Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

AkuCintaNaneaAvatar border
TS
AkuCintaNanea
Di AS Harga BBM Turun akibat Harga Minyak Dunia yg Jeblog! Kita kok Malahan mau Naik?
Harga BBM di Amerika Serikat ... Pada Turun Tuh!
Di AS Harga BBM Turun akibat Harga Minyak Dunia yg Jeblog! Kita kok Malahan mau Naik?
source: http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel/

Biaya Produksi Tak Pernah Transparan, Kenapa Premium Harus Naik?
Selasa, 9 September 2014 | 13:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu kenaikan harga BBM bersubsidi selalu menjadi sorotan karena dampak kebijakan tersebut yang multidimensi. Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorry merasa bingung karena perdebatan kenaikan BBM selalu berbicara dampak masalah bukan akar masalah yang harus diselesaikan. Padahal menurutnya, hal yang harus diperdebatkan adalah berapa biaya pokok produksi atas minyak yang diolah kilang sendiri dan berapa biaya pokok produksi atas minyak yang diimpor yang tidak pernah dibuka Pemerintah.

"Saya pernah pertanyakan itu saat berbicara di MK dan meminta pemerintah membuka itu semua," ujar Ichsanuddin Noorsy di acara diskusi Mafia Migas Siapa dan Bagaimana Bekerja di Jakarta, Selasa (10/9/2014).

Dia menjelaskan, pertanyaannya tersebut sampai saat ini belum dijawab pemerintah. Dia pun heran dengan wacana penaikan harga BBM Rp 500 - Rp 3.000 per liter, tetapi biaya produksi minyak di kilang sendiri dan berapa biaya produksi atas minyak impor tidak pernah dibuka ke publik.

Lebih lanjut kata Ichsanuddin, Komisiaris Utama Pertamina Sugihato pernah menyatakan kepada dia bahwa biaya pokok produksi Premium RON 88 adalah Rp 10.500 per liter. Sementara itu ada yang menyatakan pemerintah mensubsidi Rp 5.000 per liter. Dengan harga jual Rp 6.500 per liter, maka harga jual tanpa subsidi Rp 11.500 dikurangi keuntungan Pertamina Rp 766,4 maka biaya pokok subsidi Rp 10.733,6 per liter.

Dengan hitung-hitungan itu, ditambah rencana kenaikan Rp 500 - Rp 3.000 per liter, maka harga jual RON 88 akan lebih mahal dari harga jual Pertamax sebesar Rp 11.300. Oleh karena itulah, dia sangat yakin bahwa banyak mafia migas yang bermain sehingga biaya produksi RON 88 menjadi sangat tinggi.

Dia pun meminta agar perdebatan mengenai BBM tidak hanya berbicara dampak tetapi juga akar masalahnya yaitu biaya produksi minyak saat ini.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...um.Harus.Naik.


Anggito Abimanyu Akui Selama Ini Tidak Pernah Ada Subsidi BBM
Tue, Mar 20th, 2012

Akhirnya Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM“, mengakui bahwa selama ini tidak pernah ada subsidi dalam BBM.

“Masih ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/03/2012), terkait rencana kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM.

Mungkin Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi lagi dalam acara talkshow tersebut di atas.

Pengakuan tersebut menunjukkan dengan sangat-sangat gamblang bahwa isu “subsidi” yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sebagai alasan kenaikan harga BBM adalah sebuah “pembohongan”. Sebagaimana pengakuan Anggito, tidak ada subsidi BBM, bahkan ketika saat ini harga BBM dunia mencapai $120 per-barrel.

Meski dalam blog ini pernah saya kupas secara mendetil mengenai penghitungan biaya dan penerimaan BBM oleh pemerintah, saya ingin kembali mereview-nya secara sederhana. Jika pemerintah mengambil BBM secara cuma-cuma dari dalam bumi Indonesia dan kemudian mengekplorasinya dengan biaya $20 per-barrel, sementara harga minyak dunia tidak pernah di bawah biaya produksi tersebut, darimana munculnya subsidi? Hanya orang bodoh moron idiot yang masih percaya pada bualan soal “subsidi” tersebut.

