- Beranda
- Stories from the Heart
(Kisah Nyata) Gadis Dua Jiwa
...
TS
pijar88
(Kisah Nyata) Gadis Dua Jiwa
Quote:
Spoiler for THANKS FOR COMMENT:
Quote:
Original Posted By esbuahsegar►Agan ini teh bukannya yang bikin cerita hantu itu yah? Bener ga sih ya Lanjut gannnn
Quote:
Original Posted By liciousines►Wah ada gan pijar88 Kisah nyata lagi Lanjut kan gan
Quote:
Original Posted By bendajkt►mejeng dulu di tritnya ts legendaris ***** Komeng: wew,tema horor kaya trit terdahulu jadi ceritanya rani punya semacam khodam gtu n bisa liat yg ''begituan'' Lanjut om,ane pantengin n salam buat rani
Quote:
Original Posted By mymind222►kentang gan... nampak nya kalau di film kan lagi seperti sebelumnya okeh juga nih cerita nya...
Quote:
Original Posted By indie53►Ane yakin cerita ini bakal menyeramkan..soalnya yang nulis om pijar88. Rani....indigokah ?? Izin nenda gan...
Quote:
Original Posted By adeirawanz►Cerita horor Semoga ada roman2nya Ijin ngontrak yah gan
Quote:
Original Posted By lawprofrank►Bang pijar hadir kembali nenda dulu, pasti seru nih
=================================================== : Original Post By lawprofrank © 2011 — 2014 lawazhura All rights reserved. Mr. Old Kaskus
Quote:
Original Posted By rouser►nah gini nih cerita yg anti mainstream bagi2 tips biar gak diganggu y sist
Quote:
Original Posted By nongqman►ane baru ngeh nih, kalo bang pijar bikin cerita lagi.. Apa kabar bang? Bukmak dolo skalian nenda ahhhh
Kayaknya horor lgi yah genrenya..
Spoiler for ten.da:
Quote:
Original Posted By uzan16►wah tritnya om Legend ijin bangun tenda dulu om.. Pasti bakal seru nih.
Quote:
Original Posted By davasuv►ts favorit ane bikin cerita baru... ijin nenda di disini ya om
Quote:
Original Posted By karepmuloss►bang pijar merilis cerita baru lagi pemirsah , ijin subscribe dulu boleh lah ya
Quote:
Original Posted By 5632135►penulis horror based on true story favorit gue, agan pijar88
semoga jadi novel lagi, dan ditanda tanganin lagi
ijin gelar tiker
semoga jadi novel lagi, dan ditanda tanganin lagi
ijin gelar tiker
Quote:
Original Posted By wahjoejhaw►wah ada yang baru nih dari agan pijar. ane ninggalin jejak dulu ya gan
Quote:
Original Posted By Alvinmanz►Wah cerita agan pijar pasti seru nih,
Quote:
Original Posted By blackwo0d►izin bangun kemah di thread agan pijar88
Quote:
Original Posted By koberr13►wah om pijar bikin cerita lagi
izin baca ya om
mudah-mudahan dijadiin buku lagi ya om
biar bisa dikoleksi gitu
izin baca ya om
mudah-mudahan dijadiin buku lagi ya om
biar bisa dikoleksi gitu
Quote:
Original Posted By MarmutKILLER►wah ini si agan yang bikin trit rumah hantu dulu
awalnya kaya pernah liad id pijar88 stelah liad yg komen br sadar ini agan yg itu
itu yg dispoiler anjirrrrr ngagetin sumpah
ijin nenda dl deh bacanya lanjut siang2 aja dah dari pada tar mlm lg kencing ada suara "sreeeeekkkk"...hiiiiii
awalnya kaya pernah liad id pijar88 stelah liad yg komen br sadar ini agan yg itu
itu yg dispoiler anjirrrrr ngagetin sumpah
ijin nenda dl deh bacanya lanjut siang2 aja dah dari pada tar mlm lg kencing ada suara "sreeeeekkkk"...hiiiiii
Quote:
Original Posted By sabna.tamara►Ngak nyangka agan pijar bikin thread di SFTH tercinta ini...
ane beli bukunya waktu itu, tp ane kasih aja, serem kalau nyimpen buku gituan...
takut baca terus, ketakutan terus...
ane beli bukunya waktu itu, tp ane kasih aja, serem kalau nyimpen buku gituan...
takut baca terus, ketakutan terus...
