Beberapa hari yang lalu ane sempat baca berita-berita terus nemu berita terkait kasus kekerasan seksual JIS.
Ane kaget banget gan kirain ini kasus udah selesai eh ternyata sekarang malah tambah berbelit-belit.
Ini beritanya :
Quote:
Pengacara: Tidak Ada Bukti Adanya Kejahatan Seksual di JIS, Terdakwa Harus Bebas
Pengacara para terdakwa kasus dugaan asusila yang terjadi di Jakarta International School (JIS), Patra M Zen, menyebutkan sampai dengan hari ini tidak ada bukti adanya kejahatan seksual yang melibatkan kliennya. Patra menyatakan, seharusnya majelis hakim nantinya memberikan putusan bebas pada para kliennya.
Dirinya mengacu pada apa yang disampaikan saksi ahli pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chairul Huda, pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (1/12/2014), tentang asas in dubio pro reo. Asas ini, lanjut Patra, menerangkan bahwa di dalam putusan yang berlaku di Indonesia, jika ada keraguan mengenai kebersalahan seseorang maka putusannya yang diambil adalah yang menguntungkan, yakni membebaskan terdakwa.
Selama proses persidangan yang telah berjalan hingga kali ke 18 ini, ia mengatakan, tidak ada bukti medis dan keterangan ahli yang meyakinkan bahwa kliennya melakukan kejahatan seksual di JIS,
"Harus memang ada alat bukti yang sah dan meyakinkan," kata Patra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin siang.
Patra juga mengacu pada keterangan ahli Patologi Forensik, Dokter Evi, yang juga menjadi saksi ahli di sidang hari ini. Dirinya menyebut, Dokter Evi menyatakan, tidak dapat disimpulkan adanya kejahatan seksual.
"Dan berdasarkan pengalamannya (Dokter Evi), itu tidak pernah ditemukan ada seorang anak disodomi berulang kali oleh lima orang, tidak dapat dilihat luka tandanya, atau hasilnya adalah normal," ujar Patra.
"Terkait semua alat bukti medis yang kami sampaikan, Dokter Evi tidak pernah menemukan sama sekali perkara seperti ini. Kalau memang terjadi (kekerasan asusila), pasti ada luka (di korban)," ujar Patra.
Hari ini, tiga saksi ahli dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan asusila terhadap bocah MAK, pelajar Taman Kanak-kanak JIS. Tiga ahli itu masing-masing membidangi forensik, pakar hukum pidana/kriminolog, dan ahli investigasi kasus anak. Dalam sidang ini, lima orang terdakwa juga hadir mengikuti persidangan.
Sumber :
http://megapolitan.kompas.com/read/2...wa.Harus.Bebas
Ane sempat jadi penasaran apa yang sebenarnya terjadi di balik kasus ini. Ga mau terjebak dalam 1 sumber aja ane coba googling perkembangan kasus tersebut. Ternyata perkembangan kasus tersebut udah berubah 180 derajat dibandingkan pemberitaan sebelumnya yang sempat digembor-gemborkan media. Bayangin aja yang awalnya sebagian besar publik termasuk ane mengutuk tindak kekerasan seksual terhadap anak kecil itu ternyata dalam persidangan belum ada bukti.
Ada sedikit kejutan juga nih yang ane temuin, ternyata hasil visum malah menyatakan ga ada itu indikasi kekerasan seksual yang terjadi pada si anak.
Quote:
Keterangan Ahli Forensik Perkuat Sodomi di JIS tak Pernah Terjadi
Ssidang dugaan kekerasan seksual di TK Jakarta International School kembali digelar hari ini di PN Jakarta Selatan, menghadirkan dr. Ferryal Basbeth, Spesialis Forensik dari Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Universitas YARSI, sebagai saksi ahli.
Menurut kuasa hukum Agun Iskandar dan Virgiawan Amin, Patra M. Zen, keterangan dr. Ferryal di sidang tertutp itu semakin memperkuat keterangan sejumlah saksi-saksi dan fakta medis yang sudah terungkap dalam 16 kali sidang sebelumnya.
“Saksi ahli memastikan bahwa berdasarkan fakta medis dan kondisi korban MAK, sodomi yang dituduhkan itu tidak ada. Dokter Ferryal juga menegaskan sesuai hasil pemeriksaan rumah sakit, korban MAK tidak mengalami penyakit menular seksual. Keterangan ini sejalan dengan kesaksian dari saksi-saksi dan fakta hukum yang sudah terungkap sebelumnya di persidangan,” ungkap Patra Zen usai persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu (26/11).
Diceritakan Patra, dr. Ferryal menyatakan dalam setiap pemeriksaan foreksik kasus kekerasan seksual dokter akan mencari adanya bekas memar, luka-luka, lecet, bekas luka gigit dan tanda-tanda kekerasan lainnya pada tubuh korban.
Namun dari hasil visum dan uji laboratorium yang dilakukan oleh SOS Medika, RSCM dan RSPI tanda-tanda kekerasan seksual tersebut tidak ada.
Jika terjadi serangan seksual pada 17 Maret, lanjut Patra, seharusnya ketika pemeriksaan di SOS Medika tanggal 22 Maret dan RSCM 24 Maret, tanda-tanda kekerasan itu ada. Sebab butuh 2 minggu bagi anus untuk dapat sembuh dari kekerasan seksual yang berulangkali dilakukan oleh banyak pelaku.
“Berdasarkan pengalaman dr Ferryal melakukan forensik kasus-kasus kekerasan sekual pada anak, seharusnya ada sobekan atau lecet bekas, jaringan parut, meregangnya otot pada anus, lebam dan kemerahan. Korban mungkin juga telah terjangkit penyakit menular seksual,” ujar Patra menirukan kembali keterangan dr. Ferryal.
Patra mengatakan, Ferryal juga menjelaskan hasil visum yang dilakukan oleh drMuhammad Lutfi dari RSPI pada 27 Maret. Sesuai hasil dari pemeriksaan eksternal terhadap anus MK, dipastikan bahwa anus MK normal dan tidak ada tanda-tanda trauma atau cedera masa lalu. Hasil anuscopi yang dilakukan terhadap MAK mengidentifikasi adanya abrasi dan nanah. Namun berdasarkan diagnosis dr. Lutfi, MAK mengalami proktitis, peradangan pada lapisan rektum disertai rasa sakit dan infeksi.
“Sesuai diagnosis dokter RSPI danah di anus MAK diakibatkan oleh infeksi infeksi protozoa seperti disentri amuba atau giardia. Itu sebabnya resep yang diberikan dr Lutfi adalah Flagyl. Obat ini tidak digunakan untuk mengobati penyakit menular seksual seperti Gonore atau Chlamydia,“ jelas Patra.
Ahli forensik yang menyelesaikan S2 di UI ini juga menjelaskan, dalam banyak kasus pedofil terhadap anak tidak mungkin dilakukan oleh banyak orang. Biasanya dilakukan melalui iming-iming dan si anak tidak akan mungkin kembali ke tempat kejadian. Atas dasar fakta medis inilah, Patra mengungkapkan, saksi ahli dr Ferryal memastikan bahwa sodomi terhadap MAK tidak pernah terjadi. (ril/jpnn)
Sumber :
http://www.jpnn.com/read/2014/11/26/...ernah-Terjadi-
Di berita lain juga disebutin, katanya para tersangka mengaku disiksa oleh tim penyidik. Menurut pengacara, pada saat penyidikan para cleaners mengaku tidak tahu menau mengenai tuduhan kekerasan seksual tersebut. Bukannya diselidiki lebih lanjut, para tersangka malah disiksa sedemikian rupa sampe “ngaku” hal yang sebenarnya mereka saja ga ngerti, apalagi ngelakuin.
Quote:
Saksi: Terdakwa JIS Disiksa
Persidangan kasus dugaan tindak kekerasan seksual terhadap AK (6) siswa TK di Jakarta International School (JIS) kembali digelar hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2014).
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan tiga orang saksi yakni Risk Management Operations Manager JIS David, Nenek korban AK, Maria Josephin, serta Supervisor OB dari ISS Hasan Basri. Seperti sidang sebelumnya, sidang yang menghadirkan kelima orang terdakwa ini berlangsung tertutup.
