- Beranda
- Melek Hukum
7 Hal Penting Soal Mertua
...
TS
hukumonline.com
7 Hal Penting Soal Mertua
agan-aganwati yang sekarang sudah berkeluarga, tentu seringkali memiliki masalah dengan mertua. Mulai dari karena tinggal serumah, dan kemudian saling menyalahkan mengurus rumah, konflik karena cucu, ataupun masalah lainnya.
Kalau agan-aganwati mengira ini sekedar urusan internal keluarga, tentu gak sepenuhnya salah. Tapi sebenarnya ada loh aspek-aspek hukum yang bisa dilihat ketika ada masalah dengan mertua. Cedkidot ya gan.
1. Calon Mertua Gak Setuju Sama Pasangan
2. Kejamnya Mertua dan Suami
3. Di-PHP-in Sama Mertua
4. Mertua Melarang Untuk Menemui Anak Sendiri
5. Tinggal Sama Mertua
6. Mertua Sering Ngutang
7. Jual-Beli Dengan Mertua
Itu dia pembahasan dari hukumonline gan. siapa atau agan ada pengalaman, silahkan di-share di mari ya gan.
Kalau agan-aganwati mengira ini sekedar urusan internal keluarga, tentu gak sepenuhnya salah. Tapi sebenarnya ada loh aspek-aspek hukum yang bisa dilihat ketika ada masalah dengan mertua. Cedkidot ya gan.
1. Calon Mertua Gak Setuju Sama Pasangan
Spoiler for Mertua Gak Setuju:
Kalau Orang Tua Pasangan (Calon Mertua) Gak Setuju
Prinsipnya Gan, setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkimpoian sah seperti yang dibilang Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945(UUD 1945) . Ini artinya, sudah menjadi hak setiap orang untuk menikah dengan siapapun sesuai kehendaknya dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.
Akan tetapi, terdapat sejumlah larangan untuk menikah yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian yaitu perkimpoian dilarang antara dua orang yang:
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan,anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kimpoi.
Ini artinya, sepanjang Agan gak menyimpangi larangan-larangan di atas, maka perkimpoian Agan dan pilihan Agan gak dilarang. Jika memang menikah dengan pilihan Agan dapat membuat Agan membentuk rumah tangga yang bahagia, maka sah-sah saja jika menikah dengan pasangan sesuai pilihan hati. Lagipula, perkimpoian itu jelas-jelas merupakan hak asasi manusia dan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, bukan didasarkan atas persetujuan orang tua, Gan.
Oleh karena perkimpoian mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia, maka perkimpoian harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkimpoian tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun (lihat Pasal 6 ayat (1) UU Perkimpoian dan penjelasannya). Selengkapnya silakan Agan cekidot aja artikel ini ya:
Apakah Orang Tua Berhak Mengatur Siapa Pasangan Hidup Anaknya?
Prinsipnya Gan, setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkimpoian sah seperti yang dibilang Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945(UUD 1945) . Ini artinya, sudah menjadi hak setiap orang untuk menikah dengan siapapun sesuai kehendaknya dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.
Akan tetapi, terdapat sejumlah larangan untuk menikah yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkimpoian yaitu perkimpoian dilarang antara dua orang yang:
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan,anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kimpoi.
Ini artinya, sepanjang Agan gak menyimpangi larangan-larangan di atas, maka perkimpoian Agan dan pilihan Agan gak dilarang. Jika memang menikah dengan pilihan Agan dapat membuat Agan membentuk rumah tangga yang bahagia, maka sah-sah saja jika menikah dengan pasangan sesuai pilihan hati. Lagipula, perkimpoian itu jelas-jelas merupakan hak asasi manusia dan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, bukan didasarkan atas persetujuan orang tua, Gan.
Oleh karena perkimpoian mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia, maka perkimpoian harus disetujui oleh kedua belah pihak yang melangsungkan perkimpoian tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun (lihat Pasal 6 ayat (1) UU Perkimpoian dan penjelasannya). Selengkapnya silakan Agan cekidot aja artikel ini ya:
Apakah Orang Tua Berhak Mengatur Siapa Pasangan Hidup Anaknya?
2. Kejamnya Mertua dan Suami
Spoiler for Kejamnya Mertua dan Suami:
Apa yang dapat dilakukan jika selalu dianiaya suami dan bapak mertua? Apakah penganiayaan termasuk kekerasan dalam rumah tangga?
Penganiayaan dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (“KDRT”) yang dapat dipidana dengan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga(“UU PKDRT”).
Definisi KDRT menurut Pasal 1 angka 1 UU PKDRT, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup rumah tangga tidak hanya suami, tetapi juga mertua (dalam hal mertua tinggal serumah dengan agan).
