Setelah sebelumnya dibahas mengenai siapa yang bertanggungjawab atas keruntuhan kekaisaran Roma, maka sekarang mari kita bahas siapa yang bertanggungjawab atas keruntuhan kesultanan Ottoman.

Bagaimana mungkin kesultanan Ottoman yang mampu meruntuhkan kekaisaran Roma bisa mengalami kemunduran parah? Jawabannya adalah satu nama: Ibrahim Muteferrika.

Siapa dia?

Kalo di Jerman ada yang namanya Gutenberg, maka di Turki ada yang namanya Muteferrika. Muteferrika adalah orang pertama yang berhasil mendatangkan mesin cetak ke Turki pada tahun 1729, atau hampir tiga abad setelah mesin cetak diperkenalkan oleh Gutenberg di Eropa. Sebelum itu bahkan semua usaha mengimpor mesin cetak ke Turki dilarang, misalnya oleh sultan Bayezid II dan Selim I.

Tetapi dasar sial, nasib Muteferrika terbalik jika dibanding Gutenberg. Jika Gutenberg dipuja sebagai pahlawan di Jerman (dan Eropa pada umumnya), maka Muteferrika selalu dibayangi tekanan dan ketakutan.

Apa salah Muteferrika?

Bukan salah Muteferrika, tetapi mesin cetaknya.

Sultan-sultan Ottoman takut dan curiga bahwa mesin cetak Muteferrika bisa digunakan untuk mengobarkan revolusi, seperti yang (memang) terjadi di Eropa dengan munculnya gerakan Reformasi. Karena itu, para sultan Ottoman menerapkan berbagai sensor terhadap kegiatan Muteferrika, sehingga sepanjang hidupnya Muteferrika hanya mampu mencetak 17 judul buku saja. Anaknya yang mencoba meneruskan cita-cita bapaknya, hanya mampu mencetak 7 judul buku.

Akibatnya?

Pada awal abad ke-19, ketika tingkat melek huruf di negara-negara Eropa umumnya di atas 50 persen, di Turki cuma 2 persen dari populasinya yang bisa membaca.

Dan kalau kemunduran peradaban Kristen butuh waktu ratusan tahun sejak Roma Barat runtuh untuk memulihkan diri, maka kemunduran peradaban Islam juga masih belum pulih setelah hampir seratus tahun kesultanan Ottoman runtuh.