Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

deniswiseAvatar border
TS
deniswise
Harga Tempe dan Tahu Bisa Naik 10% Tahun Depan
JAKARTA - Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Euis Saedah mengungkapkan bahwa harga tahu dan tempe diperkirakan akan naik 10 persen di awal tahun 2015.

Menurutnya kenaikan tersebut seiring dengan naiknya bahan kedelai dan efek dari naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Harga tempe dan tahu pasti naik. Saat ini sedang ditahan karena menjelang perayaan natal dan tahun baru. Jadi harga tidak dinaikkan tapi ukurannya diperkecil. Tapi setelah itu akan naik. Kedelai diperkirakan naik 7 persen, otomatis tahu tempe naik 10 persen karena faktornya bensin juga," tutur Euis di gedung Kemenperin, Jakarta, Senin (22/12/2014).

Euis menegaskan hal itu akan menjadi perhatian Kemenperin untuk membantu para IKM yang terjun diranah terkait. Bantuan yang diberikan akan berupa alat-alat mesin guna mendorong kapasitas produksinya.

"Apalagi nanti kita masuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Di Batam ada 15 pengrajin tempe yang jual ke Singapura, tempe ternyata menggeser cemilan mereka. Pemerintah mereka akhirnya tertarik untuk mempelajari tempe. ini yang harus diperhatikan nantinya," tandasnya.

sumber

Menanam Kedelai Tidak Menguntungkan, Petani Lebih Pilih Impor
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan berdasarkan biaya atau ongkos produksi, komoditas kedelai dinilai tidak menguntungkan. Ongkos produksi tanaman kedelai per musim tanam sebesar Rp 9,1 juta per hektar luasan panen. Sedangkan output-nya hanya Rp 9 juta per hektar luasan panen.

"Artinya, rasio antara ongkos produksi dibanding output tanaman kedelai sebesar 101,11 persen," ujar Kepala BPS, Suryamin saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (23/12).

Suryamin menerangkan investasi pertanian yang menguntungkan ada di padi sawah yang lebih tinggi dari tanaman pangan lain di mana rasionya lebih rendah.

Ia menjelaskan untuk tanaman padi sawah ongkos produksinya sebesar Rp 12,7 juta per hektar per musim sedangkan output-nya sebesar Rp 17,2 juta per hektar per musim. Itu artinya rasionya 73,48 persen.

Lalu untuk tanaman padi ladang, ongkos produksinya Rp 7,8 juta per hektar per musim dan output-nya Rp 10,2 juta per hektar per musim atau 76,47 persen dari output.

Kemudian untuk tanaman jagung, ongkos produksinya sebesar Rp 9,1 juta per hektar per musim, atau 75,83 persen dari output-nya yang sebesar Rp 12 juta per hektar per musim.

Suryamin mengungkapkan upah pekerja dan jasa pertanian mengambil porsi terbesar untuk semua jenis tanaman pangan pada komponen biaya produksinya.

Ongkos terbesar kedua adalah sewa lahan. Berturut-turut berikutnya yakni pupuk, bibit, pengeluaran lainnya, sewa alat/sarana usaha, pestisida dan bahan bakar.

Ia mengingatkan struktur biaya yang dikeluarkan petani perlu dikontrol dan diatur komponen manakah yang terbesar. Sebab, hal ini sangat menentukan efisien tidaknya sebuah pengusahaan pertanian. "Kalau tidak efisien, bisa jadi produk impor lebih berdaya saing," ucap Suryamin.

Deputi bidang Statistik Produksi BPS Adi Lumaksono mengatakan mahalnya ongkos produksi dibanding output membuat petani kedelai lebih memilih menanam komoditas lain seperti padi atau jagung yang lebih menguntungkan.

"Kalau dilihat gambaran itu kurang menarik. Jadi harus ada upaya luar biasa. Kalau kepastian harga bahwa petani akan mendapat untung, kedelai pasti akan bertambah produksinya karena petani semangat untuk menanam," ucap Adi.

Ia menjelaskan Harga Patokan Petani (HPP) kedelai saat ini masih dinilai cukup rendah. Produk kedelai impor yang lebih murah, membuat HPP kedelai lokal selalu tak tercapai. Terlebih harga kedelai impor jauh lebih murah.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) harga kedelai di tingkat importir saat ini mencapai Rp 7.300 - Rp 7.600 per kilogram yang kemudian dijual oleh para distributor di tingkat Rp 7.800/kg kepada industri-industri pengrajin tahu tempe yang mengkonsumsi sekitar 84 persen dari kebutuhan kedelai nasional.

Sedangkan harga rata-rata eceran kedelai di tingkat nasional mencapai Rp 11.300/kg, yang merupakan harga jual pengecer kepada sekitar 16 persen kebutuhan di luar industri tahu/tempe.

Adi mengatakan kondisi tersebut yang membuat produksi kedelai Indonesia per tahun semakin berkurang. Padahal di masa lampau, Indonesia pernah memproduksi kedelai di atas 1 juta ton per tahun. Tetapi kini produksi kedelai hanya 600.000-700.000 ton saja per tahun

Ia mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan apakah HPP Kedelai perlu dinaikkan atau tidak. Lalu kedua, pemerintah bisa menggunakan data pihaknya untuk menentukan komponen biaya mana yang harus diberikan insentif atau subsidi.

"Oleh karena itu struktur ongkos ini jadi sangat penting bagi pemerintah untuk membuat kebijakan," ucap Adi.

sumber

wajar naik demi indonesia yg lebih baik
nona212
nona212 memberi reputasi
1
2.8K
26
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.