empty.mindAvatar border
TS
empty.mind
[Clean] Memahami Logika FPI


sebetulnya tulisan ini memiliki pengantar yang cukup panjang, namun diringkas saja, yang penting isinya tersampaikan

setidak ada berbagai kelirumologi dalam cara berfikir kita (termasuk TS dahulu) mengenai sepak terjang fpi. Hal tersebut wajar, karena kita hanya dapat berfikir dan menganalisis berdasarkan informasi yang kita peroleh. Semakin banyak informasi yang kita miliki maka akan semakin baik dan akurat pula analisis kita. Sebaliknya, semakin sedikit informasi yang kita miliki, semakin jelek dan bias pula analisis kita.

Terlebih lagi jika informasi tersebut dimonopoli dan dimanipulasi demi kepentingan tertentu, sehingga informasi yang sampai ketangan publik adalah informasi sampah, bias dan penuh intrik dan tipu daya. Dan seperti itulah propaganda media massa. Tidak pernah bebas dari kepentingan, terutama dimasa kini dimana media massa/berita tidak malu-malu menunjukan kecondongan dan kepentingan mereka terhadap politik

berikut kelimurologi cara berfikir kita mengenai FPI

Tuhan tidak perlu dibela, tidak akan berkurang kemuliaan-nya
Ketika tuhan atau nabi dihina, memang tidak akan pernah berkurang kemuliaannya. Tapi bukan itu alasan membela tuhan atau nabi. Yang dibela adalah asas kepantasan, apakah tuhan atau nabi yang dimuliakan dan diagungkan pantas untuk dihina dan dicela, jangankan tuhan, menghina sosok manusia biasa saja akan bermasalah (uu pencemaran nama baik). Jika sosok yang kita hormati seperti guru, sesepuh, ortu, dihina dan dicela, lantas kita marah dan protes, lalu mengapa kita tidak boleh protes ketika tuhan dihina?

Tuhan tidak perlu dibela, Tuhan maha kuasa dan maha kuat, bisa membela dirinya sendiri
Tuhan memang maha kuasa (kuat), namun bukan begitu cara tuhan menunjukan kekuasaannya. Tuhan adalah sosok “beyond imagination” diluar jangkauan manusia, karena statusnya adalah sang pencipta. Ibaratnya, sosok fiktif dalam komik/game tidak mungkin mampu berfikir mengenai eksistensi sang kreatornya. Karena itulah berfikir bahwa tuhan dapat menunjukan kuasanya (untuk membela dirinya sendiri) itu sama saja merendahkan tuhan dirinya setara dengan makhluk ciptaannya. Karena itulah dalam mengajarkan/menurunkan agamanya, tuhan menggunakan para nabi/rasul (manusia) sebagai perantaranya. Suka atau tidak suka akan selalu ada hamba beriman yang kuat yang akan memperjuangkan agama dan tuhannya, dan seperti itulah tuhan menunjukan kekuasaannya (human vs human)

Mengapa tidak berdakwah santun saja, pengajian misalnya?
Semua itu ada bagiannya, baik amar ma’ruf nahi munkar, kedua-duanya diperintahkan. Urusan taat atau tidak, itu perkara lain. Diibaratkan tidak bisa menjadikan alasan tidak berpuasa karena belum penuh solatnya, tidak zakat/sedekah karena belum sempurna puasanya, dan tidak pergi haji karena belum sempurna solat, zakat, dan puasa, dan sebagainya. Baik solat, puasa, zakat, dan haji, semua diperintahkan untuk dilakukan, samahalnya dengan berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran

Mengapa harus anarkis?
Pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah “mengapa bisa sampai anarkis?”. Tidak ada SOP FPI atau aturan yang mengharuskan penggunaan kekerasan. Walaupun menggunakan dalil “rubahlah dengan tanganmu”, namun FPI tetap mengedepankan pendekatan persuasive (kooperatif dan kompromi) sebagai bentuk pencegahan dan taat hukum. Karena itulah jika terjadi kekerasan/anarkisme maka itu adalah bentuk dampak/efek samping dari kegagalan upaya pencegahan tersebut. Dimana ketika upaya persuasif tidak berhasil, sehingga terjadi gesekan ataupun resistensi/perlawanan sehingga terjadi anarkisme. Diibaratkan, ketika PKL tidak mau diatur, maka satpol pp bertindak, lalu apakah kita akan mengatakan tindakan satpol pp itu sebagai anarkisme? Tentu tidak.

