Hey gan...masih ngikutin kasus yang heboh mendera JIS kan... Ternyata diduga kasus itu BODONG gan... Ga usah lama2 gan Langsung ajaaa simak reportase di bawah ya:
Quote:
Siapa yang Ingin Bermain Api dalam Kasus JIS? (Bagian 1)
*ruangan2 terbuat dr kaca transparan ini dituduh sebagai tkp kekerasan seksual
(sumber foto)
Ada yang mengharukan pada acara Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang digelar Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pada Selasa malam (9/12) di Gedung Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Acara perayaan yang sederhana itu antara lain diisi dengan acara paduan suara oleh Keluarga Kerusuhan Mei dan keluarga dari Jakarta International School (JIS), yang kini berganti nama menjadi Jakarta Intercultural School).
Seorang anggota paduan suara JIS yang masih anak-anak dalam kesempatan itu bersuara tentang kakaknya yang menjadi tersangka dugaan kasus kekerasan seksual di JIS. “Saya meminta keadilan hukum bahwa kakak saya tidak melakukan hal keji seperti itu,” ujar anak kecil itu dengan suara lantang.
Keesokan harinya, Rabu (10/12), dalam sidang tertutup dugaan kasus kekerasan seksual dengan terdakwa lima office boy (OB) dari PT ISS yang bekerja di JIS, giliran suasana sedih dan menekan yang terjadi. Karena, jaksa menuntut lima pekerja kebersihan itu dengan hukuman masing-masing sepuluh tahun penjara, lebih ringan daripada ancaman hukuman yang 15 tahun penjara. Mereka adalah Agun Iskandar, Zainal Abidin, Virgiawan Amin alias Awan, Syahrial, dan Afrisha Setyani alias Icha.
Menurut jaksa penuntut umum Ade Rahimah, para terdakwa itu merupakan saksi mahkota atas terdakwa lainnya. Jadi, kasus tersebut berkaitan. Karena itu, sidang diadakan secara terpisah. Meski demikian, pasal yang dijeratkan kepada semua terdakwa sama.
Ade mengatakan, para terdakwa tersebut diduga melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 55 ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP. JPU menuntut mereka dengan hukuman sepuluh tahun penjara.
Para terdakwa tersebut diduga melakukan sodomi kepada MAK, 6 tahun. Menurut jaksa, ada bukti terkait hal itu dan juga keterangan ahli forensik menyebutkan adanya luka.
Padahal, menurut pengacara terdakwa Patra M Zen, jaksa tidak memiliki cukup bukti dalam menetapkan tuntutan tersebut. Sebab, alat bukti hanya berdasar saksi. Selain itu, kata dia, saat sidang berlangsung, jaksa sulit membuktikan kasus asusila tersebut. ’’Kami akan menyiapkan pledoi. Sidang itu kan tidak membahas bukti medis. Hanya keterangan saksi korban, psikolog, dan saksi ahli,’’ ujarnya.
Patra menjelaskan, kecuali saksi korban, tidak ada saksi lainnya yang melihat dan merasakan langsung kejadian tersebut. Selain itu, hasil medis tidak bisa dijadikan bukti untuk menerangkan adanya sodomi.
Ia mengungkapkan, pihaknya saat ini hanya yakin hakim memutuskan kasus tersebut seadil-adilnya. ’’Sejak awal, kami menjadikan hal itu sebagai catatan untuk pledoi,’’ tutur Patra. [Bersambung] (Pam/Pur)
SUMUR
Kemarin ada Pertemuan keluarga Tersangka dengan Kompolnas dan Kompolnas meminta polisi serius ungkap kontroversi Kasus JIS,
Quote:
Kompolnas Minta Polisi Serius Ungkap Kontroversi Kasus JIS
&feature=youtu.be
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Polri proaktif menangani kasus dugaan kekerasan dan penyiksaan terhadap pekerja kebersihan PT ISS, selama dalam penyidikan kasus Jakarta International School (JIS) di Polda Metro Jaya.
Sebab, kejadian ini diduga menyebabkan seorang pekerja kebersihan PT ISS, Azwar meninggal tak wajar saat penyidikan kasus itu di Polda Metro Jaya.
Menurut Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala, pihaknya telah meminta Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya untuk mengusut laporan keluarga terpidana kasus JIS.
Ia meminta kepolisian memberikan perhatian serius pada kasus tersebut. Sebab, hal ini akan menentukan nasib orang dan reputasi kepolisian sendiri sebagai aparat negara. "Kami akan terus mengawal pengungkapan kasus ini dalam dua minggu ke depan," kata Adrianus saat dihubungi wartawan, Minggu (22/2).
Menurut Adrianus, Kompolnas juga akan mengirim surat ke Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan. "Supaya ikut aktif mengawasi kasus ini," tegasnya.
Adrianus menambahkan, Kompolnas sudah mempertemukan perwakilan keluarga terpidana kasus JIS dengan SPI Polda Metro Jaya, KY dan Kejaksaan.
"Seharusnya pihak SPI Polda Metro Jaya punya inisiatif untuk mengungkap berbagai informasi yang berkembang di publik dan fakta-fakta yang muncul saat persidangan berlangsung," timpal Patra M. Zen, salah satu Kuasa Hukum pekerja PT ISS.
Menurutnya, kasus ini punya implikasi sangat besar mengingat nasib-nasib orang-orang yang tidak bersalah. "Jangan sampai negara merampas hak asasi warna negaranya sendiri," ujar Patra.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menegaskan klarifikasi yang dilakukan Kompolnas harus menjadi pintu masuk investigasi terhadap laporan kekerasan terhadap pekerja kebersihan PT ISS dalam dugaan kasus pelecehan seksual di JIS.
Haris menambahkan, Polda Metro Jaya seharusnya aktif dan sensitif terharap kekerasan yang menimpa golongan masyarakat bawah. "Polisi jangan hanya menunggu laporan, harus aktif dan proaktif terlebih jika kasus hukum tersebut juga menimpa orang kecil,” katanya pekan lalu.
Dari keterangan dokter forensik RSCM kepada keluarga korban, adanya bengkak di wajah Azwar mengindikasikan bahwa sebelum meninggal otaknya retak. Selain itu, jika memang Azwar bunuh diri, ketika jenazahnya dimandikan mulutnya pasti berbusa. Namun dalam kasus Azwar hal tersebut tidak terjadi.
"Investigasi dan otopsi kematian Azwar akan menjadi bukti komitmen polisi menegakkan hak azasi manusia. Jangan sampai negara justru mengorbankan orang tak bersalah untuk kepentingan uang pihak-pihak tertentu," tegas Patra. (boy/jpnn)
Sumber :
http://www.jpnn.com/read/2015/02/22/...asus-JIS/page2
Para orang tua berharap kasus ini terungkap, yang di rekayasa segera teruangkap.
Quote:
Dukung Guru JIS, Sandiaga Uno Datangi PN Jakarta Selatan
Pengusaha Sandiaga Uno mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memberikan dukungan kepada tersangka kasus pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong.
"Saya datang ke sini untuk memberikan dukungan kepada Neil dan Fredy. Saya sebagai orangtua murid merasa concern dan perlu mendukung mereka," ujar Sandiaga.
Sandiaga Uno percaya kasus yang melibatkan kedua guru JIS ini adalah rekayasa. "Semoga tidak ada kriminalisasi yang melibatkan institusi pendidikan agar para siswa bisa belajar dengan aman dan nyaman," ujar dia.
Ia berpendapat, ada fakta-fakta di luar kewajaran atas kasus ini. "Saya melihat ada yang tidak wajar. Meninggalnya salah satu petugas kebersihan pun itu tidak wajar," kata Sandiaga.
Orangtua siswa SMA di JIS itu sangat percaya dengan keamanan di JIS. "Sebagai orangtua murid, saya meyakini keamanan dari JIS ini. Jika SMA saja begitu ketatnya, apalagi TK," kata dia.
Sandiaga Uno juga berharap agar kasus ini segera terungkap. "Semoga kasus ini menemui titik terang dan tidak ada kriminalisasi lagi terhadap institusi pendidikan," pungkas Sandi.
Kasus pelecehan seksual terhadap siswa TK di JIS mencuat pada April 2014 lalu. Enam pelaku, yaitu para petugas kebersihan, sudah dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara. Sementara itu, kasus untuk kedua tersangka guru JIS masih dipersidangkan.
Sumber :
http://megapolitan.kompas.com/read/2...akarta.Selatan
kabarnya juga Kasus ini syarat kepentingan Uang. Tuduhan dan fakta tidak sejalan. Kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang murid Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (JIS) memang telah membangkitkan kemarahan publik. Kekerasan seksual terhadap anak atau siapa pun adalah bentuk kekerasan yang tidak dapat ditoleransi.
Presiden Barack Obama bahkan pernah menyatakan akan menyetujui hukuman mati untuk predator seksual yang menyasar anak-anak.
Namun, bagaimana bila sebaliknya, bila kasus kekerasan seksual tersebut hanya rekayasa semata?
Diberitakan melalui media-media bahwa bukti-bukti atas tuduhan tindakan asusila terhadap sejumlah petugas kebersihan JIS dan dua orang pengajar TK JIS yang dilancarkan oleh Ibu Korban, TPW, sangat lemah, baik itu bukti medis, keterangan saksi dan terdakwa dalam persidangan, ditambah adanya kasus penganiayaan terhadap terdakwa, salah seorang di antaranya tewas, oleh penyidik kepolisian.
Dari sini masyarakat luas pun dapat menyimpulkan sendiri bahwa sungguh ada rekayasa dan motif di balik Kasus JIS yang digulirkan oleh TPW. Tak lain dan tak bukan adalah uang. Kasus yang tadinya isu sosial bergeser menjadi komersial. Kesimpulan ini didukung oleh tuntutan TPW terhadap JIS dengan jumlah yang fantastis, yang tadinya US$ 12 juta, menjadi US$ 125 juta atau Rp 1,5 Triliun, atau seharga tuntutan korban lupur Lapindo, atau seharga tanah di mana JIS itu berdiri. Di seluruh dunia, tuntutan atas kasus yang sama, bahkan lebih buruk lagi, hanya sebesar US$ 3000. Jadi tuntutan Ibu TPW adalah tuntutan paling tinggi di dunia.
Sungguh ironi, tapi itulah yang terjadi. Demi uang, Ibu TPW rela mengorbankan putranya, MAK.
Bisa dibayangkan, bila si anak yang berinisial MAK ini telah mencapai usia yang cukup untuk bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah. Hatinya tentu terluka ketika ia mengetahui dirinya dijadikan alat untuk memeras sekolah tempat ia bermain dan belajar, lalu menjadikan sejumlah orang dari rakyat kecil menderita lahir batin, bahkan tewas di tangan polisi.Bahkan dirinya sendiri pun secara fisik tidak luput dari kekejaman sang ibu yang membawanya ke berbagai rumah sakit dan klinik untuk diperiksa dan divisum.
Sungguh tindakan sang ibu akan menyakitkan perasaan sang anak kelak dan juga bertentangan dengan UU Perlindungan Anak No 23/2002.
Quote:
Ada sederet fakta persidangan yang berbeda dengan tuduhan sebelumnya.
Setelah berkas kasus kekerasan seksual terhadap M, murid Taman Kanak-Kanak (TK) di Jakarta International School (JIS), berbagai fakta baru muncul di persidangan. Hampir semua tuduhan yang dibeberkan oleh pihak kepolisian dan keluarga M, nyatanya bertolak belakang dengan kesaksian para saksi yang dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tersebut.
"Hampir semuanya yang dikatakan pihak kepolisian itu berbeda dengan fakta yang terjadi di persidangan. Misalnya, M tidak mau menggunakan celana. Tetapi menurut David, pegawai JIS, dia masih menggunakan celana," cerita Ayu Rahmat, salah satu perwakilan orang tua murid TK JIS, saat diskusi media briefing Kontras yang bertajuk "Tantangan Kinerja Polisi di Pemerintahan Jokowi", di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2014).
Seperti diketahui, kasus kekerasan seksual JIS sudah menetapkan Agun, Syahrizal, Virgiawan, Zainal, Adrischa dan Azwar, sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Sekarang kasus ini sudah dilimpahkan ke pengadilan dan sedang disidangkan.
Berikut perbandingan sejumlah tuduhan dan fakta persidangan yang diungkapkan dalam diskusi ini:
1. Tuduhan bahwa M mengalami trauma psikologis. Dalam persidangan, Kak Seto mengatakan kalau ada tekanan psikologis, berarti M tidak akan kembali ke sekolah. Tetapi M kembali ke sekolah dan menggunakan toilet yang sama juga.
2. Menurut matriks peristiwa, sodomi terjadi pada tanggal 21 Januari 2014, dilakukan oleh Virgiawan, Zainal, Agun dan Syahrizal. Namun berdasarkan fakta persidangan, sesuai daftar absensi karyawan ISS, Virgiawan dan Agun tidak masuk kerja. Pada tanggal 17 Maret 2014, pelakunya disebutkan adalah Zainal, Azwar dan Syahrizal. Dalam fakta persidangan, Zainal hari itu tidak masuk kerja. Pada tanggal 20 Maret 2014, pelakunya disebutkan adalah Azwar, Zainal, Virgiawan dan Syahrizal. Namun dalam fakta persidangan, tanggal itu Zainal tidak masuk kerja.
3. M disebut menderita penyakit seksual menular. Sementara dalam fakta persidangan, berdasarkan kesaksian dr Narain yang memeriksa M, tidak ada penyakit seksual menular. Dari visum RSCM juga tidak ditemukan luka-luka pada lubang pelepasan.
4. Berdasarkan kesaksian para saksi petugas kebersihan, David menyaksikan para tersangka dipukul oleh polisi di pengadilan (sidang 1 Oktober 2010). Menurut kesaksian Agus Widodo (ISS) di pengadilan, dia melihat muka para tersangka lebam-lebam dan penuh luka saat bertemu di kantor polisi. Sekarang semua pengakuan dalam BAP telah ditarik kembali oleh para terdakwa, karena disebut ditandatangani dalam keadaan disiksa. [Nikolaus Tolen]
Source :
http://www.suara.com/news/2014/11/04...n-di-kasus-jis
Semoga hasil putusan persidangan nantinya bisa menjawab pihak mana yang benar benar benar dan keadilanlah yang memang berpihak terhadap kasus ini, tidak sarat kepentingan tapi keadilan. Aamiin..
kalau ada agan yang mau share pendapat, share gan barangkali agan ngerti dan faham betul intrik rekayasa kasus yg ga ada bisa ada.biar kita ngga salah tangkep, kebuka fikirannya.