ISP) nyaman-nyaman saja dalam berbisnis. Sejak kasus IM2 bergulir, posisi kita nggak nyaman. Tiba-tiba kita yang selalu taat dan patuh pada peraturan pemerintah lalu divonis bersalah oleh regulasi di luar Komenterian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ini pertanyaan besar. Kalau memang hubungan bisnis ini salah, Kominfo mencabut seluruh lisensi kita,” kata Sylvia.
Ia menambahkan, dari sisi industri, frekuensi dan bandwith adalah dua hal yang berbeda. Namun, pengadilan melihat itu hal yang sama.
“Jika ISP hilang, lalu siapa yang melayani masyarakat? Padahal, ISP adalah penggerak industri telekomunikasi. Apalagi sekolah juga menggunakan bandwith yang dibeli langsung dari operator. Apakah nantinya sekolah juga harus dihukum?” tandas Sylvia.
Hati-hati
Wakil Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini mengakui, pihaknya kini cenderung berhati-hati dalam melakukan terobosan baru, meskipun sudah mematuhi semua regulasi yang ada.
“Kami lebih menyoroti bagaimana hukum harus ditegakkan bukan atas dasar interpretasi orang lain karena secara tidak langsung hal ini berdampak terhadap XL. Sekarang kami melihatnya dari segala sisi, termasuk mengantisipasi interpretasi dari berbagai pihak agar tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Meski kami selalu mengikuti regulasi yang ada,” jelas Dian.
Kasus IM2 ini, menurut Dian, dapat menimbulkan preseden buruk di dunia telekomunikasi. Bahkan dapat dibilang suatu kemunduran karena menimbulkan rasa takut dan kehawatiran berlebihan bagi pelaku industri.
Apalagi saat ini, kata Dian, banyak sektor usaha lain yang juga terkait dengan teknologi telekomunikasi dalam menggunakan frekuensi jaringan. Salah satunya dunia perbankan dalam transaksi mobile banking. Pertanyaannya, apakah mereka juga harus memiliki lisensi dan batasan yang jelas dalam penggunaan frekuensi tersebut nantinya.
Dian berharap, masalah ini bisa diselesaikan secepatnya agar para penyelenggara bisnis telekomunikasi memiliki kepastian hukum dan tidak waswas dalam menjalankan bisnisnya.*
Varia.co.id
Gegara ini juga kita bisa kehilangan investor-investor telko. Duuuh...miris deh Indonesia. Di saat negara lain siap-siap masuk ke 5G, ini negara kita malah belum bisa melindungi stakeholder industri telkonya sendiri.
Miriiiiiiiiisssss.........
Quote:
Kasus IM2 yang Memantik Resah
VARIA.id, Jakarta – Lima bulan sudah Indar Atmanto, bekas Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), mendekam di Lembaga Pemasyarakatan khusus Koruptor di Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Dia didakwa atas pelanggaran hukum dalam penggunaan pita frekuensi 2,1 GHz secara bersama-sama dengan PT Indosat Tbk (sebagai induk perusahaan) tanpa izin dari Kementerian Komunikasi dan Informasi selaku regulator.
Indar juga didakwa melakukan tindak korupsi. Tuduhannya, selama beroperasi, IM2 tidak pernah membayar kewajiban up-front fee dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) pita frekuensi 2,1 GHz sehingga merugikan negara hingga sebesar Rp 1,3 triliun.
Dari balik tembok tahanan, Indar masih berjuang. Kuasa hukumnya, Dodi Abdul Kadir, sedang mempersiapkan bukti baru (novum) sebagai langkah pengajuan kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Novum diajukan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selambatnya Februari ini.
Di ujung tanduk
Kasus IM2 menjadi sorotan para pelaku industri telekomunikasi, terutama Internet Service Provider (ISP) atau penyelenggara jasa internet atas putusan Mahkamah Agung kepada Indar Atmanto. Dikhawatirkan kasus ini bakal menyerempet ke industri internet di Tanah Air.
“Skema bisnis yang digunakan Indosat dan IM2 juga dilakukan oleh operator dan ISP lainnya. Sehingga dampaknya meluas tidak saja bagi pelaku industri tapi juga pada keberlangsungan industri telekomunikasi. Meskipun hak-hak negara atas pita frekuensi yang dipersoalkan sudah terpenuhi,” ujar Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semmy Pangerapan, Rabu, 4 Februari 2015.
Semmy khawatir, putusan ini berdampak buruk pada industri penyedia jasa internet yang bakal di ujung tanduk karena para ISP bakal menutup usahanya. Sebab, mereka khawatir kasus serupa bakal menimpa meski sudah mengikuti aturan yang berlaku.
Kasus ini, kata Semmy, berpangkal dari aturan yang dilihat dari kacamata berbeda. Pemerintah harus membuat aturan yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Selain itu, pemerintah juga harus mempersiapkan undang-undang yang sesuai perkembangan zaman, apalagi teknologi terus berkembang pesat.
