Menanggapi beberapa pemberitaan yang menyudutkan dokter terutama di kaskus. Spesifiknya thread ini
http://www.kaskus.co.id/thread/52fb0...---benar-gila/

Banyak replies yang menyudutkan profesi mulia ini di thread itu.
Padahal banyak post di media lain dimana kelihatannya masyarakat sudah mengerti bahwa dokter hanyalah tampak depan dari semua itu dan sebenarnya apa yang dituduhkan itu adalah efek samping dari masalah yang lebih besar.

Ya memang itulah potret kesehatan di negeri kita tercinta ini. Tapi perlu digarisbawahi, bahwa itu semua bukan (hanya) salah dokter.

Jadi begini menurut ane masalahnya.
1. Ketimpangan dari beban dan penanggung beban
BPJS, askes, dll itu dasarnya adalah sekian orang menanggung keseluruhan orang di negara tersebut. Sistem ini berhasil di luar negeri karena semua orang bekerja dan semua orang dipajak. Pajak itu utk pembiayaan asuransi kesehatan ini. Nah bayangkan kalau dirimu + istri bekerja dan dikenai pajak Seluruh keluargamu termasuk istri, 2 orang anak, seorang ibu mertua yg sakit2an dan bapak kandung yang sekali sebulan cek gula dan minta obat buat kencing manis. Jadi 2 orang menanggung 6 orang (termasuk diri sendiri) jadi 1 banding 3 gan.
Tapi di Indonesia yang menanggung adalah PNS dan pekerja yg ikut BPJS ditambah subsidi negara yang entah dikorupsi atau tidak. Ke semuanya itu menanggung PNS dan pekerja tadi, keluarganya, seluruh rakyat indonesia yang tidak bekerja dan keluarganya. Ditambah untuk operasional BPJS sendiri, gaji direksi dan karyawannya. Nah disimpulkan sendiri gan itu satu banding berapa?

2. Pendanaan asuransi kesehatan yang kurang
Nah dari nomer 1 tadi berakibat ke yg nomer 2 ini. Gan, melawan penyakit itu ibarat perang. Kalo skirmish biasa cukup pistol, agak besar pake senapan mesin. Kalo perang dunia harus pake kapal induk, jet tempur dsb. Sistem pendanaan asuransi yang sekarang ini diibaratkan kita harus melawan penyakit yang ringan diberi dana utk beli pistol dengan 5 peluru, cukup lah. Tapi ketika ada penyakit berat yang harus dengan kapal induk dsb tadi, RS hanya dibayar dengan harga pistol dengan 15 peluru. Peluru lebih banyak dikit ga ngaruh gan. Bisa apa dengan biaya segitu? Bisa mati, iya. Ingat, biaya yang dibayar (kalo bayar sendiri) itu kebanyakan utk obat dan biaya pemakaian alat. Gaji petugasnya dokter/perawat/bidan ga ada apa2nya gan persentasenya.

3. Terpusatnya pelayanan kesehatan di RS pemerintah
Karena yang ditanggung murah, ga ada RS swasta bekerjasama menerima pasien BPJS. Rugi gan. Jadinya orang miskin kalo sakit ya ke pelayanan kesehatan pemerintah. Akibatnya, membludak. Instalasi rawat jalan rame, rawat inap penuh sampe nolak2 pasien. Jadi ini satu alasan kenapa ada RS nolak pasien. Overload gan, jika mereka bisa merawat 40 pasien sembuh semua, tapi kalo overload ya bisa2 merawat 100 pasien tapi mati semua Karena itu mereka merujuk ke RS lain.
Akibatnya lainnya, birokrasi berbelit lah, penanganan terlambat lah. Ya wajar gan. Dua dokter + 4 perawat + 1 tenaga administrasi harus menangani 50 orang pasien atau lebih sehari. Jangan marah kalau cuman penyakit flu langsung dikasi obat tanpa banyak diperiksa, mereka lebih mencurahkan tenaga dan pikiran utk pasien yang lebih gawat. Jangan marah juga kalau langsung diinfus dan disuruh ngamar utk ditangani nanti/besok pagi, mereka mendahulukan yg butuh penanganan segera.
Yah masalahnya semua orang ingin didahulukan gan. Liat aja kalo ada antrean, nyerobot semua kan?

4. Pekerja stres, produktifitas berkurang
Kalau kamu pekerja kantoran atau bengkel. Kerjaan belum kelar, bisa ditinggal utk besok. Kalau mau ya ngelembur. Kalau dokter/perawat/bidan, kerjaan harus kelar, udah pasti ngelembur, kalo perlu baru pulang besok. Kalo ditinggal ya akibatnya bisa fatal atau cacat permanen.
Trus dengan kondisi yang membludak itu gmn? Apa bisa manusia terus menerus bekerja lembur? Ga mungkin. Akibatnya dokternya memilah, yang bisa ditinggal ya ditinggal. Yang harus dikerjakan ya diselesaikan. Baru dilihat dokternya besok pagi? Udah dari dulu gan. Malah sebenarnya bersyukurlah penyakit anda masi bisa dilihat besok pagi.

[url]https://fbcdn-sphotos-b-a.akamaihd.n...54031442_n.jpg[/url]
Baru wisuda pun sudah harus "bekerja"

Trus kalo ada petugas kesehatan ketawa-ketiwi pas bekerja dan anda merasa tidak senang. It's called humor gan. Itu adalah mekanisme bertahan dari stres yang diderita terus menerus (baca buku2 psikologi gan, ane juga ga menguasai bener2). Bisa gila kalo ga ada "little things to keep our mind sane". Kalo petugasnya gila gmn? Berarti lebih dikit yang bisa menangani pasien dan bertambah pasien 1.

Trus kalo ada petugas yang ga ada senyumnya, banyak juga lo yg protes. Gimana bisa senyum kalo anda pasien ke 40, udah sore, gaji belum dibayar 3 bulan, anak sakit, ortu sakit, istri uring2an, cicilan belum dibayar. Btw kalo RS rugi, yang pertama dipangkas adalah gaji karyawan lho, termasuk dokter.

Nah trus solusinya gimana dong? Ya balik dari pertama. Jumlah beban harus berimbang dengan penanggung beban. Bikin lapangan kerja, pekerjanya dipajakin. Kalau 50% penduduk Indonesia bekerja + gajinya diambil utk iuran kesehatan:
1. Tiap orang menanggung 2-3 orang saja
2. Pendanaan cukup, RS ga dibingungkan dengan penghematan, layanan bisa optimal.
3. RS swasta bisa mengambil beban RS pemerintah. Proporsional antara RS dan pasien. Karena ga penuh, ga ada RS menolak karena alasan penuh.
4. Karyawan RS, dokter, perawat ga stres. Melayani dengan senyum. Semua senang.
5. Lebih jauh, jangan sakit. Utamakan menjaga kesehatan, ketimbang mengobati. Kalaupun sakit lebih baik cepat berobat agar cukup ditangani rawat jalan. Ketimbang ditolak rawat inap di RS pemerintah, lebih baik anda berobat jalan di RS swasta. Tentunya biaya berobat jalan lebih murah dari rawat inap.

Harus dimulai oleh pemerintah. Cari pasar, bikin pabrik, serap tenaga kerja. Gajinya dipajak utk bayar iuran kesehatan, baru bisa jalan. Tapi ini proyek jangka panjang, hasilnya dinikmati oleh kabinet 5-10 tahun kemudian, resiko menengah sampai tinggi. Apa mau mereka? Kalaupun eksekutif mau, apa legislatifnya mau? Dari dulu kan lebih suka menyetujui proyek jangka pendek yang bisa dinikmati pas masih jadi legislatif.

Nah mari kita ibaratkan. Misalkan anda memiliki anak umur 5 tahun. Anda suruh untuk mengangkat botol aqua tanggung dari dapur ke mamanya di kamar anda. Nyampe. Anda memuji dia, ibunya memuji dia. Tapi sekarang anda suruh dia mengangkat aqua 1 galon. Jelas ga bisa. Apakah anda menyalahkan dan menghujat dia? Maka anda menyalahkan ketidakmampuan seseorang

Lalu kalau ada seorang beramal kepada pengemis, maka anda katakan bahwa dia itu orang baik. Dan orang yang mendengarkan anda akan menyampaikan berita itu ke keluarganya, hingga setengah kampung mengetahui kebaikannya. Lalu orang yang sama di tempat lain menabrak seorang nenek dengan kudanya. Dan seseorang mengatakan dia berbuat jahat, orang yang mendengarkan akan menyebarkan berita itu. Beritanya tersebar sampai ke kota di balik gunung. Berita buruk adalah berita yang baik, berita baik hanyalah angin lalu.

Jadi masihkah anda menyalahkan dokter? Masihkah anda membuat telinga anda hanya mendengar hal-hal yang buruk dimana dokter terlibat, tanpa melakukan analisis? Be smart Indonesia...