Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

milaismeAvatar border
TS
milaisme
Sebuah Catatan: “Sebulan di Kampung Inggris-nya Indonesia”

Sebulan menghabiskan hari di Kampung Inggris, Pare, Kediri, memberikan pengalaman yang tidak biasa bagi saya. Bisa dibilang ini pengalaman kedua terasyik saya setelah Program Indonesia Mengajar setahun lalu.

Sejak awal, tujuan saya ke Pare tidak hanya untuk belajar bahasa Inggris, tapi lebih dari itu adalah mengamati Kampung inggris secara umum. Tak ketinggalan untuk jalan-jalan tentunya. Yah, bisa dibilang 40 % untuk belajar bahasa Inggris, selebihnya adalah wisata.

Kampung Inggris memang sangat menarik. Banyak orang berbondong-bondong datang kesini, Dari sabang sampai Merauke. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah, mengapa memilih Kampung Inggris di tengah banyaknya tempat kursus bahasa Inggris yang lebih bonafit, yang tersebar di seluruh Indonesia? Mengapa bukan English First, Wallstreet, LIA, atau yang lainnya?

Sampai sekarang ini memang menjadi pertanyaan besar. Tapi setelah menjelajah selama sebulan di sini, saya rasa saya bisa menjawab pertanyaan itu, paling tidak untuk diri saya sendiri. Apa saja itu? Banyak hal. Karena banyaknya, saya tertarik menceritakan kepada siapapun yang mau tahu tentang serba-serbi Kampung Inggris, tapi dalam beberapa bagian ya!

(Bag.1) Sejarah Singkat: Mr. Kalend dan Jejak-Jejak Clifford Geertz

Salah satu moment penting ketika di Pare adalah saat saya berkunjung ke BEC (Basic English Course) dan berbincang dengan pendirinya, Mr. Kalend. Ia adalah tonggak dari adanya kampung Inggris seperti hari ini. Beliau menceritakan sejarah, dinamika dan perkembangan kampung Inggris.

Pria asal Kutai Kertanegara ini adalah orang pertama yang membuat tempat kursus di Pare. Ia menceritakan asal mula pendirian BEC. Awalnya tanpa sengaja. Saat itu, Mr. Kalend sedang menimba ilmu bahasa Arab dan bahasa Inggris di Gontor. Suatu hari, saat Mr. Kalend menyapu halaman mesjid, datanglah beberapa mahasiswa dari Surabaya dengan maksud ingin belajar kepada Guru Mr. Kalend, H. Muhammad Yazid. Karena sedang di luar kota, maka sang Guru mengamanahkan kepada Mr. Kalend untuk mengajari mahasiswa tersebut. Di luar dugaan, Mr. Kalend mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan mahasiswa itu. Menyadari itu, Mr. Kalend –dengan dukungan dari sang Guru- akhirnya berpikir untuk membuka lembaga kursus. Saat itulah BEC mulai didirikan di desa Tulungrejo, Pare, Kediri.

Bukan hal yang mudah bagi Mr. Kalend dalam mendirikan lembaga kursus. Ia harus menghadapi tantangan bahkan, hujatan dari hampir seluruh masyarakat di sekitar Tulungrejo. Wajar saja, bagi masyarakat Jawa yang saat itu masih kental dengan nilai-nilai tradisional, mendengar bahasa Inggris tentu membawa kecurigaan dalam banyak hal, misalnya, soal ancaman penyebaran nilai-nilai orang kafir. Tapi Mr. Kalend mencoba menjelaskan dan mematahkan ketakutan itu bahkan, membuktikan sebaliknya. Masyarakat Tulungrejo justru ‘banjir’ keuntungan dari adanya kampung Inggris ini. Hari ini, lebih dari 180 (menurut data Kampung Bahasa) tempat kursus tersebar di Pare.

Mr. Kalend adalah sosok yang menarik di mata saya. Selain rendah hati, Ia sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Sejak awal mendirikan lembaga kursus, Ia telah memikirkan nilai kemanusiaan di atas nilai material. Bayangkan saja, Ia memutuskan membangun gedung kursus tanpa asrama. Di pikiran Mr. Kalend, “Dalam berkarya, jangan dinikmati sendiri. Usahakan lingkungan sekitar juga menikmati,” jelasnya. Karena itulah Ia tak membuat asrama. “Biar masyarakat di sekitar lembaga kursus saja yang mengambil alih bagian ini,” tambah Mr. Kalend. Makanya tak heran jika hingga saat ini, hampir segala jenis usaha ada di Pare. mulai dari kosant, asrama/camp, warung, toko buku, hingga toko souvenir khas Pare.

Hal lain yang menarik adalah niat dasar Mr. Kalend mendirikan lembaga kursus. Ia sadar betul bahwa pendidikan sangat penting bagi semua orang namun tidak semua orang mampu mengenyamnya. Sedari awal, Ia sangat memikirkan bagaimana menyediakan lembaga kursus dengan biaya murah. Karenanya, hingga saat ini, Pare mempunyai image sebagai tempat kurusus yang murah. Bagi Mr. Kalend, mendirikan tempat kursus bukan soal bisnis tapi bagian dari ibadah kepada Sang Khalik. “Saya gini ya, saya sholat, puasa, dan ibadah-ibadah lain itu masih sangat kurang. Belum tentu diterima Tuhan. Makanya, berbagi ilmu ke orang lain adalah tambahan ibadah bagi saya. Saya percaya doa murid-murid saya adalah pelengkap ibadah saya,” jelas Mr. Kalend.

Selain soal tempat kursus, saya juga tak mau melewatkan kesempatan untuk mempertanyakan jejak-jejak Clifford Geertz., antropolog yang dikenal atas debutnya membagi tipe orang Jawa dalam tiga klasifikasi. (Baca : The Religion Of Java). Pada dia saya tahu bahwa tenyata Geertz mendarat ke Pare selama dua kali. Pertama pada 1954 dan selanjutnya tahun 1986. Geertz mengabadikan jejak-jejaknya di Pare dalam bukunya yang saat ini banyak dikritisi oleh beberapa antropolog.

Dalam beberapa kesempatan, Mr. kalend berbincang bahkan menemani Geertz ke lokasi penelitiannya di Pare. Meski begitu, sempat terjadi ketegangan-ketengan kecil antara Mr.Kalend dengan Geertz. Di dalam buku (jika tidak salah judul bukunya ‘After the Fact’, halaman 121), Geertz menyerang Mr. Kalend. Menurut Mr. Kalend, mungkin Geertz tersinggung dengan salah satu isi pidatonya di satu waktu. Salah satu pernyataan Mr. Kalend, “Saya ngajar bahasa Inggris bukan supaya murid-murid saya menjadi kafir. Tapi supaya mereka mengerti tentang orang kafir.”

Mr. Kalend juga sempat mengomentari tentang pembagian tipe orang Jawa di dalam buku Geertz. Mr. Kalend tidak ingin membenarkan atau menyalahkan Geertz. Tapi ia ingin mengatakan bahwa pembagian itu sebenarnya menyakiti hati orang Jawa. Karena orang Jawa sendiri tidka pernah membagi dirinya ke dalam tiga tipe tersebut.

Lepas dari semua itu, Mr. Kalend menilai Geertz sebagai orang yang baik. Mr. Kalend banyak belajar bahasa Inggris dari Geertz. Yang paling berkesan adalah ketika Geertz menjelaskan bahwa semua V + ing itu adalah Gerund. Apapun tensesnya.

(Bersambung)

0
6.3K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Cerita Pejalan Domestik
Cerita Pejalan Domestik KASKUS Official
2.1KThread2.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.