Setidaknya, regulator mesti mempersiapkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen) baru untuk mengikuti perkembangan zaman agar tidak terjadi penerjemahan baru terhadap aturan yang sudah ada.
Meski demikian, Semmy melihat masih ada peluang bagi IM2 dan Indar juga Indosat untuk bebas dari hukuman. Apalagi baru-baru ini Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara secara tegas menyatakan tidak ada pelanggaran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi terkait kasus tersebut.
PT Indosat Tbk dalam siaran persnya berulangkali menegaskan telah menjalankan bisnis sesuai dengan aturan dan koridor hukum dunia telekomunikasi. Termasuk telah mendapat Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler berdasarkan keputusan Menkominfo Nomor KP.504/KEP/M.KOMINFO/08/2012.
Adapun IM2 merupakan anak perusahaan yang menjadi penyelenggara jasa akses internet berkategori Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang diatur dalam pasal 1 butir 14 UU 36/1999 tentang Telekomunikasi. Karena itu, IM2 bekerja sama dengan Indosat agar dapat memanfaatkan Jaringan Telekomunikasi Indosat. (baca: Membungkus Dakwaan Tipitel dengan Tipikor)
Kerja sama ini tidak dalam pemanfaatan spektrum frekuensi bersama seperti dimaksud dalam pasal 14 dan 15 PP No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Menurut Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Sylvia Sumarlin, dari kacamata industri, posisi IM2 setara dan memiliki lisensi yang sama dengan ISP lainnya di Indonesia. Semua ISP memanfaatkan bandwith untuk menjalankan bisnisnya.
Berkat kemajuan teknologi, bandwith yang dibeli dari para operator telekomunikasi ini digunakan ISP untuk dijual lagi kepada in-user (pelanggan) ditentukan sesuai keperluan perangkat atau device-nya. Misalnya, dikonversikan sebagai modem, penghantar suara, penghantar data, dan lain-lain.
Tentunya, dalam menjalankan bisnisnya, ISP perlu menggandeng para operator telekomunikasi. Sebab, operator memiliki dana besar untuk melakukan investasi pembelian bandwith internasional dari provider di luar negeri yang sangat mahal. Dan, operator itulah yang menjual bandwith secara eceran kepada para ISP di dalam negeri.
Landasan aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri dan diperbarui melalui Izin Penyelenggaraan atau yang disebut Modern Licensing dengan ketentuan yaitu, izin yang diterbitkan setelah pemegang izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi, dan izin penyelenggaraan berbentuk kontrak yang memuat hak dan kewajiban penyelenggara.
“Sejauh ini hubungan kita (operator dan ISP) nyaman-nyaman saja dalam berbisnis. Sejak kasus IM2 bergulir, posisi kita nggak nyaman. Tiba-tiba kita yang selalu taat dan patuh pada peraturan pemerintah lalu divonis bersalah oleh regulasi di luar Komenterian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ini pertanyaan besar. Kalau memang hubungan bisnis ini salah, Kominfo mencabut seluruh lisensi kita,” kata Sylvia.
Ia menambahkan, dari sisi industri, frekuensi dan bandwith adalah dua hal yang berbeda. Namun, pengadilan melihat itu hal yang sama.
“Jika ISP hilang, lalu siapa yang melayani masyarakat? Padahal, ISP adalah penggerak industri telekomunikasi. Apalagi sekolah juga menggunakan bandwith yang dibeli langsung dari operator. Apakah nantinya sekolah juga harus dihukum?” tandas Sylvia.
Hati-hati
Wakil Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini mengakui, pihaknya kini cenderung berhati-hati dalam melakukan terobosan baru, meskipun sudah mematuhi semua regulasi yang ada.
“Kami lebih menyoroti bagaimana hukum harus ditegakkan bukan atas dasar interpretasi orang lain karena secara tidak langsung hal ini berdampak terhadap XL. Sekarang kami melihatnya dari segala sisi, termasuk mengantisipasi interpretasi dari berbagai pihak agar tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Meski kami selalu mengikuti regulasi yang ada,” jelas Dian.
Kasus IM2 ini, menurut Dian, dapat menimbulkan preseden buruk di dunia telekomunikasi. Bahkan dapat dibilang suatu kemunduran karena menimbulkan rasa takut dan kehawatiran berlebihan bagi pelaku industri.
Apalagi saat ini, kata Dian, banyak sektor usaha lain yang juga terkait dengan teknologi telekomunikasi dalam menggunakan frekuensi jaringan. Salah satunya dunia perbankan dalam transaksi mobile banking. Pertanyaannya, apakah mereka juga harus memiliki lisensi dan batasan yang jelas dalam penggunaan frekuensi tersebut nantinya.
Dian berharap, masalah ini bisa diselesaikan secepatnya agar para penyelenggara bisnis telekomunikasi memiliki kepastian hukum dan tidak waswas dalam menjalankan bisnisnya.*
Varia.co.id
0
1.9K
Kutip
13
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.2KThread•41KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru