BEKING BISNIS ALI BABA
Mafia Maling Ikan Tidak Segan Menyodorkan Nama Beking Kepada Hakim yang Menyidangkannya
Mohammad Indah Ginting sempat tertegun ketika penyidik memperlihatkan secarik kertas milik nela¬yan asing. Kertas itu hanya menuliskan satu kalimat: “Dengan tidak mengurangi rasa hormat, kalau kapal ini ditangkap, tolong hubungi nomor sekian.”
Saat itu Ginting duduk sebagai hakim Pengadilan Perikanan Medan pada 2011. Ia tengah menyidangkan awak kapal pelaku illegal fishing (pencurian ikan) yang tertangkap di perairan teritori Indonesia.
“Nomor teleponnya itu nomor angkatan tertentu, ternyata,” ujar Ginting. Namun ia enggan menyebutkan salah satu matra TNI tersebut.
Kejadian semacam ini tidak sekali dialami Ginting.
Ia yakin aparat penegak hukum di laut punya jalinan tertentu dengan berbagai kapal pencuri ikan. Beking pencuri ikan bukan hanyaberasal dari “angkatan” tertentu, tapi juga dari patroli aparat lain.
Praktek main beking hampir memenuhi kehidupan sehari¬hari Ginting. Maklum, Pengadilan Perikanan Medan termasuk salah satu pengadilan perikanan tersibuk di Indonesia. Dalam setahun, ia menangani 30¬35 perkara pencurian ikan.
Kawasan perairan di Sumatera ini ramai oleh lalu lalang kapal pencuri ikan. Karena itu, jumlah kasus di Pengadilan Perikanan Medan terpaut jauh dibanding di Pengadilan Perikanan Jakarta, yang hanya menangani tujuh persidangan dalam setahun.
Hampir tiap hari Ginting menyaksikan beragam tingkah polah pelaku pencurian ikan yang berusaha berkelit dari hukum. Mereka membentuk jaringan mafia dengan merangkul pengusaha lokal. Biasanya masyarakat menyebutnya dengan Ali Baba.
“Baba yang punya operasi, Ali yang punya kapal.Di sini kan banyak begitu,” ujar hakim yang duduk sebagai Ketua Forum Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan Seluruh Indonesia itu.
Praktek Ali Baba berjalan dengan rumit untuk mengakali regulasi penangkapan ikan. Data pemilik kapal bisa berbeda dengan data agen kapal. Bahkan wilayah operasionalnya juga berbeda dengan data pemilik, agen, maupun awaknya.
“Ada tangannya di situ. Jadi kapal Thailand umumnya dioperasikan Malaysia atau diageni Malaysia. Nah, Malaysia yang ngurus ke Indonesia semua,” tuturnya.
Main beking hanya sebagian metode. Jika kasus pencurian ikan masih berlanjut di pengadilan, mereka menghubungi rekan pengusaha lokal untuk mendapatkan kapal dengan harga murah saat proses pelelangan ikan.
Ginting pada 2011 menangani kasus pencurian ikan di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Aparat menangkap 16 kapal berbendera Malaysia sedang membuang umpan. Namun mereka tidak dapat menangkap awak kapal karena berada di luar laut teritorial.
“Jadi, kalau di ZEE itu ikannya milik kita, sumber daya ikannya berdaulat. Tapi wilayahnya bukan milik kita,” ujarnya.
Ketika proses persidangan berakhir, Ginting menjatuhkan hukuman denda kepada pemilik kapal sebesar Rp 20 miliar terhadap tiap kapal. Sedangkan kapal tersebut disita dan kemudian dilelang.
Hukuman ini sia¬-sia.
Kapal dibeli oleh rekanan pemilik kapal dari dalam negeri dengan harga murah dan dikirim kembali kepada pemilik aslinya. Sedangkan denda tidak dapat ditagih karena pemilik kapal hidup di luar negeri.
“Bagaimana ini cara menagihnya. Ibu Susi Pudjiastuti harusnya nagih. Dia belum mendapat informasi ini. Jadi banyak utang Thailand di pengadilan itu,” tuturnya.
Praktek Ali Baba merupakan metode operasi klasik. Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2004¬2009, Freddy Numberi, mengaku kesulitan memberantas Ali Baba di masa jabatannya. Ia pernah menangkap kapal pencuri ikan dengan kapasitas 5.000 gross ton asal Thailand dan
membawanya ke pengadilan perikanan.
Saat lelang, kapal tersebut dibeli oleh perusahaan Indonesia. Namun, saat pengecekan ketersediaan dermaga, kapal itu sudah berlayar kembali ke negara asal pemiliknya.
“Dari sini bisa diketahui ternyata cara lelang kita di Indonesia belum bisa menghadapi mafianya. ‘Kerja sama’ dalam konteks bagaimana caranya agar merekalah yang membeli, kemudian mereka kembalikan kepada pemiliknya,” kata Freddy.
Praktek Ali Baba di luar proses pengadilan pun berliku. Freddy pernah menjumpai salah satu perusahaan ikan dan pelayaran di Surabaya. Perusahaan itu hanya memiliki direktur dan satu sekretaris.
Namun aset perusahaan mencatat 100 kapal hasil kerja sama dengan perusahaan Tiongkok. Mereka terdaftar melakukan eksplorasi ikan di perairan Arafura.
“Orang ini istimewa. Dia punya jalur untuk berkomunikasi dengan mereka bahwa dia bisa memasukkan kapalnya ke Indonesia dan menangkap ikan kita. Akhirnya saya cabut izinnya,” ujarnya.
Di laut, Ali Baba berbekal dokumen dan bendera ganda serta uang suap. Ketua Presidium Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kalimantan Timur, Rustan, menengarai praktek suap pencuri ikan kepada aparat penjaga laut.
Praktek ini ia buktikan pada 2007 dan 2010. Nelayan lokal bersama¬sama melakukan operasi dan menangkap kapal berbendera Indonesia yang diloloskan oleh aparat untuk mencari ikan. Ketika melakukan penggeledahan, mereka menemukan dokumen dan bendera ganda di kapal tersebut.
“Uangnya dari pengusaha Indonesia atau Malaysia yang mengurusi kapal¬kapal asing itu. Lokasinya di pinggir perairan Kalimantan Utara. Kita pernah buktikan tahun 2007. Tahun 2010 kita buktikan juga. Jadi kapal yang segede gunung itu bisa masuk perairan Indonesia,” katanya.
Praktek Ali Baba ini membuat nelayan tradisional berang. Banyak aparat sering kali bungkam mendapat laporan pencurian ikan dari nelayan. Mereka berlayar dengan dua dokumen pelayaran dan dua bendera identitas kapal. Alhasil, beberapa kali mereka lolos dari pemeriksaan aparat.
“Itu untuk mempermudah gerak¬-gerik mereka ketika memasuki wilayah perairan Indonesia. Diperlihatkan dokumen Indonesia kalau tertangkap, terus memasang bendera Indonesia,” tuturnya.
Padahal aksi pencuri ikan di perairan Kalimantan Timur tergolong nekat. Mereka berani membuang umpan sekitar 4 mil dari pantai.
Kepala Dinas Penerangan Armada Barat TNI AL, Letnan Kolonel Aris Miftahurrahman, membantah anggapan bahwa anggotanya beroperasi melakukan praktek suap di atas laut. Seluruh proses penindakan pencurian ikan oleh TNI AL berpijak pada legalitas hukum.
“Tidak ada istilah selesai di tengah laut. Kami proses sesuai dengan kaidah hukum sebagai aparat penegak hukum di laut. Semuanya kita serahkan ke kejaksaan terdekat,” ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hanya punya satu cara menghadapi licinnya jaringan Ali Baba. Ia mengancam akan meledakkan semua kapal yang tertangkap melakukan pencurian ikan. Mereka selalu melakukan segala upaya untuk mengulang pencurian lagi.
“Karena kita tidak mungkin terus¬-menerus menangkapi dan mengawasi. Satu-¬satunya yang paling hebat ya efek jera, tenggelamkan. Dan itu ada di Undang-Undangnya,” kata Menteri Susi.
(BAHTIAR RIFAI, IBAD DUROHMAN, ISFARI HIKMAT, MONIQUE SHINTAMI | ARYO BHAWONO)
Terkait dengan beberapa pemberitaan akhir-akhir ini yang menyebutkan adanya keengganan pihak-pihak tertentu dalam membantu pemberantasan pencurian ikan (berita pernyataan dari ketua KPK), bisa jadi karena memang ada oknum dari instansi tersebut yang terlibat dalam mafia ikan. Dan hal inilah yang coba ditelusuri oleh berita di atas.
Kemudian, mengenai pemilihan metode penenggelaman kapal, disebutkan dengan gamblang kalau metode lelang sangat tidak efektif. Dan yang lebih miris, penjatuhan sanksi denda pun tidak mempan, karena pemilik kapal yang berada di luar negeri, sehingga tidak bisa ditagih
Oleh karena itu, saat ini satu-satunya cara efektif untuk bikin jera ya ditenggelamkan.
Terakhir, mohon mangap kalau beritanya agak basi. Tapi masih belum melewati masa kadaluwarsa menurut definisi UU BPLN kok (15 hari)
Sumur ada di bagian paling atas.