Quote:
Bagian 1
Rani namaku. Sebuah nama yang indah pemberian orang tuaku. Tapi orang-orang sekitar lebih mengenalku sebagai Rano. Nama laki-laki yang kadang membuatku jengkel. Tapi apa mau dikata, nama itu kini melekat padaku seolah Rano adalah namaku yang sebenarnya. Aku tak bisa berbuat banyak untuk mencegah orang-orang memanggilku demikian.
Mungkin karena tingkah dan tindak-tandukku yang tomboy, membuat nama itu semakin dilekatkan orang kepadaku. Siapa yang belum mengenalku pasti akan menyangka kalau aku ini seorang laki-laki.
Kata orang, wajahku ganteng. Tapi sebutan ganteng itu lebih cocok bila aku sedang tak sadarkan diri. Dengan kegantenganku, aku serasa bukan lagi perempuan meskipun sejujurnya aku adalah perempuan normal. Masalah uang, dengan mudah dapat kuperoleh. Banyak orang yang dengan sukarela memberikan berlembar-lembar uang merah kepadaku. Kenapa bisa begitu? Mereka berterimakasih karena merasa tertolong olehku meskipun pada awalnya aku tak tahu yang sebenarnya terjadi.
Seperti yang kuterima sore tadi, uang dalam jumlah yang cukup besar pemberian Pak Markus.
Stop! Jangan kau menuduhku seorang perayu. Tidak. Jangan salah sangka. Uang itu diberikan Pak Markus karena beliau merasa terbantu olehku. Aku sendiri tak tahu apa yang telah kukerjakan kepadanya. Hanya sebentar saja kami berbicara, kemudian aku merasa melayang dan tertidur lalu terbangun di belantara kelam yang sepi dan susah dijangkau oleh manusia.
"Ini dik, sekedar tanda terimakasih saya," ucap pak Markus ketika menyodorkan lembar-lembar uang itu tadi pagi.
Seperti biasa, aku tak kuasa menolak pemberian laki-laki setengah baya itu. Mungkin memang benar seperti ucapannya, bahwa dia merasa terbantu oleh keanehanku.
Keanehan?
Iya. Setidaknya itulah yang kurasakan. Keanehan yang kini semakin bertubi-tubi dan membuatku jadi bahan pembicaraan sebagian orang.
Dengan kondisiku sebagai pendatang di kota ini, memiliki orang yang begitu menyayangi adalah anugrah terindah bagiku. Termasuk mbak Andri yang dulu menyayangiku. Mbak Andrilah orang yang pertama kali kukenal sebelum langkahku sampai di kota ini. Tapi semenjak orang-orang menganggapku penting, sikap mbak Andri malah berubah. Ada saja yang membuatnya marah dan memancing keributan denganku. Puncaknya, kami berpisah setelah sekian lama tinggal serumah. Tiga tahun sudah kami tinggal bersama di kota Bogor. Dan kini, telah hampir sebulan aku mengontrak rumah bersama Mbak Wati.
Sore merangkak senja. Kulangkahkan kakiku keluar dari minimarket. Lega sudah, susu formula khusus untuk keponakanku sudah kubeli. Susu untuk bayi mbak Wati memang tak bisa dipilih sembarangan karena salah-salah dengan susu merk lain, keponakanku enggan meminumnya. Wati adalah teman baik yang kuanggap sebagai kakakku sendiri, dan kami memang telah sepakat untuk saling mengangkat saudara. Wati hadir pada saat yang tepat. Sosoknya seolah menggantikan Mbak Andri yang kini telah nyata-nyata memusuhiku.
Langkah kakiku terasa ringan menyusuri jalanan kota yang sepi. Wajah mbak Andri tiba-tiba melintas dalam benakku. Wajah yang minggu-minggu terakhir kemarin tampak begitu nyinyir dan tidak senang padaku.
"Kamu orang aneh, aku sudah tak nyaman lagi tinggal serumah denganmu."
