Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

beefkeefAvatar border
TS
beefkeef
Jokowi Aktor Kriminalisasi KPK
Ada seseorang yang pernah mengungkap keheranannya kepada saya mengenai sikap orang-orang yang anti Jokowi karena mereka tampak senang ketika Jokowi membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat kecil atau yang menghancurkan tata negara atau yang merusak hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-negara sahabat. Saya menjawab bahwa tidak benar kami, para anti Jokowi yang paling gigih ini senang melihat Indonesia tidak sukses di tangan Jokowi; tapi bagi kami semakin banyak Jokowi melakukan blunder dalam kebijakannya maka semakin banyak pendukung fanatik Jokowi yang akan sadar dan berbalik arah untuk tidak mendukung Jokowi di masa depan sehingga usaha menurunkan Jokowi nantinya akan lebih mudah.

Dalam konteks inilah saya harus memberikan apresiasi dan rasa salut pada jebakan yang dipasang oleh KMP di DPR ketika mereka memutuskan mendukung pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri pengganti Sutarman. Saya sempat kecewa atas keputusan tersebut tapi kemudian mencoba kembali bersabar setelah Desmond Mahesa mengatakan kepada awak media bahwa keputusan aklamasi KMP tersebut adalah sebuah permainan dan DPR sedang memberikan bola panas kepada Jokowi sehingga pada akhirnya Jokowi akan berhadapan dengan pendukungnya sendiri dari kalangan aktivis masyarakat sipil anti korupsi yang menentang Budi Gunawan karena tersangkut rekening gendut. Dan betapa dahsyatnya bola panas dari DPR itu; bukan saja Jokowi gagal mengatasinya tapi bola panas itu juga membuat Jokowi terus membuat kesalahan fatal yang mendegradasi namanya sendiri dan menghancurkan kredibilitas yang susah payah dibangunnya selama puluhan tahun!

Saya terkejut tapi cukup senang karena salah satu pendukung Jokowi yang membuka mata kepada fakta bahwa citra hebat Jokowi itu hanya sekedar ilusi adalah Iwan Piliang; pendukung Jokowi yang paling fanatik sejak masih menjadi Walikota Solo. Melalui twitter Iwan Piliang mengungkap rasa kecewanya melihat pemerintahan Jokowi selama 100 hari pertama; namun Iwan masih mencoba membela diri dengan mengatakan bahwa "Jokowi yang sekarang telah kehilangan kejokowiannya karena terjebak koalisi fulus dan politik sebab Jokowi yang dia kenal dan promosikan tidak seperti ini." (http://chirpstory.com/li/248743). Sayangnya dalam hal ini Iwan Piliang salah, sebab secara psikologis, seseorang yang telah mencapai umur tertentu sudah tidak mungkin berubah sehingga sosok "Kejokowian" teman diskusi demi menjalankan negara dengan nurani bersih yang dia lihat sebelumnya kemungkinan besar bukanlah Jokowi yang asli melainkan sekedar berpura-pura demi mencari simpati dan pendukung untuk memuluskan karir politik ke jenjang berikutnya. Sebaliknya, sifat Jokowi yang sebenarnya adalah yang sekarang ini disaksikan sendiri oleh hampir 300juta rakyat Indonesia sebagai pemimpin otoriter, korup, demagoge, fasis, tidak cakap dan totaliter yang anti rakyat kecil.

Kendati demikian, Iwan Piliang dan semua pendukung Jokowi yang sekarang menyesali pilihannya harus menyalahkan diri mereka terjebak pencitraan Jokowi; sebab mereka yang sebatas mengenal Jokowi dari hasil sesekali tatap muka atau liputan media massa bombastis tentang Jokowi seharusnya memperhatikan pandangan dari orang-orang yang sungguh mengenal Jokowi dari kesehariannya dan pola dia memimpin dan yang membuka tabiat asli Jokowi sudah sangat banyak, seperti Naniek S. Deyang mantan media officer Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta; Prijanto mantan pendukung Jokowi saat nyagub; Supradi mantan sekretaris daerah Solo ketika Jokowi menjabat sebagai walikotanya dan lain sebagainya. Sekalipun terpisah ruang dan waktu, namun semua kesaksian orang-orang yang mengenal Jokowi itu sama dan serupa, dan oleh karena itu kita cukup mengutip dari satu kesaksian saja; misalnya dari Supradi yang mengatakan:

1. Supradi mengatakan banyak program-program Jokowi di Solo yang saat ini mangkrak, misalnya pembangunan taman seperti Sekar Taji, Terminal Tirtonadi, Citywalk yang semerawut, Railbus, Pasar tradisional dan lain-lain. Kemudian keberhasilan memindahkan ribuan PKL Banjarsari ke Pasar Notoharjo bukan hasil kerja Jokowi melainkan FX Rudy yang saat itu menjabat Wakil Walikota Solo dan karena ada juga bantuan modal dari Kementerian Koperasi pada tiap PKL sebesar Rp. 5juta. Kios-kios di pasar Solo juga banyak yang kosong dan angka kemiskinan sangat tinggi.

2. Angka kemiskinan di Solo pada masa kepemimpinan Jokowi meningkat tajam.

3. Esemka adalah proyek pemerintah yang sengaja digunakan oleh Jokowi sebagai kendaraan politik menuju ibu kota dan setelah tercapai tujuannya menjadi gubernur, Jokowi tidak peduli lagi dengan nasib Esemka dan mobil itu hanya menjadi pajangan di Solo Techno Park, tempat produksi Esemka.

4. Penampilan Jokowi yang terkesan sederhana dan merakyat dengan baju putih atau kotak-kotak, celana hitam dan sepatu kats hanya pencitraan dengan tujuan merebut simpati atau hati rakyat sebab sewaktu di Solo, Jokowi tidak pernah mengenakan pakaian seperti itu karena selalu pakai jas dan dasi setiap hari.

5. Jokowi munafik karena imej Jokowi sebenarnya tidak seperti yang dicitrakan dan Jokowi tidak sederhana seperti yang digembar-gemborkan. Jokowi kalau memimpin arogan, tidak mau akui keberhasilan staf, kalau berhasil dia, kalau salah staf. Selain itu pemberitaan bahwa Jokowi tidak menerima gaji saat menjadi walikota Solo adalah bohong belaka.

- See more at: http://nasional.inilah..com/read/detail/2115630/mantan-sekda-solo-jokowi-munafik#sthash.WgFub6oY.dpuf

http://nasional.inilah..com/read/detail/2115895/inilah-kritik-mantan-sekda-solo-terhadap-jokowi/13138/banyak-program-jokowi-mangkrak

Perhatikan semua kesaksian dari Sekda Solo tersebut dan kita semua akan menyadari bahwa semua hal tersebut kembali dilakukan oleh Jokowi selama kampanye pilpres dan ketika dia menjabat sebagai presiden, sebut saja berbagai pernyataan Jokowi bahwa dia akan menyelesaikan semua kasus hak asasi manusia yang masih menggantung; atau dia akan mencari Wiji Thukul atau dia akan membuat kebijakan memberantas korupsi padahal ketika menjabat ternyata terbukti bahwa isu HAM dan anti korupsi hanya dijadikan komoditas politik dan kendaraan politik menuju kursi kepresidenan sama seperti Esemka.

Silakan renungkan, inilah Jokowi yang sebenarnya; bukan seperti yang dicitrakan oleh media massa melainkan Jokowi sebagaimana disaksikan sendiri oleh orang-orang yang pernah bekerja sama dengan dirinya selama bertahun-tahun dan mengetahui sifat aslinya.

Bila kita sudah bisa lebih jernih dalam menilai Jokowi maka hal itu berarti kita juga bisa melihat kasus kriminalisasi terhadap KPK secara apa adanya, contoh pernyataan Plt. Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto bahwa Abraham Samad memperjual-belikan kasus di KPK demi menjadi cawapres Jokowi atau penangkapan terhadap Bambang Widjojanto atas laporan anggota DPR dari Fraksi PDIP yang konon adalah "korban aksi Bambang Widjojanto." Apakah semua upaya kriminalisasi terhadap KPK itu hanya melibatkan PDIP dan Megawati tanpa peran Jokowi sebagaimana dicoba didalihkan oleh sebagian pendukung Jokowi yang masih mencoba merasionalisasi penangkapan BW; atau Jokowi justru memainkan peranan integral untuk memberangus KPK dan para pemimpinnya? Dalam hal ini saya bisa mengatakan dengan cukup nyaman bahwa adalah tidak benar bahwa kisruh KPK terjadi karena Megawati dan PDIP terlalu banyak mengintervensi Jokowi yang membuat Jokowi goyah dan melenceng dari isi "Nawa Cita" sebab bila Jokowi sebagai petugas partai membiarkan keinginan koalisi pendukungnya terjawantahkan dalam kebijakan negara maka hal tersebut dilakukan Jokowi dengan sadar supaya dia tidak kehilangan dukungan dan kekuasaan. Fakta  yang sebenarnya adalah sesederhana itu.

Lagipula kita bisa melihat bahwa Jokowi adalah sekian banyak aktor yang bermain dalam drama politik kriminalisasi terhadap KPK melalui upaya menurunkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dengan harapan mereka akan menjadi tersangka dan berhenti sementara dari kepemimpinan KPK sehingga memuluskan naiknya Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI sesuai keinginan Megawati. Bisa dibilang tanpa peran Jokowi maka mustahil rancangan jahat dari PDIP dan pendukungnya terhadap KPK bisa tercapai dan berjalan mulus. Mari kita lihat beberapa fakta berikut:

1. Jokowi adalah presiden yang mengirim nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri ke DPR-RI atas usulan Kompolnas yang diketuai oleh Menkopolhukam, orang PDIP juga.

2. Jokowi adalah orang tanpa memberikan alasan yang memecat Kapolri Jenderal Polisi Sutarman yang bersih dan memecat Kabareskrim Komjen Suhardi Alius yang pro KPK dan pro pemberantasan korupsi. Apabila keduanya masih menjabat maka dapat dipastikan kriminalisasi terhadap KPK tidak akan pernah terjadi. Indikasi dari kongkalikong dalam peristiwa ini nampak jelas ketika Menkopolhukam pura-pura terkejut dan seolah tidak tahu bahwa Suhardi Alius sudah dicopot.

3. Pengganti Komjen Suhardi Alius, yaitu Irjen Polisi Budi Wiseso adalah orang dekat Budi Gunawan yang dari awal telah bersikap agresif dalam menunjukan kemarahannya atas penetapan status Budi Gunawan selaku tersangka oleh KPK antara lain dengan menyebut ada penghianat di tubuh polri dan dia akan membersihkan penghianat itu. Siapa penghianat dimaksud? Dari pernyataan Suhardi Alius sebelum dicopot bahwa dia difitnah maka terlihat benang merah bahwa Budi Wiseso melihat Suhardi Alius berhianat dengan memberikan data-data seputar rekening gendut Budi Gunawan kepada KPK.

4. Fakta bahwa Kabareskrim segera mengirim berkas Obor Rakyat yang menjadi duri dalam daging Jokowi kepada Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh petinggi NasDem hanya sehari setelah pelantikan Budi Wiseso membuat saya sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi kesepakatan politik atau barter kasus antara Jokowi dengan pendukung Budi Gunawan di kepolisian, yaitu "kepala" orang di belakang Obor Rakyat ditukar dengan "kepala" Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.

5. Pelaksanaan penangkapan Bambang Widjojanto tampaknya sengaja dicocokan dengan hari ulang tahun Megawati sehingga memberikan arti simbolis bahwa penangkapan orang yang merusak rencana Megawati tersebut adalah hadiah ulang tahun dari Budi Gunawan, ajudan kesayangan Megawati untuk mantan presidennya yang disebut oleh orang-orang sebagai "Ibu Budi".

6. Sesuai rencana yang sudah ditetapkan, maka Jokowi bersikap cuek dan acuh tidak acuh dengan peristiwa penangkapan Bambang Widjojanto antara lain dengan mengatakan agar proses hukum berjalan sesuai dengan koridor dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sikap non intervensi Jokowi ini sangat tidak menguntungkan posisi KPK dan sebaliknya memuluskan rencana kepolisian kubu Budi Gunawan untuk menghancurkan lembaga yang telah mempermalukan Budi Gunawan.

7. Pada akhirnya terlihat jelas bahwa semua aktor kriminalisasi KPK berasal dari PDIP: pelapor Abraham Samad dari PDIP; pelapor Bambang Widjojanto dari PDIP; penyidik Bambang Widjojanto dari kubu Budi Gunawan yaitu saksi yang dipanggil KPK dan mangkir; Jaksa Agung yang mendakwa keduanya berasal dari NasDem, anggota koalisi PDIP; dan presiden yang memuluskan rencana kriminalisasi dengan menggeser personel pro KPK menjadi anti KPK adalah petugas partai PDIP.

Masih kurang bukti apa lagi bahwa Jokowi adalah salah satu aktor yang mendukung pelemahan KPK dan bukan sekedar dipinjam tangannya oleh Megawati dan PDIP? Ingat bahwa Jokowi memiliki semua motivasi di dunia untuk mengganggu KPK?
0
5.7K
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.2KThread83.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.