Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tanektjoanAvatar border
TS
tanektjoan
SIAPA PUAS DENGAN KABINET JOKOWI ?
Kurang dari 24 jam setelah “Kabinet Kerja” Jokowi diumumkan di Istana Merdeka, saya “hunting” ke beberapa tokoh. Dua konglomerat raksasa, satu pengusaha papan menengah, seorang pemain bursa papan atas, pengamat ekonomi yang namanya malang-melintang sejak era Soeharto, anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) pemerintahan SBY, seorang petinggi aparat keamanan sudah pensiun dari jabatan amat strategis, seorang diplomat senior hampir mendekati pensiun dan seorang akademisi ekonomi berusia hampir 70 tahun.

Kepada mereka saya mengajukan satu pertanyaan yang sama, yaitu “Bagaimana pendapat Bapak tentang kabinet Jokowi? Singkat saja, Pak.” Saya terdorong untuk “opinion hunting” sebagai cermin buat saya, karena sejak awal saya menilai kabinet Jokowi memprihatinkan. Setelah berwacana lebih dari dua bulan sejak pembentukan Tim Transisi pimpinan Rini Sumarno, kok begini kabinetnya?
Berikut adalah jawaban yang saya peroleh berdasarkan perbincangan singkat atau lewat SMS. “Kabinet boleh juga, walau tidak begitu bagus. Rata rata saya kasih nilai 6,5 sampai 7,5 untuk para menteri, tapi ada satu menteri yang kurang 6 nilainya,” kata taipan kelas kakap blak-blakan. Dia mengakui Menko Perekonomian lemah, “Tapi kan dia orang Jusuf Kalla nanti kan (dia) tinggal jalankan instruksi JK,” sambungnya ketawa penuh arti.

“Tim ekonomi weak, sayang. Tapi kalau Jokowi berani firmed sikapnya dalam menjalankan semua kebijakan, masih bisa tertolong, Menko Ekonomi tidak pas, mestinya figur lebih kuat,” begitu komentar konglomerat kelas kakap yang satu nya lagi yang sedang berada di Singapura. Ia kemudian memberikan argumentasi yang cukup panjang.“Komentar paling pas untuk kabinet adalah under expectation. Itu saja, Pak!” reaksi pengamat ekonomi dengan pengalaman lebih dari 30 tahun sambil tertawa. Tentang figur Menteri Perdagangan, ia berkata: “Mungkin itu satu kecelakaan ya......” Tapi dia cepat-cepat menambahkan: “Anda mesti mengetahui bagaimana susahnya posisi politik Presiden Jokowi dalam menyusun kabinet. Dia bisa survive saja sudah bagus, sudah merupakan ke berhasilan. Ha ha ha ha,” tawanya kencang sekali. Saya tahu apa maksud kata “survive” itu. “Semoga tidak menjadi negara patronase, Prof!” itu tanggapan singkat pensiunan petinggi aparat keamanan. Maksudnya, sebagian menteri punya “cantolan” di belakangnya. Mereka ditunjuk oleh patronnya karena punya ke pentingan tertentu.

Dari Tokyo, kawan saya, seorang pemain bursa papan atas dengan omset triliunan rupiah per tahun, bereaksi: “Tim ekonomi kurang meyakinkan, maka reaksi pasar lemah. Pasar masih harus menunggu,” komentarnya.
Dari diplomat senior pun saya mendapat komentar senada: “Reaksi pasar tidak bagus, rupiah melemah, Menteri ESDM yang diharapkan berantas mafia minyak, bagian dari Pertamina dan dekat de ngan .......... (disebutkan nama seorang menteri lain). Bagaimana bisa bereskan mafia minyak?”
Dari lantai bursa, total transaksi hingga tutup Selasa sore, hanya menca pai Rp 3,4 triliun, jauh di bawah ratarata Rp 4,4 triliun selama 4 pekan terakhir. IHSG Selasa sore ditutup melemah 1,579 poin atau 0,362%. Sehari setelah ka binet diumumkan, IHSG malah melorot 4,8%. “Investor masih wait and see, masih memantau rinci an kebijakan ekonomi ka binet baru,” kata seorang konsultan ekonomi bank swasta besar.

Pasar atau market adalah entitas yang kadang misterius. Dalam ilmu eko nomi diterangkan antara lain bahwa pasar adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual. Berapa harga sebuah komoditas terbentuk dan berapa omzet yang terjual, biasanya, ditentukan oleh pasar. Soal pasar, ada satu terminologi yang disebu t “sentimen pasar”. Sentimen bisa positif, bisa juga negatif. Ketika hasil polling semua lembaga polling bergengsi mengatakan Jokowi-Jusuf Kalla memenangkan Pilpres 9 Juli 2014, pasar secara spontan menunjukkan sentimen po sitif: IHSG langsung meningkat sekian persen.
Jokowi harus diakui sebuah “magnit politik” yang punya pengaruh dahsyat. Dia sosok pemimpin yang lain daripada yang lain: merakyat, sederhana, amat santun dan punya obsesi untuk mentransformasikan Indonesia. Maka, rakyat di mana-mana mengeluk-elukkannya. Jutaan rakyat Indonesia secara sukarela menamakan diri “Relawan Jokowi” dan bekerja pon-tangpanting tempo hari tanpa dibayar satu sen pun untuk mendukung Jokowi sebagai presiden. Dan Jokowi bersama JK akhirnya menang, meski melalui proses panjang, alot dan menegangkan.

“What Happen”
Setelah resmi dilantik bersama JK sebagai Presiden dan Wapres pada 20 Oktober, kini waktunya bagi pasangan itu untuk bekerja. Bekerja dengan bantuan sebuah kabinet. Tapi, ketika kabinet disusun dan diumumkan, banyak sekali kalangan kecewa dan berta nyatanya: What happen dengan Jokowi? Karena kabinetnya dinilai tidak bagus, wajar kalau publik meragukan kemampuan kabinet untuk mengimplementasi sekian banyak impian nya demi Indonesia yang lebih sejahtera, lebih adil dan lebih disegani di dalam maupun di luar negeri.

Apanya yang lemah dengan kabinet JKWJK ? Pertama, pemilihan sebagian menteri terkesan “asal comot”, tidak didasarkan atas prinsip “the right man in the right place”. Ada se orang calon menteri yang semula diplotkan sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, dan memang cocok di kursi itu. Tapi, last minutes posisinya berubah jadi Menteri Penertiban Aparatur Negara. Ada menteri yang duduk di sebuah portfolio tapi sama sekali tidak ditunjang oleh pengalaman di bidang tersebut.
Kedua, penetapan menteri, sebagian tampak sekali amat tergesa-gesa karena mengejar waktu dan untuk memenuhi harapan rakyat agar kabinet segera bekerja. Sejumlah menteri baru di beritahukan last minutes, pada menit menit terakhir. Ada pula menteri yang ditetapkan pada injury time, waktu perpanjangan sebagai kompensasi “stop watch” dalam pertandingan sepakbola. Sebaliknya, pada last minutes pula, beberapa menteri mendadak dicoret namanya bahkan ada seorang calon menteri yang sudah diantarkan kemeja putih dan sudah datang ke Istana dengan mengenakan seragam baju putih pula hanya untuk diberitahukan bahwa dia batal jadi menteri. Ada menteri yang semula sudah dicoret namanya, namun masuk lagi dalam daftar pada injury time gara gara tokoh yang semula duduk di kursi itu digempur habis oleh sejumlah LSM dan terpaksa harus didrop.

Ketiga, pemilihan menteri, sebagian, betul betul berdasarkan prinsip patronase. Patronnya tidak lain dua sosok kuat yang sangat dominan dalam penyusunan kabinet. Banyak kader PDI P yang amat kecewa terhadap ketua umumnya. Mereka kader kader cakap dan memang sudah diplot kan jadi menteri. Tapi menjelang Hari H, nama mereka “lenyap”. Kenapa Joko Widodo sebagai Presiden tidak menggunakan hak prerogatifnya sebagaimana dijamin UUD 945? Ah, Jokowi berhasil jadi Presiden RI karena bantuan begitu banyak pihak, ter masuk para penyandang dana.

Keempat, pemilihan menteri juga berdasarkan prinsip “bagi-bagi kursi”, diakui atau tidak. PDIP diberi kan jatah 4 kursi, PKB 4, Nasdem 3, Hanura 2, PPP 1. Seorang petinggi PDIP secara terbuka memprotes, mengapa kursi menteri dari PDIP dan PKB sama? Bukankah kursi PDIP di DPR jauh lebih banyak di bandingkan kursi PKB? Figur Khofifah Indar Parawansa rupanya agak “kontroversial”: dia mewa kili PKB atau NU? Kalau mewakili PKB, maka PKB benar meraih 4 kursi menteri.

Sama dengan proses penyusunan kabinet pada era SBY, Presiden Jokowi meminta daftar nama menteri dari masing-masing ketua umum partai pendukungnya. Ketika Wiranto dicoret namanya, maka Hanura berhak mengajukan satu nama lagi sebagai pengganti Wiranto. Maka, muncullah nama Saleh Husin. Yang banyak disorot bukan sosok menteri ini, melainkan kursi yang didudukinya. Orang meragukan kompetensinya sebagai Menteri Perindustrian.
Lepas dari kelemahan dan kekurangan kabinet JokowiJK, pasar dan masyarakat tetap menunggu. Maka, berikanlah kesempatan kepada para menteri untuk bekerja dan bekerja keras. Hanya saja, Presiden Jokowi jangan sekalikali lupa akan janji-janji yang sering dicanangkan dalam kampanye pilpres tempo hari. Setiap menteri harus mampu segera mewujudkan janji-janji Jokowi minimal dalam 100 hari kerja sudah tampak tanda-tanda menggembirakan. Kalau ti dak, reshuffle kabinet rasa nya suatu keniscayaan.

http://tariknews.blogspot.com/2014/1...et-jokowi.html
0
2.2K
31
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.