Jakarta - Kehidupan yang harus dijalani keluarga miskin di pinggiran Pati, Jawa Tengah ini sungguh sangat menyentuh hati. Sang ibu menjadi orangtua tunggal (single parent) yang harus berjuang keras menghidupi ketiga anaknya dalam tekanan kemiskinan. Sementara ketiga anaknya lahir dalam kondisi cacat sejak lahir.
Rumah kumuh nan reot berukuran sekitar 36 meter persegi yang hanya berdindingkan anyaman bambu rapuh dan berlantaikan tanah liat berselimutkan genting bolong menjadi saksi betapa getirnya kehidupan yang harus dilalui Riatun dan ketiga anaknya. Riatun tinggal di Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Wanita 52 tahun itu telah menjadi orangtua tunggal bagi ketiga anaknya setelah sang suami tercinta meninggal sekitar lima tahun lalu akibat sakit diabetes akut.
Riatun dan almarhum suaminya hanya buruh kasar di kampung. Tanpa penghasilan yang tetap. Sepeninggal suami, Riatun tetap bekerja serabutan tapi dengan beban yang lebih berat. Karena menjadi satu-satunya tulang punggung keluarganya yang papa. Riatun terkadang mencari kayu untuk dijual ke tetangga-tetangganya yang satu desa, di lain waktu menjadi pemotong rumput. Jika musim panen tiba, Raitun hanya membantu mengais beras-beras tersisa.
Salah satu tetangga jauh Riatun, Imam Mahrus mengatakan, keadaan desa tempat Riatun tinggal bersama ketiga anaknya memang termasuk desa dengan tingkat kemiskinan tinggi. Soal keadaan Riatun bukan lagi rahasia umum. Namun hingga kini, menurut Imam belum ada pemimpin daerahnya yang datang mengunjungi Riatun dan memberikan bantuan.
"Keadaannya sangat memprihatinkan. Seingat saya sampai saat ini belum ada perhatian dari pemerintah di sana. Pernah sekali ada calon Bupati datang berkunjung waktu pilkada, tapi kasihan dia hanya jadi tontonan warga. Hanya itu saja tok. Habis itu tak ada lagi," ujar Imam Mahrus, saat berbincang, Sabtu (22/11/2014).
Riatun memiliki tiga anak, bernama Ahmad Jadi (35), Siti Khoirul Umah (20), dan Siti Murdhiah (13). Namun ketiga anaknya lahir dalam keadaan cacat kaki sehingga tidak bisa berjalan normal layaknya yang lain. Padahal Riatun sendiri lahir dan tumbuh di dalam keadaan normal di desa itu. Riatun tidak pernah memeriksakan kondisi anak-anaknya saat macih kecil ke dokter atau rumah sakit.
"Kalau berjalan, anaknya yang tertua itu hanya bisa ngesot. Mainnya hanya di dapur, tidak pernah keluar rumah. Yang kedua dan ketiga juga begitu. Mungkin karena malu. Kasihan, ingin membantu," ucap Imam yang juga tetangga Riatun ini.
Tidak hanya itu, Imam juga mengatakan ketiga ada anak Riatun mempunyai masalah dalam komunikasi. Menurut Imam, hal itu karena hingga tumbuh dewasa ketiga anak Riatun tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan. Himpitan ekonomi di tengah keadaan fisik anaknya-anaknya yang cacat, tidak sedikitpun terbersit di benak Riatun untuk menyekolahkan mereka. "Mungkin karena tidak punya biaya. Namanya di desa, dan dia tidak tahu soal begitu," ucap Imam.