Usai persidangan, nenek korban, Maria Josephin memilih langsung meninggalkan gedung pengadilan, tanpa memberikan keterangan kepada wartawan. Begitu juga david dan Hasan Basri. Pengacara terdakwa Virgiawan Amin, Saut Irianto Rajaguguk mengungkapkan, sidang lanjutan kasus JIS ini kembali menguak sejumlah fakta baru.
Menurut Saut, kepada majelis hakim saksi David menyampaikan beberapa hal yang sangat mengejutkan. "Antara lain pada (3/4), saksi melihat ibu korban AK, mendengar dan menyaksikan penyiksaan dan makian terhadap terdakwa Virgiawan Amin dan Agun Iskandar di unit PPA Polda Metro Jaya," ujarnya.
Dikatakan Saut, David juga melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial lebam dan berdarah pada (26/4) sebelum Konferensi Pers digelar Polda Metro Jaya pada hari tersebut. Kesaksian David, kata dia, semakin membuktikan bahwa ada tindak kekerasan dan penyiksaan kepada terdakwa oleh penyidik.
"Akibat kondisi terdakwa yang penuh luka itulah saat press conference pada 26 April lalu wajah para terdakwa ditutup dengan karton," ungkap Saut, Kamis (2/10/2014).
Terkait kesaksian David mengenai penyiksaan dan tindak kekerasan yang dilakukan penyidik kepada para terdakwa, kuasa hukum terdakwa Virgiawan Amin dan Agun, Patra M. Zen meminta Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi dan membentuk tim pencari fakta.
Patra menegaskan, banyak cerita dari ibu korban AK yang pada awalnya sangat menggugah emosi publik maupun media dan selalu menghakimi para petugas kebersihan JIS sebagai pihak yang pasti bersalah. Setelah fakta-fakta medis terungkap di persidangan, ternyata hanya cerita kosong tanpa diperkuat fakta.
"Kami menduga kekerasan terhadap terdakwa ini terjadi karena penyidik ingin memaksakan kepada para terdakwa untuk menyetujui Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Karena itulah para terdakwa mencabut semua keterangan di BAP di persidangan. Mereka menandatangani BAP dalam posisi penuh ancaman, padahal petugas kebersihan ini saya yakin tidak melakukan apa yang dituduhkan itu," jelas Patra.
Dijelaskannya, dalam persidangan Senin (29/9) sejumlah keterangan Theresia Pipit, ibu AK yang berbeda dengan fakta medis. Dalam kesaksiannya di depan majelis hakim Dr. NP, dokter anak di klinik SOS Medika yang memeriksa pertama kali korban AK pada (22/3) menyampaikan bahwa tidak ada penyakit seksual menular pada korban AK.
Selain fakta medis tersebut, lanjut Patra, ibu korban juga memberikan keterangan yang berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi pada anaknya. Dalam kesaksiannya tanggal (24/9) Theresia Pipit menyatakan anaknya menderita trauma berat pada 18-20 Maret setelah mengalami kekerasan seksual oleh Azwar, Syahrial dan Zainal pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 10.00.
Namun, berdasarkan foto di JIS tertanggal 20 Maret 2014 pukul 11.37, memperlihatkan kondisi AK tampak ceria sedang bermain prosotan dengan teman kelasnya. Pada foto kedua yang diperlihatkan pengacara kepada majelis hakim juga terlihat AK dengan wajah tersenyum sedang bermain dengan teman kelasnya pada pukul 11.37 tertanggal 21 Maret 2014.
Sementara dalam keterangan di BAP dan dari Pipit dikatakan korban AK pada pukul 10.00 mengalami kekerasan seksual oleh Azwar, Zainal Abidin, Virgiawan dan Syahrial. "Kami juga meyakini bahwa majelis hakim juga makin merasakan adanya banyak cerita dari ibu korban yang berbeda dengan fakta aslinya," tegas Patra.