Kata-kata itu terdengar sangat menyakitkan bagiku. Mbak Andri yang membawaku ke sini, mbak andri pulalah yang kini memusuhiku. Mbak Andri yang sekarang jauh berbeda dari mbak Andri yang kukenal beberapa tahun lalu;
Ketika itu aku baru saja istirahat setelah seharian ngamen bersama temanku, di sebuah kota kecil di Bandung. Aku sengaja berteduh di emperan toko. Temanku ada urusan lain hingga ditinggalkannya aku sendiri di depan toko yang sedang sepi pengunjung itu. Tak jauh dariku, beberapa orang pejalan kaki tampak sedang berteduh juga.
"Suaramu bagus dik," kata seseorang di belakangku. Perempuan dengan mantel hujan. Aku tak begitu memperhatikannya, kulempar senyum sekilas kepadanya. Memang sering, orang mengatakan kalau suaraku bagus hingga aku tak begitu peduli akan pujian yang seperti itu.
Orang itu mendekatkan dirinya kepadaku. Dia lalu membuka kerudung mantel hujannya. Tampaklah rambutnya yang hitam dengan potongan pendek. Wajahnya tampak putih. Bibirnya menyunggingkan senyum manis. Kukira usianya jauh di atasku.
"Hujan tak henti-henti," gumamku.
Perempuan itu menatapku seperti menyelidik, kemudian berkata, "Wajahmu cantik dan kulitmu bersih. Kenapa kamu ngamen dik?"
Aku menjawab sekenanya.
Seperti ada kecocokan diantara kami hingga tak terasa kamipun terlibat obrolan yang cukup panjang.
Perempuan itu mengenalkan dirinya, dia baru saja melakukan Wawancara untuk pekerjaan baru. Pembicaraan kami selesai ketika hujan berhenti mengguyur kota CIrebon.
Langit kembali cerah dan kamipun berpisah.
Dua hari setelah pertemuan itu, kami kembali bertemu. Mbak Andri mengajakku makan di sebuah warung padang. Aku bisa merasakan baiknya sifat mbak Andri dari cara bicaranya yang lembut tetapi tegas.
Hari-hari selanjutnya kami jadi sering bertemu, hingga aku merasa dekat dengannya. Banyak yang kami obrolkan dalam setiap pertemuan.
"Kalau mau, ikut saja denganku ke kota Bogor. Nanti kamu bisa cari kerja di sana," kata mbak Andri menawariku, saat itu kami sedang makan bersama.
"Aku hanya lulusan SMA mbak, lagi pula aku tak punya keahlian lain."
"Tak mengapa. Kemampuan orang tak harus diukur dari sekolahnya,"
Entah mengapa aku tak ragu menyambut niat baik mbak Andri. Apalagi dia berjanji mencarikanku pekerjaan yang lebih cocok untukku asal mau tinggal bersamanya di daerah Bogor.
Aku senang sekali, bersyukur telah dipertemukan dengan orang baik seperti mbak Andri. Hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Dua bulan sudah kami tinggal serumah di Kota hujan.
Mbak Andri seorang penyiar radio. Aku begitu kagum padanya. Seringkali aku diajak ke tempat siarannya. Aku jadi suka mengamati dia kalau lagi siaran, kemudian saat di rumah aku iseng menirukan cara dia membawakan acara.
Aku pun mulai tertarik dengan dunia kepenyiaran, apalagi kemudian mbak Andri mendukungku. hingga suatu hari aku diterima kerja di perusahaan tempat mbak Andri bekerja, sebagai penyiar seperti dia. Kulihat mbak Andri begitu senang dengan kemajuanku. Akupun merasa sangat beruntung, menjadi penyiar radio yang bebas mengembara dengan suaraku meskipun gaji pertamaku tak seberapa.
Suaraku yang khas dan kata orang terdengar empuk dan merdu, membuat aku cepat dikenal dan memiliki orang-orang yang setia mengagumiku. Banyak yang fanatik dan menungguiku ketika sedang siaran.
Dari sinilah benih perselisihan itu. Aku mulai dihujani dengan beban pekerjaan rumah tangga yang seolah tak ada hentinya, seperti memasak dan mencuci. Jika biasanya kami bahu-membahu melakukan perkerjaan rumah, praktis kini semua perkerjaan rumah itu menjadi tugasku saja. Tapi aku tetap mensyukurinya, sudah lebih baik aku tinggal bersama mbak Andri meskipun semakin lama kurasakan sikap mbak Andri semakin tak bersahabat.