Anarkisme/kekerasan tidak layak dilakukan atas dasar apapun (apalagi atas nama agama)
Tidak ada yang menginginkan ataupun membenarkan sebuah anarkisme/kekerasan. Termasuk apa yang dilakukan oleh FPI. Namun kekerasan bukanlah monopoli fpi saja. Jangan lupa ketika pihak yang terkait melakukan resistensi/perlawanan (dari preman or bodyguard/bekingan), bukankah itu sebuah tindakan anarkisme? Terlebih jika pihak tersebut memang melanggar sebuah aturan. Dan ingat, fpi bergerak atas dasar aturan yang dilanggar sebagai dasar tindakannya. Dan setiap tindakan fpi selalu dibawah pengawasan (didampingi) pihak yang berwenang. Karena itulah, ketika fpi “terpaksa” melakukan anarkisme, betul itu adalah tanggung jawab fpi dimuka hokum, namun terap saja kita tidak bisa menutup mata dan mengingkari fakta, bahwa ada pelanggaran hukum yang menjadi penyebab anarkisme fpi, singkatnya, fpi salah karena anarkisme, polisi salah karena pembiaran, dan pihak tersebut salah karena melanggar hukum (produksi/distribusi miras illegal contohnya)

Biarkan pihak berwenang yang melakukannya, FPI tidak berhak
Penegakan hokum adalah tanggung jawab pihak berwenang. Namun apa yang terjadi jika pihak yang berwenang tidak dapat menegakan hukum tersebut. Tentu hal tersebut menjadi masalah tersendiri dan semakin meresahkan warga. Fakta dilapangan selalu ada oknum yang bermain mata dengan para pelaku kejahatan seperti bekingan atau intel yang membocorkan informasi razia polisi. Lalu siapa yang bisa kita harapkan? Apakah akan kita biarkan saja dan bersikap pasrah? Atau secara bersama-sama melakukan amuk massa (anarkisme warga)?

Karena itulah fpi mengambil inisiatif atas dasar laporan dari warga sekitarnya untuk melakukan pendekatan persuasive hingga razia (sesuai SOP nya), dan tentu saja didampingi oleh pihak kepolisian. Tentu upaya fpi setidaknya dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak kepolisian, contohnya terhindar dari tuduhan pelanggaran HAM, memberikan efek jera (terapy shock) bagi para pelaku, (mungkin karena hukuman pidana nya tidak sebanding dengan keuntungan yang bias diperoleh oleh pelaku kejahatan tersebut), menjaga wibawa kepolisian (bocornya informasi )dan menghindari konflik internal (bekingan oknum kepolisian), dan lain sebagainya

Indonesia bukan Negara agama, mengatas namakan agama tidak layak dilakukan
Indonesia memang bukan Negara agama, bukan pula Negara sekuler. Lebih tepatnya Negara berketuhanan (memiliki tuhan). Konsekuensi sebagai insanumat beragama, tentu adalah mentaati aturan yang ada dalam agama tersebut. Meskipun begitu, tidak relevan selalu mengaitkan sepak terjang fpi dengan agama, karena perjuangan fpi memiliki nilai-nilai moral yang bersifat universal. Ataupun perjuangan demi mempertahankan nilai-nilai sosial kebaikan masyarakat dan kepentingan umum. Simpelnya, bahkan ateist pun bisa berbuat baik dan mencegah kejahatan (bukan monopoli insan beragama)