Lalu, lanjutnya, BNN berhasil mengamankan Irsan (38), dan Ridwan (40) di Apartemen Mediterania Lagoon Lantai 12, Kemayoran, pada 25 September 2014 sore sekira pukul 16.00 WIB. "Saat ditangkap, hari tangan Irsan petugas menyita 1 unit mobil Honda CRZ, 1 unit mobil Ford Ecosport, 10 perhiasan emas, 2 buah berlian, 3 ATM, 1 unit laptop, serta barang bukti 2 linting ganjan dan 0,5 gram sabu," katanya.
Sumber :
http://www.tribunnews.com/metropolit...wa-jis-disiksa
DAN YANG PALING BIKIN ANE MERINDING ADALAH :
Azwar (salah seorang tersangka) meninggal dunia pada saat penyidikan awalnya diisukan karena bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai. TAPI APA YANG ANE TEMUIN INI RADA-RADA GA MASUK AKAL GAN DENGAN YANG DIISUKAN.
Ane nemu foto almarhum Azwar sebelum dimakamkan.
Quote:
KontraS Ajak 2 Istri Petugas Kebersihan JIS Ungkap Rekayasa Kasus ‘Sodomi’ Bodong
Jika benar, bisa jadi ini menjadi kasus yang menghebohkan setelah kasus tukang sate Muhammad Arsyad yang membully Jokowi, apa pasal?
Kasus menghebohkan publik karena muncul pengakuan dua istri terdakwa kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS), Syahrial dan Agun.
Mereka mengungkap bahwa suaminya mendapat kekerasan dari pihak kepolisian. Haris Azhar Koordinator KontraS menyatakan hal senada dengan mendatangkan kedua istri petugas cleaning service itu dalam sebuah dialog bertajuk ‘Media Briefing KontraS, Tantangan Kinerja Polisi Di Pemerintahan Jokowi’ Selasa (4/11) di Cafe Tjikini Jakarta Pusat.
Tak hanya itu, para petugas kebersihan ini ternyata tidak bekerja dalam satu lokasi yang sama, yang satu di TK dan satunya di SD JIS seperti dituturkan pengacara Irfan Fahmi, mantan pengacara korban yang meninggal di kamar mandi kantor Polisi, Azwar.
Berdasarkan penjelasan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto cukup mengejutkan, Azwar meninggal karena meminum cairan pembersih lantai ketika izin untuk ke kamar mandi di sela-sela pemeriksaan penyidik Polda Metro.
“Kabar yang mengatakan ada bekas lebam ditubuh Azwar, itu tidak absolut dan tidak scientific,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, Senin, 28 April.
“Mak, lebih baik saya mati daripada mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan” kenang Irfan Fahmi menirukan ucapan Azhar kepada keluarganya.
Untuk mengklarifikasi hal ini, mantan pengacaranya Irfan Fahmi ikut memberikan penjelasan dalam acara KontraS ini, “Alharhum Azwar ditangkap hari Sabtu tanggal 26 April 2014 jam 2 dini hari, tanggal 20 April ia datang bertemu saya melalui adik kelas saya. Waktu itu kasus sudah ramai pada penangkapan pertama sekitar tanggal 3 April 2014. Azwar duduk bicara sama saya, diskusi pelan-pelan sama saya, Azwar sudah dua kali diperiksa. Menurut ceritanya Azhar ia dicurigai keterlibataannya dengan kasus JIS karena ada bakteri-bakteri, padahal ia menyatakan tidak sakit apa-apa.”
Ada pengakuan mengejutkan dari alhamrhum Azhar, “Mak, lebih baik saya mati daripada mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan” kenang Irfan Fahmi menirukan ucapan Azhar kepada keluarganya.
Namun Irfan menjelaskan, Azhar bunuh diri bukan karena takut, melainkan bentuk depresi karena tidak kuat disiksa atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannnya. Berdasarkan hasil foto korban meninggal Azwar memang ditemukan bukti kekerasan pada tubuh korban.
Pengakuan Mengejutkan Dua Istri Petugas JIS
Istri petugas JIS tersebut Ibu Yayah dan Ibu Narti, istri Syahrial, Yayah menyatakan “Waktu saya lihat dengan mata kepala sendiri suami saya semuanya habis, badannya pada sakit semua, lebam. Ada stapler di kupingnya, dia dipaksa untuk mengakuinya (melakukan kekerasan seksual). Dari jam 9 malam sampai jam 3 pagi disekap, supaya mengakui. Saya sampai tidak mengenali itu suami saya,”
Sedangkan istri terdakwa kasus JIS, Agun, Ibu Narti mengungkapkan pernyataan seanada, wanita berjilbab yang baru saja melahirkan ini menjadi saksi bahwa suaminya ditemukan dalam keadaan babak belur sehari setelah penahanan yang diduga korban penyiksaan.
