Jakarta - Hakim tunggal PN Jaksel Sarpin Rizaldi telah selesai membacakan putusan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka KPK. Dalam putusannya, hakim mengabulkan permohonan BG dan menyatakan tidak sah penetapan tersangka terhadapnya.
"Dalam eksepsi menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara mengabulkan permohonan prapradilan pemohon untuk sebagian," papar hakim sarpin Rizaldi dalam pembacaan putusan di PN Jaksel, Senin (16/2/2015).
Sarpin kemudian membacakan poin keputusannya yang lain. Kedua, menyatakan surat perintah penyidikan nomor 03/01/01/2015 tanggal 12 Januari yang tetapkan pemohon sebagai tersangka terkait peristiwa pidana terkait UU tentang pemberantasan korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum karenanya penetapan a quo tak punya kekuatan mengikat.
Ketiga, menyatakan penyidikan yang dilakukan termohon terkait peristiwa pidana terkait UU tentang pemberantasan korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, karenanya penyidikan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Keempat, menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon adalah tidak sah.
Kelima, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan lebih lanjut berkaitan dengan penetapan tersangka pada diri pemohon oleh termohon.
Keenam, membebankan biaya perkara kepada negara sebesar nihil.
"Menolak permohonan pemohon praperadilan selain dan selebihnya," tutup hakim disusul ketokan palu.
Sumber
Benar benar hukum di negara ini sudah tergadaikan.
Quote:
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mempertanyakan putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan Komjen Budi Gunawan terkait sah tidaknya penetapan tersangka. Putusan ini disebut aneh karena menyimpang dari aturan hukum.
"Saya kira kita menghormati putusan hakim tapi dari segi hukum banyak menimbulkan pertanyaaan, aneh," kata Harifin Tumpa saat dihubungi Senin (16/9/2015).
Keanehan yang terjadi karena hakim Sarpin secara sepihak menafsirkan sendiri aturan baku mengenai obyek praperadilan. Pasal 77 KUHAP tidak menyebutkan soal penetapan tersangka menjadi obyek gugatan praperadilan.
"Hakim sudah memperluas kewenangan praperadilan. Dia menyatakan bahwa karena tidak diatur dalam KUHAP maka hakim boleh memasukkannya (menjadi obyek praperadilan). Pendapat hakim tersebut tidak benar sebab praperadilan mengatur jelas obyek dan kewenangan. Itu sudah diatur dengan jelas, diatur limitatif, artinya selain disebutkan dalam Pasal 77 KUHAP tidak boleh," sambungnya.
Putusan hakim Sarpin dikhawatirkan merusak sistem hukum di Indonesia.
"Hakim berpendapat karena penetapan tersangka tidak diatur maka bisa dijadikan obyek. Tidak boleh seperti itu," tegas Harifin Tumpa.
Hakim Sarpin dalam putusannya menyatakan surat perintah penyidikan tanggal 12 Januari 2015 terhadap Komjen Budi Gunawan tidak sah. Hakim Sarpin juga menyatakan penetapan tersangka.
Sumber
Quote:
Jakarta - Mantan hakim agung Djoko Sarwoko mengecam putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang membatalkan status tersangka Komjen Budi Gunawan. Menurutnya, KPK tidak perlu mengindahkan putusan yang bertentangan dengan KUHAP.
"Hakimnya tersesat! Ngawur," kata Djoko kepada detikcom, Senin (16/2/2015).
Mantan Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus itu menyatakan, sejak awal ia sudah membaca hakim akan tersesat, yaitu dengan ditandai dibolehkannya banyak saksi ahli dipersidangan.
"Hakim terbawa arus, harusnya menolak," kata Djoko.
Atas putusan Sarpin, KPK tidak perlu mengindahkan putusan ini sebab putusan Sarpin jelas-jelas melanggar KUHAP. Objek praperadilan sudah tertulis jelas dalam pasal 77 KUHAP dan penetapan status tersangka bukan merupakan bagian dari objek.
"Karena putusan ini bertentangan dengan UU, KPK jalan terus saja. KPK harus melaporkan ke KY dan Mahkamah Agung (MA)," cetus Djoko.
Sumber
Quote:
TEMPO.CO , Jakarta - Mahkamah Agung akan menjatuhkan sanksi kepada Hakim Praperadilan Budi Gunawan, Sarpin Rizaldin, jika dalam putusannya mengabulkan gugatan pemohon. Dalam gugatan tersebut, Kuasa Hukum meminta Sarpin menganulir penetapan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Budi Gunawan sebagai tersangka.
Sanksi Sarpin akan sama dengan yang telah diterima Hakim Praperadilan Kasus Korupsi Bioremediasi, Suko Harsono pada 2013. Suko dimutasi ke daerah setelah memutuskan penetapan Kejaksaan Agung terhadap Bachtiar Abdul Fatah tidak sah. MA menilai Suko melanggar batas kewenangan dengan memutuskan soal status tersangka.
"Penetapan tersangka bukan domain praperadilan. Harusnya Sarpin menggunakan yurispudensi kasus itu (Chevron) karena MA sudah bilang salah," kata mantan Ketua MA Harifin Tumpa, Kemarin.
Harifin menyatakan, tak mungkin sidang praperadilan mampu membuktikan seseorang sah sebagai tersangka atau tidak. Pembuktian tersangka harus melalui proses panjang dengan pemeriksaan seluruh saksi dan bukti. Tahap ini hanya mungkin dilakukan dan memang menjadi kewenangan persidangan, bukan praperadilan.
Sidang praperadilan sendiri terikat pada dua sifat yaitu singkat dan terbatas. Praperadilan harus dilakukan dalam tempo singkat yaitu tujuh hari yang digelar sebelum ada persidangan kasus tersebut. Sifat terbatas mengikat pada obyek yang dapat diajukan dalam praperadilan yaitu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan ganti rugi.
"Lima obyek ini sangat mungkin diperiksa sah atau tidak dalam waktu singkat sehingga bisa ke praperadilan. Kalau status tersangka tak mungkin," kata dia.
Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia Junaedi juga menekankan pentingnya yurispudensi putusan MA terhadap Praperadilan Chevron. Ia menilai, pembatalan putusan MA di tingkat kasasi tersebut sangat layak menjadi yurispudensi karena telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Berbeda, menurut Junaedi, dengan dalil Kuasa Hukum Budi yang justru mendasarkan gugatannya dengan yurispudensi pada putusan Suko Harsono yang mencabut status tersangka Bachtiar. "Yurispudensi itu hanya pada putusan yang punya kekuatan hukum tetap dan telah dilakukan oleh banyak hakim," kata dia.
Selain itu, saksi ahli Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut juga menyatakan, ada dalil yang keliru soal syarat kolektif dalam penetapan tersangka Budi. Menurut dia, maksud kolektif bukanlah seluruh pimpinan KPK harus hadir dan menandatangani bersama. Tetapi penetapan harus dilakukan atas kesepakatan seluruh pimpinan. "Hakim jangan terkecoh dengan dalil-dalil lemah seperti ini," kaya Junaedi.
Sumber