Enam bulan sudah aku bekerja sebagai seorang penyiar radio. Suatu hari Sebuah peristiwa aneh membawaku jadi orang yang sering dicari. Kini bukan sekedar karena suara merduku, tapi oleh sebab lain yang aku sendiri tak tahu sebelumnya. Hal itu berawal saat aku selesai siaran sore, dan giliran mbak Andri yang siaran malam. Mas Irfan, salah satu karyawan di perusahaan tempat kami bekerja mengajakku pergi untuk menengok keponakannya yang sedang sakit tifus.
"Panasnya tinggi, sudah hampir seminggu kondisinya tidak stabil." Kata mas Irfan ketika kutanya tentang sakit keponakannya.
Tak sampai satu jam kami sampai di sebuah rumah sakit yang cukup besar. Kedatangan kami disambut oleh keluarga Mas Irfan yang tampak cemas di ruangan bercat putih.
"Syukurlah kamu segera datang dik, keponakanmu sering mengigau, hampir seminggu panasnya tidak stabil." Ucap laki-laki yang hampir sebaya dengan mas Irfan. Dari pembicaraan mereka kuketahui laki-laki itu bernama Bayu, kakak kandung mas Irfan.
Mas Irfan mendengarkan kata-kata kakaknya. Wajahnya juga terlihat cemas.
"Setengah jam lalu dokter telah memberinya injeksi, tapi sekarang panas anakku tinggi lagi. Aku takut Raya Step."
"Tenang mas, berdoa saja mudah-mudahan obat dari dokter dapat membantu Raya." sahut mas Irfan.
Kami duduk di dekat pembaringan Raya, sementara istri mas Bayu sibuk mengompres kepala Raya yang seolah membara.
Entah mengapa udara dingin di ruangan itu begitu melenakan diriku hingga aku terkantuk-kantuk di tempat dudukku. Aku merasakan tubuhku begitu segar ketika seseorang berdiri di depanku dengan segelas air putih di tangannya. Perempuan itu istri mas Bayu.
"Ini airnya dik," kata-katanya meluncur begitu saja seraya menatapku.
Aku memperhatikan mimik mukanya, tak mengerti. Perempuan itu tampak panik. Aku mengira dia memberikan segelas air itu untukku.
Aku tak tahu maksud kata-kata istri mas Bayu, tapi seperti terdorong oleh gerakan refleks, kuterima saja gelas itu dan kemudian seolah ada yang menuntunku untuk menghampiri si sakit.
Sekejap aku merasa begitu dekat dengan si sakit. Gelas di tanganku tampak bergolak hingga tanganku gemetar memegangnya. Kembali aku diserang rasa kantuk yang tiba-tiba. Seperti mimpi, kupercikkan sebagian air putih itu ke kapala Raya yang terbaring lemah. beberapa saat pandangan mataku mengabur, Sekejap kemudian aku kembali tersadar.
Kudapati diriku terduduk di kursi panjang, sementara kulihat Mas Irfan dan kedua saudaranya tampak mengangguk-anggukan kepala. Mereka sedang ngobrol dengan Raya. Gadis kecil yang tadi seolah membara sekujur tubuhnya itu kini duduk di tempat tidurnya.
"Terimakasih dik Rani, aku tak menyangka kamu bisa mengobati anakku..."
Kata-kata itu meluncur dari mulut mas Bayu, sementara mas Irfan menatapku dengan terkesima. Lagi-lagi aku tak mengerti akan apa yang sesungguhnya terjadi.
Di sepanjang perjalanan pulang, mas Irfan tak henti-hentinya memujiku, sedangkan aku hanya mengangguk saja. Mengangguk yang sesungguhnya hanya keterpaksaan, bukan kemauanku. Seolah ada sesuatu dari dalam tubuhku yang membuatku mengikuti gerakan tangan dan seluruh persendian tubuhku.
Akhirnya kuiyakan saja persangkaan mereka bahwa akulah yang mengobati keponakan mas Irfan. Tapi sejujurnya, aku tak tahu apa-apa. Aku tak tahu apa yang telah terjadi denganku. Peristiwa itu terjadi begitu saja. Terlebih ketika esok paginya Raya berkeras melepas infus dan meminta pulang.