Jangan sok suci, urus diri sendiri, tidak usah mengatur orang lain
Justru karena sadar bahwa manusia tidak mungkin menjadi makhluk suci (sulit), karena itulah kita mencoba menciptakan kondisi ideal bagi masyarakat yang penuh nilai-nilai kebaikan. Manusia tidak pernah lepas dari lalai dan salah, karena itulah tugas kita untuk saling “mengatur”, mengingatkan dan menegur. Dan itulah konsekuensi dari kehidupan bermasyarakat. Tentu siapapun menginginkan kondisi yang ideal yang penuh keteraturan dan penuh nilai-nilai kebaikan. Yang perlu diperhatikan adalah agar setiap orang selalu ingat dan waras mengenai awareness dan kepedulian mengenai nilai-nilai kebaikan (moral) agar tidak tergerus ataupun hilang tidak tersisa, sehingga masyarakat kehilangan pijakan dalam menentukan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar mana yang salah. Terlebih di jaman sekaran yang dikatakan sebagai "jaman edan", tidak edan (jujur/lurus) maka tidak survive, serba terbalik, antara baik dan buruk, benar dan salahnya

Tindakan FPI karena lemah iman, mudah tergoda, seharusnya fpi tingkatkan iman
Iman manusia memang selalu berubah-ubah, kadang iman/moralnya kuat kadang lemah, kadang waras kadang psikopat, kadang baik kadang jahat/buruk. Hal ini disebabkan karena manusia mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu. Karena itulah dibutuhkan sebuah upaya lebih yang dilakukan bersama-sama dan secara sistematis demi menjaga iman (nafsu) dan tingkah laku manusia agar selalu terkendali. Dengan begitu kondisi ideal masyarakat dapat terjamin dan terjaga. Tentu kebaikan itu dapat timbul dari kesadaran pribadi, namun jauh lebih baik jika ada yang mengintervensi dan mempertahankannya. Dan kita melakukan hal tersebut bukan karena kita lemah dan mudah tergoda, tapi karena ada keinginan kita menjadi kuat dan mempertahankan kekuatan tersebut.

Diibaratkan, mengapa anak-anak kita sekolahkan? Kita mensekolahkan mereka bukan karena mereka itu bodoh ataupun malas. Tapi karena kita ingin mereka menjadi pintar atau lebih pintar lagi, Memang tanpa sekolah pun mereka tetap pintar ataupun bisa menjadi pintar secara otodidak, namun sekolah dapat mengefektifkan proses pemintaran mereka jauh lebih baik ketimbang pemintaran secara otodidak


Sebetulnya tindakan fpi dapat dicerna dan dipahami dengan mudah, melalui jawaban-jawaban diatas, yaitu berupa penjelasan ataupun analogi. Yang jadi pertanyaan, mengapa kita bias memiliki pemahaman yang salah sehingga tidak dapat menemukan jawaban yang benar? Tentu karena itu semua adalah pengaruh dari media massa selaku pembentuk opini public.

Media massa ibarat sebuah hipnotis, tanpa sadar anda terpengaruh dan mengikuti perintahnya. Dengan bahasa sederhana,ketika anda mengatakan “fpi itu jelek” bukan dengan kesadaran anda sendiri, melainkan karena anda dipengaruhi dan diarahkan untuk mengatakan bahwa “fpi itu jelek”. Samahalnya dengan hipnotis yang tidak berlaku bagi seseorang yang kuat kesadaran dan mentalnya, hipnotisme media massa tidak mampu mempengaruhi mereka yang kritis dan berpikir secara merdeka



Setidaknya ada berbagai desain by media yang mempengaruhi anda dalam menilai sentiment fpi

Media selalu memblowup anarkisme (kejelekan) fpi
Media selalu berulang-ulang kali menyiarkan anarkisme fpi, bahkan dengan gambar basi dan tayangan lama (tahun lalu), dengan begitu pembaca memiliki stigma negative yang kuat mengenai fpi, bahwa fpi itu identik dengan anarkisme. (wajar saja, setiap masuk berita/tayangan tv, yang muncul adalah gambar anarkisme fpi)

Media tendensius dan tidak berimbang
Media tidak pernah mengajak kita untuk berfikir dan mengkritisi, mengapa mereka bisa menjadi anarkis, tetapi mereka menyuruh kita untuk mengkritisi anarkisme itu sendiri berserta dampak anarkisme tersebut. Dengan begitu perhatian kita selalu kepada anarkisme fpi dan melupakan permasalahan awal yaitu terjadinya pelanggaran hukum (pembelokan opini publik)

Media tidak memberitakan secara lengkap dan kronologis
Media tidak pernah menjelaskan kronologis ataupun historical tindakan fpi dari awal (persuasive) hingga akhir (razia/anarkisme), sehingga di opinikan bahwa fpi melakukan anarkisme brutal, tidak tau aturan (kebal hokum) dan sewenang-wenang. Andaipun ada kronologis lengkap, yang disajikan hanyalah kronologis kerusuhan fpi itu sendiri.

Media tidak pernah memberitakan hal yang baik
Ada banyak kontribusi dan sepak terjang fpi yang baik dan positif, namun bias dipastkan tidak ada satupun atas pemberitaan hal tersebut. Tentu dengan begitu, pembaca tidak memiliki penilaian dan sentiment positif atas sepak terjang fpi, dan yang diingat hanya jelek-jeleknya saja

Media selalu menggunakan refrensi yang salah dalam merujuk sepak terjang fpi
Untuk mengkounter dalil/dasar sepak terjang fpi, seringkali media mengundang narasumber yang controversial dan berseberangan seperti tokoh JIL atau tokoh abal-abal yang “islami”, tentu tujuannya agar tercipta perdebatan dan pro kontra, seolah-olah sepak terjang fpi dimata umat islam itu sendiri adalah salah dan ekstrim



Kemudian, tentu kita jadi bertanya, apa alasan mereka (media) melakukan distorsi informasi yang sebetulnya dapat kita lihat dan cermati dengan jelas. Dan mereka pun mengakuinya, tidak pernah mengingkari ataupun membantahnya. Seperti kata mereka (para wartawan), “berita anarkisme fpi lebih menjual” Menunjukan bahwa apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang menjadi rahasia umum. Tahu sama tahu lah. Padahal hal tersebut bias saja bertentangan dengan kode etik jurnalisme (independent dan bebas dari bias)

Setidaknya ada beberapa penyebab yang menjadi alasan, yaitu :

Konflik kepentingan
Tentu pihak media mungkin memiliki bisnis, keluarga atau rekan bisnis yang terusik dan terancam “bisnis” nya akan memberikan resistensi dan perlawanan. Lalu mereka mencoba mendiskreditkan fpi dengan melemparkan isu-isu negative dengan harapan fpi mendapatkan pressure social dari masyarakat/public. Dengan begitu fpi sibuk menghadapi resistensi masyarakat dan mereka dapat dengan leluasa melebarkan sayapnya (berlindung dan bersembunyi dibalik massa/publik)

Berita pesanan (Asal Bapak Senang)
Adakalanya pihak ttt yang terusik dan terganggu dengan ulah fpi memanfaatkan media untuk menyerang fpi. Tentu dengan bayaran sebagai kompensasi bias berupa materi ataupun non materi. Sebagai contoh, mungkin mereka bisa berdalih dan beralasan bahwa mereka memberitakan negative fpi secara massif karena berita negative fpi lebih “menjual”. Lebih tepatnya menjual (disukai) bagi para sponsor, bukan karena disukai oleh pembaca/publik. Faktanya, public mengkonsumsi berita hanya sebatas apa yang disajikan oleh media berita. Artinya media berita begitu dominant dalam mempengaruhi opini public Termasuk menentukan apa yang publik sukai ataupun mereka benci

Perbedaan idiologi
Apa yang mereka lakukan adalah murni karena perbedaan idiologi, karena ketidak- sukaan/permusuhan mereka terhadap pihak di luar mereka, ataupun yang memang berseberangan dengan mereka. Karena sasaran mereka adalah idiologi, maka segala sesuatu yang beratribut idiologi tersebut mereka habisi dan mereka bully. Karena itulah fpi hanyalah salah satu (dari sekian banyak) amunisi untuk pem-bully-an pelampiasan atas kebencian dan permusuhan mereka.Dengan tujuan agar citra idiologi tersebut jelek dimata masyarakat dan mengidentikan/mengaitkan (generalisasi & libel) idiologi tersebut dengan anarkisme ala anarkisme fpi