“Penangkapan tanggal 3 April 2014, atasannya datang ke rumah bilang ‘suami (ditangkap) karena melakukan kekerasan’. Kakak ipar besok paginya menjenguk tapi udah babak belur, di matanya, di badannya semua lebam. Hari Seninnsaya baru ke sana luka-lukanya sudah hitam,” ungkap Narti dalam kesempatan yang sama.
Saat Agun ditangkap, Narti sedang dalam keadaan hamil. Anaknya pun lahir saat suaminya sedang berada dalam penjara. Narti sempat menanyakan kepada Agun apakah ia benar-benar melakukan tindak kekerasan seksual terhadap siswa TK JIS, Agun pun disebut membantahnya.
Dia bilang ngak bener, dia berani bersumpah demi anak yang sedang saya kandung, tapi dia bilang dia dipaksa untuk mengakui. Suami saya pernah disekap, dipakein lakban, pernah disetrum juga,” aku Narti.
“Tolong bebaskan suami saya, dia masih punya tanggung jawab untuk anak kami. Kalau bukan suami saya siapa yang menafkahi. Saya akhirnya kerja, anak saya tinggal di rumah. Sudah kehilangan kasih sayang ayahnya harus kehilangan kasih sayang ibunya juga,” tambah Narti sambil menangis.
KontraS sendiri melihat kasus JIS ini merupakan sebuah kasus yang direkayasa oleh Polisi atas laporan Ibu Theresia Pipit Kronnen. Selain itu juga menurut koordinator KontraS, Haris Azhar, penanganan kasus JIS ini sarat kekerasan terhadap terdakwa.
Hariz pun berharap agar kepolisian bisa membenahi instansinya, terutama dalam pemerintahan baru Presiden Joko Widodo ini. “Masyarakat tidak mungkin hidup tanpa polisi, tapi kita merindukan polisi yang berintegritas,” tutupnya.
Sumber :
http://pribuminews.com/2014/11/06/ko...sodomi-bodong/
Ini detail gambarnya dapet dari TV One
Mana ada orang sampe bonyok-bonyok seperti itu cuma karena minum obat pembersih lantai. Jangan-jangan memang benar-benar ada penyiksaan seperti yang dikabarkan sebelumnya. Jangan-jangan ia meninggal dunia bukan karena meminum obat pembersih lantai tapi karena dianiaya. Ini memang asumsi gila ane aja sih tapi ga menutup kemungkinan asumsi ane memang kenyataan.
Berdasarkan pemberitaan-pemberitaan yang ane temukan ane jadi malu sama diri ane sendiri. Awalnya ane emosi sejadi-jadinya ketika awal-awal berita ini sempat heboh. Gmn enggak, ane jadi parno karena ane juga punya adek yang masih kecil dan ngebayangin apa jadinya kalau hal keji itu kejadian di adek ane. Tapi setelah tahu fakta-fakta perkembangan kasusnya ane malah empati banget sama para tersangka. Mereka pasti cuma orang kecil yang ga tau apa-apa dan bisa diperlakukan semena-mena oleh orang yang lebih berkuasa.
Pantesan beritanya jadi sepi gini ga seperti awal-awal. Sepertinya ada yang berusaha ditutup-tutupi nih gan. Coba deh gan kalau ada waktu baca-baca artikel perkembangan kasusnya. Semacam cerita di film-film gitu gan. Semakin lama makin ada aja twist-twist muncul dimana ga pernah kebayang sebelumnya.
Terus apabila tindakan asusila ini memang tidak pernah ada, lantas kenapa mereka dijadikan objek kriminalisasi?.
Ane nemu nih berita yang cukup memberi sedikit alasan yang masuk akal atas kriminalisasi tersebut
[Lanjut kebawah]