Dokter yang kemudian memeriksa Rayapun mengijinkan Raya pulang pada sore harinya, karena berdasarkan pemeriksaan terbaru, Raya dinyatakan sembuh. Hemoglobinnya sudah normal dan suhu tubuhnya juga sudah stabil. Raya sama sekali tak menampakan tanda-tanda orang yang habis sakit.
Semenjak itulah cerita tentangku mulai menyebar dari mulut ke mulut, dan sedikit demi sedikit aku belajar memahami apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Dan semenjak itu pulalah sikap mbak Andri semakin berbeda, semakin menampakkan rasa tak senangnya kepadaku.
Hari sudah senja ketika langkah kakiku terasa berat melewati kelokan jalan yang selalu membuat perutku mual. Mual karena bau anyir yang selalu membayang dalam hidungku. Anyir seperti bau mayat.
Kelokan itu memang bercabang, salah satunya mengarah ke pemakaman besar di kota ini. Tapi entah kenapa bau-bauan aneh itu selalu saja menyerangku beberapa hari ini, membuatku merasa dibuntuti oleh sesuatu. Sepanjang yang kutahu, di mana-mana komplek pemakaman memang terasa seram, tapi tak seperti ini seharusnya. Memang, ada orang yang meninggal dan belum 40 hari, bahkan belum seminggu. Tepatnya baru lima hari lalu. Tapi apakah jenasahnya dikuburkan tak terlalu dalam hingga bau mayat tercium sampai sejauh ini?
Aku menahan nafas agar bau-bauan itu tak lagi mengganggu.
Suara azan magrib terdengar meliuk-liuk dari masjid besar, kupercepat langkah kakiku agar segera sampai ke rumah kontrakan baruku. Sebuah rumah petak sederhana yang kutempati bersama mbak Wati kakak angkatku.
Rintik gerimis meninggalkan hawa dingin yang basah di jalanan. Aku harus buru-buru untuk segera ketemu dengan Wati, kakak angkatku. Aku ingin segera memberikan sekotak susu formula untuk bayinya. Kasihan, susunya tinggal tiga kali minum saja saat pagi tadi aku berangkat kerja.
Langkah kakiku telah sampai di jalanan ujung areal pemakaman. Beberapa saat kemudian tampak bangunan-bangunan kecil rumah petak, bangunan berderet-deret yang sengaja dikontrakkan oleh yang empunya rumah. Kulihat salah satu rumah petak itu tampak mengerikan dengan sebuah garis kuning polisi yang melilitnya di sekelilingnya. Rumah itu seolah melambaikan tangan dan menyeringai kepadaku.
Kembali kupercepat langkahku. Aku menarik nafas lega. Setidaknya telah kulewati satu tempat yang membuatku selalu menggidikkan bulu tengkuk.
"Ranii...," "Rani..." Suara laki-laki terdengar serak dan berat.
Aku menoleh ke belakang, tak ada siapa-siapa. Tapi di kejauhan tampak tiga orang yang berjalan menuju ke sebuah gang. Sementara beberapa mobil menderum di jalanan besar. Suara itu... Suara itu begitu jelas memanggil namaku. Mustahil jika itu suara orang yang berada jauh di belakangku sedangkan desisnya menghantam telinga seolah beberapa meter saja dari langkah kakiku.
Tak kupedulikan suara itu, toh begitu aku menoleh suara itu tak lagi terdengar. Aku berhenti sejenak karena sebuah mobil lewat menyalip langkahku.
Gerimis berhenti tapi di langit tampak awan yang bergumpal-gumpal. Bau tanah basah menyergap hidungku berbaur dengan bau kamboja yang terbawa angin.
Kulanjutkan kembali langkah kakiku. Tak sabar rasanya ingin secepatnya sampai ke kontrakan tapi langkah kakiku terasa berat.
"Ranniii..."
Kembali suara itu menggema di telingaku. Kutinggalkan saja sambil kubaca doa-doa pendek untuk mengusir rasa takutku. Aku harus segera sampai ke rumah, sholat dan mendoakan seseorang. Selain itu, kakak angkatku pasti sedang cemas menunggu.
***
Spoiler for Tks untuk yg sdh kontribusi pada thread horor pertama ane hingga jadi #4TTDRH:
itkgid dan qisatria memberi reputasi
3
101.2K
Kutip
307
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.2KThread•46.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya