Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rotarixAvatar border
TS
rotarix
PRABOWO : Pemimpin Partai Yang Labil, Bodoh, Ambisius, Emosi dan Tidak Setia
Kecerobohan Prabowo, Bukan
Sekedar Labil
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto
adalah seorang yang petarung yang pilih tanding.
Prabowo terkenal memiliki sisi misterius dalam
kehidupan pribadinya yang terkadang membuat orang
jadi kurang percaya padanya. Tetapi seorang Prabowo
lebih mudah dikenali dari pemberitaan opini umum
tentang ketegasannya. Ketegasan yang menurut sebagian
orang dibutuhkan oleh seorang pemimpin.
Sebenarnya ada juga yang menyebut Prabowo sebagai
orang labil, ambisius , panasan, dan tidak setia.
Beberapa pandangan yang merujuk pada rekam jejaknya
di masa lalu ketika dia masih menjadi petinggi militer
yang cemerlang dari segi karir. Maklum saja, Prabowo
adalah menantu presiden paling berkuasa di Asia ketika
itu, Soeharto. Suka atau tidak, nama Soeharto adalah
jaminan kesuksesan bagi keluarga dan kroni penguasa
tiga dekade yang serasa tiga abad itu. Dan sulit bagi
siapapun untuk membantah bahwa Prabowo ada diantara
mereka.
Diantara pandangan pandangan miring tentang sosok
Prabowo, secara pribadi, penulis kurang setuju dengan
anggapan kalau Prabowo itu “labil”. Bahwa Prabowo
Subianto seorang yang “panasan”, “ambisius”
mungkin lebih masuk akal. Atau lebih tepatnya boleh
dikategorikan bahwa Prabowo seorang yang
“ceroboh”.
Langkah langkah Prabowo ketika menjadi Komandan
Kopassus seperti meminta kepada presiden agar pasukan
baret merah memiliki helikopter serbu sendiri bukanlah
sebagai kelabilan. Begitupun ketika - menurut kesaksian
Presiden Habibie dan purnawirawan Sintong Panjaitan
abowo melakukan insubordinasi dan berupaya
menggerakkan tentara ke Jakarta dan sekitar kediaman
Habibie untuk kudeta atau untuk menjaga istana dikala
pergolakan menuntut reformasi sedang terjadi, bukan
pula sebagai bentuk kelabilan. Itu semua hanyalah
bentuk kecerobohan.
Seperti kita tahu, ketika seseorang memiliki ambisi yang
tinggi, memiliki kepentingan pribadi dan cita cita yang
tidak disertai kesabaran, apalagi ditambah asal usul dari
keluarga “TOP”, biasanya cenderung “panasan”. Orang
panasan yang tersandera ambisi ya… jadilah perbawa
“ceroboh”.
Kecerobohan Prabowo sebenarnya dapat dimaklumi, jika
kita kembali ke awal, bahwa dia seorang yang di didik
dalam kerasnya olah keprajuritan, apalagi Kopassus yang
mengutamakan efektifitas dan hasil. Didikan pada tentara
elit seperti Kopassus adalah mengutamakan hasil dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Proses adalah urutan
nomor kesekian…
Tradisi yang tertanam dalam jiwa prajurit ini ternyata
terbawa bawa dalam keseharian seorang Prabowo,
termasuk ke dunia politiknya.
Gagal Berkuasa
Gagal bersaing dengan Wiranto dalam konvensi capres
Golkar 2004, Prabowo kemudian mendekati Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia ( HKTI ) dan membidani
lahirnya Partai Gerindra yang menjadi “kuda pacunya”
untuk bersaing di pemilu 2009. Prabowo yang
terbelenggu ambisi sebagai orang nomor satu di negeri
ini, tidak mampu menekan ketidaksabarannya sehingga
tidak sanggup bernegoisasi dengan para politisi kawakan
PDIP yang terikat amanat kongres. Amanat yang
mewajibkan Megawati maju sebagai Capres 2009 tidak
bisa dilanggar, sehingga Prabowo harus menerima
sebagai peran sebagai Cawapres jika ingin tetap mau
bersaing.
Ketidaksabaran Prabowo untuk setia pada Golkar dan
berkarir dari sana dinilai sebagai bukti sahih bahwa dia
seorang yang tidak setia dan ambisius. Apalagi partai
Gerindra sejak awal berdiri langsung mengajukannya
sebagai capres ketika itu. Gerindra memang berhasil
masuk Senayan, untuk sebuah partai baru, hal ini patut
diacungi jempol. Tetapi, tetap saja keluarnya Prabowo
dari Golkar sudah terlanjur sebagai sebuah kecerobohan.
Peran Prabowo sendiri di Gerindra tidak begitu signifikan
dari segi manajerial. Semua hal dirumuskan oleh DPP
partai berlambang kepala Garuda emas itu. Kalaupun
Gerindra mendapat perhatian di masyarakat ( dilihat dari
hasil jajak pendapat ), diragukanbahwa hasil hasil itu
karena modernitasnya manajemen partai, melainkan
karena peralihan atau limpahan dari kekecewaan
masyarakat pada partai partai berkuasa yang terjerat
korupsi.
Kecerobohan Prabowo yang paling mudah diingat adalah
ketika iklan iklan yang hampir menggagalkan peluang
pasangan Jokowi - Ahok dalam pilgub DKI lalu.
Penayangan iklan yang bermotif kampanye dan diluar
jadwal itu sempat menjadi polemik dan mengkhawatirkan
karena menjadi bahasan di KPUD, panwanslu dan
Bawaslu Jakarta.
Belum lagi seputar pertemuannya yang kedua kalinya
dengan Presiden di Merdeka Utara beberapa waktu lalu.
Pertemuan yang bergaya militer itu seolah menegaskan
ketidakpekaan Prabowo bahwa rakyat butuh segera keluar
dari bayang bayang kekuasaan militer, meskipun
seseorang yang nantinya jadi presiden berasal dari
kalangan TNI. Dari segi politik, pertemuan Prabowo - SBY
di istana itu dianggap sebagai manuver politik
kekuasaan. Sebuah simbol keinginan berkuasa dari
seorang yang konon partainya mengaku opposisi atau
setidaknya diluar pemerintahan.
Manuver Tingkat Tinggi
Pergerakan Prabowo yang seolah ingin menggandeng
tokoh tokoh diluar partai yang sudah memiliki Capres
sendiri, terutama partai Demokrat yang sedang limbung
bisa jadi terlalu beresiko. Prabowo terkesan memaksakan
diri dalam memanfaatkan situasi di partai yang
sepertinya akan mendapat hukuman dari rakyat itu.
Demokrat yang sedang tidak populer tentu saja tetap
harus dihargai sebagai perkumpulan anak anak bangsa,
namun usaha Prabowo mendekati mereka yang limbung
karena kasus korupsi justru berlawanan dengan logika
publik. Apalagi jika niatnya untuk berkuasa sangat
menggebu gebu.
Kecerobohan Prabowo bermanuver membuatnya seperti
kecolongan oleh “lawan” politik yang lebih mumpuni
dengan segudang pengalaman. Sowan ke SBY mendapat
liputan luas oleh media, tetapi politisi mapan sekaliber
Megawati menenggelamkan pemberitaan pertemuan di
istana dengan menyambangi kediaman Ahok. Kedatangan
Mega dengan beberapa tokoh seperti , Jokowi termasuk
wartawan senior Kompas, Budiarto Sambazi dalam satu
mobil Alphard untuk sekedar makan malam itu dianggap
sebagai respon atas manuver Prabowo.
Prabowo seolah diajari dan diingatkan ulang agar tidak
hanya fokus mencari dukungan politik elitis dan
melupakan teman lama. Bukannya memperkuat partai
dan kader kadernya, Prabowo malah sibuk melakukan
pendekatan pendekatan tingkat elit.
Rakyat dan kader hanya disapa melalui iklan…Bah???
Silaturahmi tahun baru Mega -Ahok merespon pertemuan
istana Prabowo-SBY adalah manuver tingkat tinggi. Rasa
penasaran yang timbul dari kedua bentuk pertemuan itu
menunjukkan siapa politisi paling berpengaruh. Liputan
dan analis politik yang dihadirkan media media
membuktikan keriuhannya.
Jika Prabowo bukan orang ceroboh, dia pasti akan
“mengamankan” kader potensialnya seperti Ahok
sekaligus mengayomi Jokowi, meskipun bukan kadernya.
Jika Megawati melihat Ahok adalah salah seorang yang
pantas disebut aset kepemimpinan nasional masa depan
dan layak “dilindungi” walaupun bukan kader partainya.
Ambisi Prabowo seolah membuatnya lupa pada
kaderisasi.
Apa yang dilakukan Prabowo terkesan hanya untuk karir
politiknya sendiri. Dia memang tidak terbiasa menjadi
nomor dua, karena dia maunya selalu jadi decision
maker, komandan!!!. Tapi jika kecerobohannya selalu
fatal, maka dia juga sebaiknya bukan nomor satu.
Resiko terlalu besar jika penceroboh jadi raja, karena ia
bukan sekedar labil.
=Sachs™=
LINK : sosok.kompasiana.com/2014/01/12/kecerobohan-prabowo-bukan-sekedar-labil-627417.html
Comment : Jangan Salah Pilih Pemimpin
0
8.1K
86
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.