Apa yang dapat dilakukan untuk menindaklanjuti penganiayaan tersebut? Baca lebih lanjut di
Langkah Hukum Menghadapi Kekejaman Suami dan Mertua
Penganiayaan dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (“KDRT”) yang dapat dipidana dengan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga(“UU PKDRT”).
Definisi KDRT menurut Pasal 1 angka 1 UU PKDRT, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup rumah tangga tidak hanya suami, tetapi juga mertua (dalam hal mertua tinggal serumah dengan agan).
Apa yang dapat dilakukan untuk menindaklanjuti penganiayaan tersebut? Baca lebih lanjut di
Langkah Hukum Menghadapi Kekejaman Suami dan Mertua
3. Di-PHP-in Sama Mertua
Spoiler for PHP Mertua:
Janji mau dikasih modal kalau nikahin anaknya, eh pas nikah malah disuruh usaha sendiri? Miris ya, Gan!
Indonesia mengena hukum perdata dan pidana dalam sistem hukumnya. Sebagian pasti melihat kasus yang digambarkan secara singkat di atas sebagai sebuah penipuan karena sang mertua pernah menjanjikan modal usaha sebagai imbalan seandainya kita bersedia menjadi pendamping hidup anaknya. Namun di samping penipuan, secara jelas sebuah perjanjian yang mengatur hubungan antara pribadi dengan pribadi diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, adanya:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat satu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Menyebabkan suatu perjanjian terpenuhi syarat sahnya.
Maka jika telah terjadi perjanjian yang sah baik lisan maupun tulisan (Pasal 1313 dan Pasal 1314 KUH Perdata), apabila mertua tidak memenuhi janjinya akan hal tertentu yang dalam hal ini adalah modal usaha, padahal kita telah memenuhi janji kita untuk menikahi anaknya, sang mertua dikatakan telah wanprestasi.
Bagaimana cara membuktikannya? Silahkan cek langsung ke TKP, Gan: Tentang Pembuktian Perjanjian Tidak Tertulis.
Bersambung mempersoalkan pidana yang bisa menghukum mertua kelihatannya ngga ada tuh, Gan! Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi “perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang” tidak bisa dijadikan pasal untuk menjerat mertua PHP.
Pasalnya, dalam tindak pidana penipuan ada unsur “menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya”, dan unsur ini memiliki sifat yang penting. Sedangkan, perbuatan mertua dalam kasus di atas, yang menjanjikan modal usaha kepada menantunya tapi diingkari tidak mengandung unsur “menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya”.
Jadi untuk menjawab kasus mertua PHP, kita bisa balik ke hukum perdata tuh. Kalau terbukti wanprestasi, mertua bisa banget dituntut untuk membayar ganti rugi ke kita, Gan. KUH Perdata juga udah ngatur bentuk ganti kerugian yang bisa kita minta di dalam Pasal 1239 KUH Perdata.
Nah kalau agan-agan sekalian ada yang pernah punya kasus serupa, dikasih harapan palsu sama mertuanya, untuk lebih jelas baca selengkapnya di sini, Gan: Menuntut Mertua yang Ingkar Janji Memberikan Modal Usaha.
Indonesia mengena hukum perdata dan pidana dalam sistem hukumnya. Sebagian pasti melihat kasus yang digambarkan secara singkat di atas sebagai sebuah penipuan karena sang mertua pernah menjanjikan modal usaha sebagai imbalan seandainya kita bersedia menjadi pendamping hidup anaknya. Namun di samping penipuan, secara jelas sebuah perjanjian yang mengatur hubungan antara pribadi dengan pribadi diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, adanya:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat satu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Menyebabkan suatu perjanjian terpenuhi syarat sahnya.
Maka jika telah terjadi perjanjian yang sah baik lisan maupun tulisan (Pasal 1313 dan Pasal 1314 KUH Perdata), apabila mertua tidak memenuhi janjinya akan hal tertentu yang dalam hal ini adalah modal usaha, padahal kita telah memenuhi janji kita untuk menikahi anaknya, sang mertua dikatakan telah wanprestasi.
Bagaimana cara membuktikannya? Silahkan cek langsung ke TKP, Gan: Tentang Pembuktian Perjanjian Tidak Tertulis.
Bersambung mempersoalkan pidana yang bisa menghukum mertua kelihatannya ngga ada tuh, Gan! Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi “perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang” tidak bisa dijadikan pasal untuk menjerat mertua PHP.
Pasalnya, dalam tindak pidana penipuan ada unsur “menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya”, dan unsur ini memiliki sifat yang penting. Sedangkan, perbuatan mertua dalam kasus di atas, yang menjanjikan modal usaha kepada menantunya tapi diingkari tidak mengandung unsur “menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya”.
