copas dari
http://bisnis.liputan6.com/read/2154...ahan-harga-bbm
Quote:
Reaksi YLKI Soal Perubahan Harga BBM
By Septian Deny
on Dec 31, 2014 at 13:14 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah secara resmi mengumumkan harga BBM baru yang akan berlaku mulai 1 Januari 2015 pukul 00.00. Untuk harga premiun dipatok Rp 7.600 per liter tanpa subsidi dari sebelumnya Rp 8.500. Sedangkan harga solar Rp 7.250 dengan subsidi Rp 1.000 per liter.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan bahwa jika mengacu pada Undang-Undang (UU) tentang energi, maka komoditas energi memang harus dijual pada harga ekonomian.
"Kalau dasarnya seperti itu, maka energi dijual pada harga keekonomian, artinya harga produksi berapa maka dijual sesuai dengan biaya produksi itu," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (31/12/2014).
Namun, dalam UU tersebut menyatakan bahwa negara masih harus mensubsidi pada masyarakat yang tidak mampu dalam sektor energi.
"Pengguna premium kan bukan orang yang tidak mampu. Masyarakat miskin menurut BPS kan yang income di bawah Rp 20 ribu atau menurut Bank Dunia di bawah US$ 2. Jadi tidak bisa migas ditetapkan dengan harga pasar, tapi pada harga keekonomian. Itu bertentangan dengan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi)," jelasnya.
Sementara itu, mengenai rencana pemerintah untuk melakukan peninjauan secara berkala mengenai besaran harga premium, Tulus mengungkapkan hal tersebut tidak menjadi masalah. Karena kenyataannya bahwa Indonesia masih harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri.
"Itu tidak masalah, karena faktanya kita masih impor BBM untuk memenuhi kebutuhan nasional. Karena produksi kita hanya 800 ribu barel, kebutuhan 1,3 juta barel, selisih 500 ribu barel. Karena harga minyak dunia bisa saja berubah," tandasnya.
copas dua point terakhir dari
http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac....sembul24_3.htm
Quote:
Dengan menggunakan acuan harga pasar dunia, memang tidak bisa dihindarkan apabila harga dunia naik, maka harga dalam negeri juga perlu meningkat. Persoalannya apakah kita sepenuhnya menyerahkan penentuan harga barang yang stretagis tersebut pada mekanisme pasar bebas, atau ekonomi yang liberal? Hal ini tentu tidak seharusnya terjadi. Namun kenyataannya pemerintah, pada waktu lalu dan juga saat ini, agaknya ingin menyesuaikan sepenuhnya dengan harga di pasar dunia. Dengan kondisi masyarakat seperti sekarang pemerintah sebetulnya bisa membuat penetapan mengenai batas atas (ceiling price) pada harga BBM ini. Hal ini dimaksudkan agar gejolak harga tidak terlalu tinggi. Dengan penetapan batas atas ini, maka pemerintah memang harus mengeluarkan subsidi yang banyak pada waktu harga dunia tinggi. Namun subsidi ini bisa ditutup oleh keuntungan ketika harga minyak dunia menurun. Penetapan batas atas harga BBM domestik ini didasari kenyataan bahwa harga minyak yang sangat tinggi sekarang ini diperkirakan bersifat sementara. Harga BBM tahun-tahun lalu masih berkisar US$25 per barrel, dan kemudian naik terus hingga di atas US$50-an, dan kemudian menurun lagi menjadi US$ 40-an per barrel.
Last but not least, pola-pola sosilaisasi untuk mengurangi subsidi BBM yang terjadi saat ini hendaknya tidak hanya dilihat dari sisi kepentingan pemerintah, yang ingin “menarik” subsidi dari okrang kaya. Orang kaya memang tidak berhak memperoleh subsidi. Dikaitkan dengan fungsi alokasi dan distribusi, hal itu juga merupakan penyimpangan. Namun menghapuskan begitu saja subsidi BBM tanpa format yang jelas untuk penggantinya, juga bisa kontraproduktif. Sebelum subsidi dihapus, format baru subsidi harus jelas lebih dulu. Fungsi distribusi dari kebijakan fiskal membenarkan adanya subsidi ke masyarakat miskin. Namun kebijakan yang secara tiba-tiba menghapuskan subsidi BBM, yang berarti menarik juga subsidi dari masyarakat miskin, menjadi tidak tepat jika format kompensasi bagi si miskin belum jelas. Sosialisasi rencana kenaikan harga BBM, seperti yang terjadi sekarang, masih sangat abstrak, dan tidak memberikan jaminan kepastian bahwa masyarakat miskin tidak akan menderita dari penarikan subsidi tersebut. Ini justru bisa menjadi semacam “teror” negara atas masyarakatnya untuk menerima kebijakan publik yang “menarik kembali subsidi pada orang kaya dan miskin, namun tak jelas kompensasinya pada si miskin yang tak lagi menikmati subsidi pada komoditi tersebut”.
copas dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Pancasila
Quote:
Ekonomi Pancasila adalah sebuah sistem perekonomian yang didasarkan pada lima sila dalam Pancasila.[1] Istilah Ekonomi Pancasila baru muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel Dr. Emil Salim.[2] Ketika itu belum begitu jelas apa yang dimaksud dengan istilah itu.[2] Istilah itu menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979, Emil Salim membahas kembali yang dimaksud dengan "Ekonomi Pancasila".[2] Pada esensinya, Ekonomi Pancasila adalah suatu konsep kebijaksanaan ekonomi, setelah mengalami pergerakan seperti bandul jam dari kiri ke kanan, hingga mencapai titik keseimbangan.[2] Ke kanan artinya bebas mengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri artinya mengalami intervensi negara dalam bentuk perencanaan terpusat.[2] Secara sederhana, Ekonomi Pancasila dapat disebut sebagai sebuah sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atau "ekonomi pasar terkendali".[2] Mungkin ada istilah-istilah lain yang mendekati pengertian "Ekonomi Pancasila", yaitu sistem ekonomi campuran, maksudnya campuran antara sistem kapitalisme dan sosialisme atau sistem ekonomi jalan ketiga.[2]
copas dari
http://sistempemerintahan-indonesia....indonesia.html
Quote:
Sistem ekonomi Pasar/Liberal/Kapitalis adalah sistem ekonomi dimana ekonomi diatur oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Sistem ekonomi liberal merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan seutuhnya dalam segala bidang perekonomian kepada setiap orang untuk memperoleh keuntungan yang seperti dia inginkan. Sistem ekonomi liberal banyak dianut negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Ciri-ciri :
Menerapkan sistem persaingan bebas
Kedaulatan konsumen dan kebebasan dalam konsumsi
Peranan pemerintah dibatasi
Peranan modal sangat penting
komen TS :
habis baca berita tentang BBM akan mengikuti harga pasar, ane jadi inget pelajaran SMA dulu dan timbul pertanyaan, kebijakan BBM sekarang masih mengikuti sistem ekonomi Pancasila tidak ya? Karena ane bukan orang ekonomi, ane ga bisa jawab.
Karena kelihatannya banyak yang salah paham, ane tambahin :
ane BUKAN panastak maupun panasbung. ane TIDAK menyalahkan Jokowi. ane CUMA PENASARAN apakah mengikuti harga pasar sesuai dengan sistem ekonomi Pancasila. APAKAH TIDAK ADA RESIKO nantinya kalau rakyat kecil makin susah. yang pada fanatik panastak ataupun panasbung yang mau komen silakan, tapi coba dipikir dulu, argumen ane beralasan atau tidak