Meski terlambat dan menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat rakyat dan pengkhianat nuraninya sendiri selama menjadi pejabat negara (kini Anggito bukan lagi pejabat pengambil kebijakan ekonomi), pengakuan Anggito (mantan dosen saya waktu mahasiswa) sebenarnya menjadi koreksi “kebijakan pemerintah” dalam soal BBM. Namun alih-alih pemerintah terus saja menggunakan isu “subsidi” imaginatif untuk melegitimasi rencana kenaikan harga BBM, termasuk dalam iklan sosialisasi kenaikan harga BBM yang saat ini gencar ditayangkan di televisi.

Dalam diskusi tersebut Anggito memang tetap mendukung rencana kenaikan harga BBM, namun kini dengan alasan yang lebih rasional, tidak lagi menggunakan imajinasi “subsidi”, melainkan demi mengurangi beban APBN. Dan inilah yang mestinya menjadi dasar kebijakan pemerintah, mengurangi beban APBN tanpa harus menipu rakyat.

Baik, kalau hanya mengatasi “tekanan” APBN ada banyak cara untuk mengatasinya tanpa harus menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM. Bisa mengintensifkan penerimaan pajak yang selama ini lebih banyak “beredar” di “pasar gelap pajak” sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Gayu
s Tambunan. Bisa dengan mengintensifkan pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa diarahkan ke pos-pos yang produktif. Cara lainnya adalah meningkatkan produksi BBM sehingga penerimaan pajak BBM meningkat. Dan tentu saja adalah pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.

Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM
http://muslimdaily.net/opini/opini-u...bsidi-bbm.html


Berapa Sebenarnya Ongkos Produksi BBM?
Senin, 24-06-2013 16:15

Berapa Sebenarnya Ongkos Produksi BBM? : aktual.co
Kilang Minyak Pertamina (Foto: Aktual.co/Tino Oktaviano)
Jakarta, Aktual.co — Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mahal! Kalimat itu bukan tanpa dasar. Belum lama ini, tepatnya pada Sabtu (22/6), Bloomberg melansir harga rata-rata BBM di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Data Bloomberg menunjukkan, harga rata-rata BBM di Indonesia pada kuartal II-2013 ternyata lebih mahal dibandingkan di Amerika Serikat (AS). Dalam periode tersebut, harga rata-rata BBM di Indonesia berkisar Rp 9.853 per liter, sementara di AS hanya Rp 9.055 per liter.

Jakarta, Aktual.co — Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mahal! Kalimat itu bukan tanpa dasar. Belum lama ini, tepatnya pada Sabtu (22/6), Bloomberg melansir harga rata-rata BBM di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Data Bloomberg menunjukkan, harga rata-rata BBM di Indonesia pada kuartal II-2013 ternyata lebih mahal dibandingkan di Amerika Serikat (AS). Dalam periode tersebut, harga rata-rata BBM di Indonesia berkisar Rp 9.853 per liter, sementara di AS hanya Rp 9.055 per liter.

Dengan kisaran harga tersebut, Indonesia menduduki peringkat 49 di dunia untuk harga BBM tertinggi, terpaut sedikit dengan AS yang ada di posisi 51. Mahalnya sebuah produk, termasuk BBM, berawal dari ongkos produksi.

Semua pihak mahfum, selama ini pemerintah selaku regulator yang menetapkan harga BBM. Terutama untuk BBM bersubsidi selalu bungkam ketika ditanya berapa sebenarnya ongkos produksi biaya BBM. Begitu pula dengan PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha milik negara (BUMN) yang ditunjuk pemerintah untuk memproduksi BBM, baik yang nonsubsidi maupun bersubsidi.

Selama ini, masyarakat berpandangan BBM adalah anugerah yang berlimpah sehingga tidak ada alasan harga BBM mahal. Masyarakat pun bertanya; kenapa pemerintah bungkam soal ongkos produksi BBM?

Mantan menteri Koordinator Perekonomian era Aburrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli, pernah berkomentar, ada ‘permainan’ dalam perdagangan minyak bumi di negeri ini. Adanya ‘mafia’ itu menyebabkan ongkos produksi ataupun ongkos pengiriman lebih tinggi sekitar 20%.

Secara logika, katanya, Indonesia sebagai pemilik minyak mentah seharusnya menikmati harga yang lebih murah. Namun, kenyataannya justru membeli dengan harga lebih mahal dengan alasan ongkos produksi tinggi. “Banyak permainan dalam perdagangan minyak dan ada yang mendapatkan komisi setiap kali impor,” katanya.

Banyak kalangan memprotes kebijakan pemerintah saat harga BBM bersubsidi dinaikkan. Dan, banyak pula yang membuat teori tentang perhitungan subsidi BBM, misalnya Kwik Kian Gie, mantan menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas di era Megawati Soekarnoputri.

Untuk menyingkap tabir dari mana perhitungan produksi BBM, Aktual.co coba melakukan riset. Menurut beberapa sumber ilmiah, biaya produksi BBM dapat dibagi dua. Biaya untuk upstream (finding and lifting) dan biaya untuk downstream (refining and distributing).

Berdasarkan analisa dari Oil Industry Statistics from Gibson Consulting, biaya finding and lifting saat ini berkisar USD 13 per barel atau setara dengan Rp 817,6 per liter—dibulatkan menjadi Rp 850 per liter (asumsi USD 1 = Rp 10.000, serta 1 barel = 159 liter).

Biaya downstream cukup susah diketahui karena berfluktuasi cukup signifikan. Begitu pula di Indonesia, tidak ada referensi khusus untuk biaya downstream. Namun, dari data California Energy Commision dapat dilihat statistik perubahan komponen biaya BBM dari waktu ke waktu. Berdasarkan rata-rata, biaya refining and distribution selama 2012 sebesar USD 0,50 per gallon atau setara dengan Rp 1.321 per liter—dibulatkan menjadi Rp 1.350 per liter (asumsi USD 1 = Rp 10.000 dan 1 gallon = 3,785 liter).

Maka, total biaya produksi BBM dari masih di dalam perut bumi, diperkirakan Rp 850 ditambah Rp 1.350, menjadi Rp 2.200 per liter. Jika ditambah dengan biaya harga rata-rata minyak mentah nasional (Indonesia Crude Price/ICP) periode Januari-Mei 2013 sebesar USD 110 per barel atau Rp 6.918,2 per liter—dibulatkan menjadi Rp 6.950 per liter—yang dibeli pemerintah dari kontraktor migas, maka harga jual BBM seharusnya Rp 2.200 ditambah Rp 6.950 menjadi Rp 9.150 per liter.

Jika menilik pernyataan Bloomberg di atas yang menyebutkan bahwa harga BBM di Indonesia lebih mahal dibanding di AS mungkin ada benarnya. Ini kaitannya soal biaya produksi minyak menjadi BBM, terutama di dalam negeri. Banyak pihak mengklaim bahwa mahalnya biaya eksploitasi minyak bumi di Indonesia mahal karena tidak efisiennya. Belum lagi soal biaya pengolahan di hilir (kilang).

Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dalam sejumlah kesempatan pernah berkomentar, saat ini kilang yang dimiliki Pertamina merupakan kilang-kilang tua dengan teknologi yang rendah. Sehingga, tidak semua minyak mentah nasional terutama yang banyak mengandung sulfur dapat diolah oleh kilang milik Pertamina. Menurut Karen, kilang tersebut dibuat dalam kurun 1968-1972. Hingga kini Pertamina hanya memiliki kilang sebanyak delapan buah.

Pada 22 Mei 2013, saat rapat dengar pendapat (RDP) Pertamina dengan Komisi VII DPR, Karen mengatakan, hampir dua dekade Indonesia tidak pernah membangun kilang minyak baru, padahal kebutuhan BBM terus meningkat. Kilang terakhir yang dibangun adalah Kilang Balongan pada 1994.