Jadi untuk menjawab kasus mertua PHP, kita bisa balik ke hukum perdata tuh. Kalau terbukti wanprestasi, mertua bisa banget dituntut untuk membayar ganti rugi ke kita, Gan. KUH Perdata juga udah ngatur bentuk ganti kerugian yang bisa kita minta di dalam Pasal 1239 KUH Perdata.
Nah kalau agan-agan sekalian ada yang pernah punya kasus serupa, dikasih harapan palsu sama mertuanya, untuk lebih jelas baca selengkapnya di sini, Gan: Menuntut Mertua yang Ingkar Janji Memberikan Modal Usaha.
4. Mertua Melarang Untuk Menemui Anak Sendiri
Spoiler for Mertua Melarang:
Pada dasarnya kedua orang tua memiliki hak yang sama dalam memelihara dan mendidik anak-anak mereka.
Anak juga mempunyai hak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri gan. Mengenai hal ini ada pengecualian yaitu jika ada alasan bahwa orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang si anak atau anak dalam keadaan terlantar, anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau atau anak angkat oleh orang lain.
Sehingga berdasarkan hal-hal di atas, Anda mempunyai hak untuk mengasuh anak Anda dan anak Anda juga mempunyai hak untuk diasuh oleh Anda sebagai orang tuanya. Kecuali mertua Anda dapat membuktikan bahwa memisahkan Anda dengan anak Anda adalah hal yang terbaik bagi perkembangan anak Anda.
Mengenai melakukan penuntutan terhadap mertua Anda berdasarkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Ancaman hukuman dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja mencabut (melarikan) orang yang belum dewasa dari kekuasaan orang yang berhak. Orang yang belum dewasa adalah orang yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau belum pernah kimpoi, baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam hal ini harus dapat dibuktikan bahwa pelaku yang mencabut (melarikan) itu, bukan anaknya sendiri (dengan kemauan sendiri) yang melepaskan (lari) dari orang tuanya. Karena menurut arrest Hoge Raad 2 November 1903, jika anak yang belum dewasa dengan kemauannya sendiri melepaskan dirinya dari kekuasaan wali dan sebagainya, dan lalu lari dan pergi meminta perlindungan kepada seseorang alin dan orang itu menolak untuk menyerahkan kembali anak itu kepada walinya dan sebagainya, maka penolakan dari perlindungannya yang terakhir ini tidak dapat dinamakan perbuatan “mencabut anak belum dewasa dari kekuasaan wali dan sebagainya”.
Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir). Jadi, sebaiknya Anda membicarakan baik-baik mengenai hal ini dengan suami Anda serta mertua Anda.
Untuk lebih lengkapnya agan bisa lihat diartikel ini gan :
Menuntut Mertua Yang Melarang Menemui Anak Sendiri
Anak juga mempunyai hak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri gan. Mengenai hal ini ada pengecualian yaitu jika ada alasan bahwa orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang si anak atau anak dalam keadaan terlantar, anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau atau anak angkat oleh orang lain.
Sehingga berdasarkan hal-hal di atas, Anda mempunyai hak untuk mengasuh anak Anda dan anak Anda juga mempunyai hak untuk diasuh oleh Anda sebagai orang tuanya. Kecuali mertua Anda dapat membuktikan bahwa memisahkan Anda dengan anak Anda adalah hal yang terbaik bagi perkembangan anak Anda.
Mengenai melakukan penuntutan terhadap mertua Anda berdasarkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Ancaman hukuman dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja mencabut (melarikan) orang yang belum dewasa dari kekuasaan orang yang berhak. Orang yang belum dewasa adalah orang yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau belum pernah kimpoi, baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam hal ini harus dapat dibuktikan bahwa pelaku yang mencabut (melarikan) itu, bukan anaknya sendiri (dengan kemauan sendiri) yang melepaskan (lari) dari orang tuanya. Karena menurut arrest Hoge Raad 2 November 1903, jika anak yang belum dewasa dengan kemauannya sendiri melepaskan dirinya dari kekuasaan wali dan sebagainya, dan lalu lari dan pergi meminta perlindungan kepada seseorang alin dan orang itu menolak untuk menyerahkan kembali anak itu kepada walinya dan sebagainya, maka penolakan dari perlindungannya yang terakhir ini tidak dapat dinamakan perbuatan “mencabut anak belum dewasa dari kekuasaan wali dan sebagainya”.
Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa upaya hukum pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir). Jadi, sebaiknya Anda membicarakan baik-baik mengenai hal ini dengan suami Anda serta mertua Anda.
Untuk lebih lengkapnya agan bisa lihat diartikel ini gan :
Menuntut Mertua Yang Melarang Menemui Anak Sendiri
5. Tinggal Sama Mertua
Spoiler for Tinggal Sama Mertua:
Nggak sedikit nih gan pasangan muda yang baru menikah namun tetap tinggal menumpang bersama mertua. Pasti ada enak dan juga nggak enak waktu tinggal numpang sama mertua itu gan. Enaknya adalah bisa setiap saat tahu kondisi mertua. Nggak enaknya adalah bisa jadi bakal kurang mandiri.
Menurut hukum Indonesia, suami istri diharuskan untuk mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh suami istri bersama. Demikian diatur Pasal 32 UU Perkaawinan. Bahkan bagi pasangan beragama Islam, berlaku Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menentukan bahwa suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri di mana tempat kediaman ini adalah tempat tinggal yang layak untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram.
Meskipun UU Perkaawinan dan KHI itu memuat kewajiban soal tempat kediaman, namun tak ada ancaman sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Ini adalah slh satu penyebab knp ada pasangan yg tetap tinggal bersama orang tua/mertuanya. Selain alasan lain seperti faktor ekonomi maupun faktor kasih sayang orang tua yang tidak ingin ditinggalkan oleh anaknya.
Sumber:
Hukum bagi menantu yang tinggal di rumah mertua
Menurut hukum Indonesia, suami istri diharuskan untuk mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh suami istri bersama. Demikian diatur Pasal 32 UU Perkaawinan. Bahkan bagi pasangan beragama Islam, berlaku Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menentukan bahwa suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri di mana tempat kediaman ini adalah tempat tinggal yang layak untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram.
Meskipun UU Perkaawinan dan KHI itu memuat kewajiban soal tempat kediaman, namun tak ada ancaman sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Ini adalah slh satu penyebab knp ada pasangan yg tetap tinggal bersama orang tua/mertuanya. Selain alasan lain seperti faktor ekonomi maupun faktor kasih sayang orang tua yang tidak ingin ditinggalkan oleh anaknya.
Sumber:
Hukum bagi menantu yang tinggal di rumah mertua
6. Mertua Sering Ngutang
Spoiler for Mertua Sering Ngutang:
Ngeri-ngeri sedap nih gan kalau ketemu mertua yang model begini. Ngerinya kalau kita yang ketempuan harus bayar utang. Sedapnya kalau kita ditraktir atau kecipratan dari hasil utangan ibu mertua. Hehe. Bercanda gan.
Bagaimana menghadapi mertua yang sering berutang dan boros? Dari segi hukum, agan bisa memohon ke pengadilan untuk menempatkan ibu mertua di bawah pengampuan. Singkatnya, ketika berada di bawah pengampuan, ibu mertua nggak bisa lagi sembarangan berutang sana-sini karena secara hukum ibu mertua sudah nggak cakap hukum. Yaitu nggak bisa melakukan perbuatan hukum tanpa melalui sang pengampu.
Sumber:
Ibu mertua sering berutang
Bagaimana menghadapi mertua yang sering berutang dan boros? Dari segi hukum, agan bisa memohon ke pengadilan untuk menempatkan ibu mertua di bawah pengampuan. Singkatnya, ketika berada di bawah pengampuan, ibu mertua nggak bisa lagi sembarangan berutang sana-sini karena secara hukum ibu mertua sudah nggak cakap hukum. Yaitu nggak bisa melakukan perbuatan hukum tanpa melalui sang pengampu.
Sumber:
Ibu mertua sering berutang
7. Jual-Beli Dengan Mertua
Spoiler for Jual Beli Dengan Mertua:
Pada dasarnya, tidak ada yang larangan untuk melaksanakan jual beli tanah dengan mertua. Jual beli yang dilarang adalah jual beli antara suami istri, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1467 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”)
selama perjanjian jual beli tersebut memenuhi syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPer dan tanah tersebut adalah memang milik mertua Anda (tidak melanggar Pasal 1471 KUHPer), maka jual beli tanah dapat dilakukan antara Anda dan mertua Anda.
Pasal 1320 KUHPer
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1471KUHPer
Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.
selama perjanjian jual beli tersebut memenuhi syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPer dan tanah tersebut adalah memang milik mertua Anda (tidak melanggar Pasal 1471 KUHPer), maka jual beli tanah dapat dilakukan antara Anda dan mertua Anda.
Pasal 1320 KUHPer
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1471KUHPer
Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.
Itu dia pembahasan dari hukumonline gan. siapa atau agan ada pengalaman, silahkan di-share di mari ya gan.
(hot)
0
66.5K
Kutip
577
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Melek Hukum
7.6KThread•2.2KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya