Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sewabiniAvatar border
TS
sewabini
Di Desa Ini Pria Dilarang Poligami
Jangan pernah berpikir untuk menjadi warga Penglipuran jika Anda berniat punya lebih dari satu istri. Desa adat di Kabupaten Bangli, Bali, yang terletak di dataran tinggi Gunung Agung ini memberlakukan larangan poligami bagi warganya. Mereka yang berpoligami akan dikucilkan.

Udara dingin menyeruak penginapan kami yang berada di bagian depan Desa Adat Penglipuran. Penginapan itu memfungsikan rumah-rumah warga, karena dari hari ke hari semakin banyak wisatawan yang datang ke Penglipuran, yang berjarak sekitar 45 kilometer dari Denpasar, Bali.

Waktu masih menunjukkan pukul 05.30, tetapi keramaian warga mulai tampak di jalanan desa. Beberapa perempuan membuka meja di sepanjang jalan desa untuk berjualan makanan. Sebagian lagi berjualan makanan dengan cara disunggi (membawa barang dengan cara meletakkannya di atas kepala).

”Datang dari mana?” sapa warga desa setiap kali berpapasan dengan kami. Pagi itu, awal September lalu, warga desa sedang sibuk menyiapkan berbagai keperluan untuk upacara bulan Purnama yang akan diadakan malam nanti.

Desa itu dihuni sekitar 700 warga. Sebagian besar hidup dengan mengolah sawah dan ladang. Hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pegawai. Lansekap Desa Penglipuran mirip dengan Tenganan, yaitu berbentuk terasering, dengan bagian tertinggi adalah pura desa.

Di bagian belakang pura terdapat hutan bambu yang sangat dilindungi. Tanaman bambu itu tidak boleh sembarangan diambil, hanya dengan sistem tebang pilih untuk memenuhi kebutuhan warga desa.

Penglipuran adalah salah satu desa tua di Bali. Desa ini sudah ada sejak abad ke-18. Dalam buku Melampaui Arsitektur Bali Tradisional (2000), hasil penelitian yang dilakukan I Wayan Gomudha, Desa Penglipuran merupakan akulturasi masyarakat Bali Aga dengan Bali Majapahit.

Desa itu dibentuk dari gabungan dari Desa Bayung Gede (komunitas Bali Aga) dan Kerajaan Bangli (komunitas Bali Majapahit). Menurut Gomudha, peleburan Desa Bayung Gede ke Kerajaan Bangli ini merupakan bentuk partisipasi warga Bayung Gede untuk memperkuat pasukan Kerajaan Bangli.

Pada masa itu, sekitar abad ke-17 dan ke-18, Bali masih terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan yang saling berperang.

Karang memadu

Di ujung ”bawah” desa terdapat sebuah papan bertuliskan Karang Memadu. Dari namanya, sekilas tempat yang ditunjuk oleh papan tulisan itu merupakan tempat untuk memadu kasih. Namun, ternyata bukan.

”Kalau punya istri banyak di situ, dah, tempatnya,” kata Ni Luh, perempuan yang berdagang di tepi jalan desa.

Ternyata di sanalah lokasi untuk mengucilkan para lelaki yang berpoligami. Meski bernama karang, Karang Memadu hanyalah sebuah lahan kosong yang luas.

Menurut hukum desa, setiap pria yang berpoligami harus pindah ke Karang Memadu. ”(Pihak) desa akan membangun sebuah gubuk bagi si pelanggar untuk tinggal bersama istrinya,” kata Budiarta, pengurus Desa Adat Penglipuran.

Meskipun si pelanggar masih boleh berbicara dengan warga desa lainnya, mereka tidak diizinkan melintasi jalan di sisi utara balai kulkul (bangunan tinggi tempat kentongan). Ia hanya boleh melintasi jalan di selatan balai kulkul.

Sanksi keras juga diberlakukan dalam bentuk pengucilan adat. Orang yang ngemaduang (poligami), pernikahannya tidak disahkan oleh desa.

Upacara pernikahannya tidak diselesaikan oleh Jero Kubayan, pemimpin tertinggi dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. Akibatnya, orang itu juga dilarang bersembahyang di pura desa adat.

Rupanya, dengan sanksi adat yang begitu keras, tidak ada lelaki di Penglipuran yang berani berpoligami. Lahan di Karang Memadu tersebut masih kosong.

Warga menyebut tanah di situ berstatus leteh atau kotor sehingga apa pun yang ditanam di atas tanah Karang Memadu dianggap tidak suci dan tidak bisa digunakan untuk sesaji.

Tahun 1992, Desa Adat Penglipuran ditetapkan sebagai desa wisata. Sejak saat itu semakin banyak wisatawan datang ke desa tersebut.

Rumah-rumah warga pun disiapkan menjadi penginapan, tetapi mereka tetap menjaga supaya tidak begitu banyak wisatawan yang menyerbu desa tempat tinggal mereka

sumur

ITU NAMANYA PRIMITIVE VILLAGE , KEK DUNIA PUNYA DIE AJE. COBA TENGOK DAERAH LAIN GAG ADA ATURAN GITU CUIHHH, KALO SUKA BUAT ATURAN SENDIRI DISKRIMINATIF SILAKAN KELUAR DARI NKRI BUAT NEGARA SENDIRI
emoticon-Najis

emoticon-Rate 5 Star
0
2.9K
24
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.