Karen mengungkapkan, kilang minyak dibangun pada zaman Presiden Soeharto awalnya hanya untuk memasok BBM ke PT PLN (Persero). “Kondisi zaman Soeharto dulu, kilang hanya untuk memasok BBM ke PLN dan bukan untuk produksi premium,” ujarnya.

Saat ini, kebutuhan premium jauh lebih banyak, sementara produksi kilang Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia setiap harinya. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah adil jika karena kesalahan inefisiensi soal pengolahan lalu dibebankan kepada masyarakat? Adil jugakah jika dana subsidi BBM di APBN dipotong, sementara pemerintah masih tetap mengalokasikan dana di APBN untuk membayar bunga rekap obligasisi BLBI dan Lapindo?

Sejatinya, jika bicara soal subsidi pemerintah tidak lagi berkata soal untung rugi, terutama bagi rakyatnya. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan subsidi bagi rakyatnya. Sudah saatnya pula pemerintah berpikir ke depan untuk mencari solusi bagaimana seharusnya membuat produksi dan pengolahan BBM di dalam negeri menjadi efisien.
http://www.aktual.co/energi/161907be...s-produksi-bbm


Bagaimana Cara Pertamina Hitung Harga Jual BBM?
28 Jun 2013 16:32

Perdebatan panjang soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melahirkan sejumlah pertanyaan terutama sekitar harga pokok produksi maupun harga jual BBM oleh PT Pertamina (Persero). Pasalnya banyak kalangan yang menganggap bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak transparan dalam persoalan harga tersebut.

Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menjelaskan, pemerintah telah mematok harga penjualan BBM di tanah air berdasarkan patokan minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

"Dia menghitung kasar, minyak sebanyak 1 juta barel yang bisa diolah hanya 159 liter dan yang jadi BBM hanya 135 liter atau 85%. Dengan harga ICP US$ 100 per barel dan hasil pengolahan BBM tersebut didapatkan angka Rp 7.400 per liter sebagai biaya produksi," terang dia saat ditemui usai hadir di acara Dialog Publik Subsidi BBM dan Kejahatan Konstitusional di Jakarta, Jumat (28/6/2013).

Biaya produksi tersebut, belum termasuk biaya pengolahan yang rata-rata mencapai 15% dari harga pokok BBM. Dengan begitu, harga jual bisa dipastikan melebihi biaya produksi.

Dengan harga jual BBM bersubsidi yang berlaku saat ini sebesar Rp 6.500 per liter untuk premium dan solar Rp 5.500 per liter, artinya masih ada selisih yang ditutupi dari subsidi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ali menambahkan, dari total produksi minyak Indonesia yang ditargetkan sebanyak 830 ribu barel per hari, Indonesia ternyata hanya mendapatkan 600 ribu barel per hari. Sedangkan sisanya merupakan bagian dari kontraktor.

"Dari 600 ribu barel itu, yang bisa diolah jadi BBM hanya 85% atau sekitar 510 ribu barel per hari. Sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 1,3 juta barel per hari sehingga Pertamina harus mengimpor minyak mentah 300-350 ribu barel dan sisanya impor BBM yang sudah diolah (jadi). Kapasitas pengolahan kilang minyak kami cuma 1 juta barel," tukasnya.

Dari kondisi itu, lanjut Ali, impor BBM merupakan suatu keniscayaan yang memang harus dilakukan oleh Indonesia dengan ekonomi yang terus berkembang. Namun dia memastikan bahwa kualitas BBM Pertamina masuk dalam spesifikasi Ditjen Migas.

"Seluruh produksi BBM kami sudah masuk spesifikasi. Jadi tidak mungkin lebih jelek kualitasnya dari standar yang telah ditentukan," tegas dia
http://bisnis.liputan6.com/read/6252...harga-jual-bbm

-------------------------------

Kok bisa yak!


emoticon-Cape d... (S)
nona212
nona212 memberi reputasi
1
7K
91
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.