Agenda asing, sekularisasi
Sekulerisme adalah anti agama, segala bentuk atribut dan pengaruh agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah tidak dapat dibenarkan. Meskipun hal tersebut bertentangan prinsip NKRI yang berketuhanan (pancasila). Karena itulah usaha mereka mereduksi sebanyak mungkin pengaruh agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan cara menciptakan resistensi (penolakan dan perlawanan) rakyat atas eksistensi dan pengaruh agama dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai contoh dengan memblowup kejelekan ataupun penyimpangan tokoh2 agama, sehingga masyarakat menjadi antipati dan meragukan kelayakan tokoh agama tersebut. Mengakomodir/mengangkat tokoh2 agama yang controversial (JIL), dengan tujuan menciptakan distorsi dan kebingungan (pro-kontra) masyarakat atas agama tersebut. Memberikan porsi lebih atas pemikiran liberal sekuler dan menempatkan pemikiran liberal sebagai pemikiran yang moderen, pencerah yang bebas dari doktrin/ dogma yang kolot dan kaku. Memblowup kasus-kasus tertentu dengan tujuan membenturkan budaya/culture asli Indonesia dengan agama, seolah-olah agama bertentangan dan tidak dapat bersanding dengan budaya asli Indonesia . seperti isu toleransi, bineka tunggal ika, diskriminasi minoritas-mayoritas, culture wisdom, dan lain-lain

demikianlah, semoga anda menjadi manusia yang tercerahkan, terbebas dari tipu daya dan hipnotis media massa


--------------

Bos Media Larang Reporter Liput Aksi Relawan FPI dan PKS



Pengamat media, Dedi Wahyudi, menyatakan bahwa koordinator pemberitaan sebuah stasiun TV nasional mewanti-wanti reporter yang turun ke lapangan untuk tidak meliput aksi relawan dari ormas Islam seperti FPI dan partai politik Islam seperti PKS. Hal itu dinyatakannya dengan mengutip pernyataan salah seorang rekan jurnalis di salah satu media televisi nasional yang dikenal anti Islam.

“Gue ma kawan di *****TV kadang bersimpati dengan apa yang dilakukan para relawan terutama relawan PKS dan FPI. Mereka memang selalu ada di manapun bencana itu terjadi, contoh kebakaran di daerah Jakarta Barat, mereka selalu yang pertama bangun posko kesehatan dan posko bantuan. Kita sebagai awak media selalu ‘gatal’ ingin men-shoot semua angle gambar agar bisa lengkap memberitakan kejadian, tapi semua itu kagak bisa…,” ungkapnya menukil pernyataan sang jurnalis.

Ada aturan dari atasan dan bos pemilik media berada, “Kita sebelum berangkat ke TKP (tempat kejadian), selalu mendapatkan instruksi dari koordinator pemberitaan, untuk jangan mengambil gambar dengan angle ada relawan dari partai politik dan FPI. Koordinator biasa memberikan catatan kepada kita, ‘Ingat kita nggak jual mereka, emang mereka bayar kita untuk publikasikan gratis atas kampanye kegiatan mereka, jangan pernah ambil gambar ketika mereka beraksi atau apapun juga.'”

Saking banyaknya aksi relawan FPI atau PKS di lokasi bencana, reporter kadangkala kebingungan mengambil sudut pengambilan gambar.

“Pernah ada yang lucu, gue pernah disuruh ngeliput bencana banjir di Jakarta. TKP gue itu emang tempat dimana banyak relawan PKS dan FPI-nya. Akhirnya karena ingat instruksi kantor kagak boleh diambil gambarnya, gue sampe nge-shoot orang-orang di atas rumah aja yang lagi pada nongkrong nunggu bantuan. Kamera gue kaga gue shoot ke banjir ma perahu karetnya karena ada relawan PKS ma FPI,” pungkas si reporter

----------

ini tweet pastor sendiri, silahkan cari di twitter nya

habib rizieq bisa berdamai dgn org kafir, tapi tdk harus dgn menjilat dgn memeriahkan dan mengucapkan natal.

ini yg tdk di mengerti kaum pluralisme/penjual aqidah demi rupiah dan jabatan.
Sebarkan!!!!

Diubah oleh empty.mind 18-12-2014 11:56
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
23.2K
297
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.