Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

arkikuntoroAvatar border
TS
arkikuntoro
Setelah MK Menolak Uji Materi MD3 dari PDIP
Sumber : http://fokus.news.viva.co.id/news/re...-md3-dari-pdip

Setelah MK Menolak Uji Materi MD3 dari PDIP
Ada dua koalisi yang akan bertarung dalam perebutan kursi pimpinan.


VIVAnews – Pertarungan penguasaan parlemen memasuki babak baru, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Konsekuensinya, pengisian kursi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat harus dilakukan dengan pemilihan paket pimpinan secara terbuka.

Pada tahun ini, memang ada perubahan ihwal mekanisme pengisian kursi pimpinan DPR. Bila pada 2009, pemenang pemilu otomatis mendapatkan hak untuk mengirimkan anggotanya di kursi ketua, didampingi empat partai urutan berikutnya di posisi wakil ketua. Namun, berdasarkan UU yang baru disahkan pada 8 Juli 2014 itu mengubah mekanisme tersebut.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang keluar sebagai pemenang Pemilu 2014 tak terima. Mereka kemudian mengajukan uji materi ke MK. Setelah beberapa kali bersidang, MK memutus perkara itu pada Senin sore, 29 September 2014.

“Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan tersebut.

Putusan yang dihasilkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Muhammad Alim, Aswanto, Patrialis Akbar, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, dan Wahiduddin Adams, itu tidak bulat. Ada dua hakim konstitusi yang berpendapat beda, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida.

Di antara pertimbangan Mahkamah mengenai alasan konfigurasi pimpinan DPR, haruslah mencerminkan konfigurasi pemenang pemilihan umum dengan alasan menghormati kedaulatan rakyat yang memilih.

Menurut Mahkamah, alasan demikian tidak berdasar karena pemilihan umum adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD, bukan untuk memilih pimpinan DPR.

Pendapat Mahkamah didasarkan pada Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan anggota DPR terpilih untuk memilih pimpinannya yang akan memimpin lembaga DPR.

Menurut Mahkamah, dalam praktik politik di Indonesia yang menganut sistem presidensial dengan sistem multi partai, kesepakatan dan kompromi politik di DPR sangat menentukan ketua dan pimpinan DPR. Sebab, tidak ada partai politik yang benar-benar memperoleh mayoritas mutlak kursi di DPR.

“Sehingga, kompromi dan kesepakatan berdasarkan kepentingan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari,” kata Hamdan.

Tambahnya, berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan DPR adalah kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari pembentuk undang-undang yang tidak bertentangan dengan UUD 1945.



Sudah diprediksi

Politisi Partai Demokrat yang pernah menjabat sebagai ketua panitia khusus tata tertib DPR, Benny K. Harman, mengaku sudah memprediksi MK akan menolak gugatan itu. Sebab, tidak ada aturan yang dilanggar dengan perubahan sistem pemilihan ketua DPR itu.

"Ya pasti menolak. MK nggak mungkin mengabulkan, karena tidak ada konstisusi yang dilanggar," ujar Benny di Gedung DPR, Jakarta.

Dengan putusan MK itu, kata dia, satu paket calon pimpinan DPR terdiri atas satu orang calon ketua, dan empat orang calon wakil ketua yang diajukan dari fraksi yang berbeda.

Benny membantah anggapan bahwa aturan ini mengubah tradisi yang selama ini sudah ada.

"Mahkamah Konstitusi bukan mengubah ritme. Tetapi, melihat dari pasal-pasal bahwa tidak ada yang dilanggar. Jadi, itu bukan amanat konstitusi (pemenang pemilu otomatis jadi ketua DPR)," jelas dia.

Terkait isu Partai Demokrat akan mendapatkan kursi Ketua MPR, Benny mengaku tidak mengetahuinya.



Koalisi

Politisi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menyatakan dengan adanya keputusan MK itu, maka posisi DPR akan semakin kuat.

"Orang jangan terlalu takut, ini biasa saja, justru menguatkan agar dewan jadi lebih baik," ujar dia.

Anggota Komisi III DPR itu memprediksi, akan ada dua koalisi yang akan bertarung dalam perebutan kursi pimpinan DPR, yakni paket pimpinan yang diajukan Koalisi Merah Putih dan paket pimpinan yang diajukan partai pengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Effendi Simbolon mengaku masih optimistis partainya berpeluang mendapat kursi pimpinan DPR. Dia meyakini akan ada partai lain yang bergabung dengan koalisi mereka.

"Kita tinggal bertarung di sini di parlemen, karena putusan MK sifatnya inkrakh dan mengikat. Dari enam koalisi, mereka bisa saja keluar satu. Saya kira PPP dan Partai Demokrat berpeluang mengamankan posisi pimpinan DPR, MPR, sampai dengan komisi dan alat kelengkapan dewan," ujar dia.

Effendi mengatakan partainya masih membuka diri untuk menerima mitra koalisi baru hingga 1 Oktober mendatang. Di PDIP, kata dia, nominasi terkuat masih dipegang Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani.

"Kalau memang mereka dapat bagian di parlemen, silahkan ambil parlemen. Kita di pemerintahan. Ayo kuat-kuatan. Mungkin, memang harus begini negeri ini," kata dia.



Titiek Soeharto

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lalu Mara Satriawangsa, mengatakan partainya telah menyiapkan beberapa kader untuk maju dalam pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.

"Ade Komaruddin, Erlangga Hartarto, Fadel Muhammad, dan Setya Novanto untuk Pimpinan DPR. Sementara itu, untuk MPR ada Azis Syamsuddin, Agun Gunandjar Sudarsa, Rambe Kamarul Zaman, dan Titiek Soeharto," ujar Lalu Mara dalam pesan tertulis, Senin 29 September 2014.

Dia menjelaskan, nama-nama yang muncul di internal partai, harus disetujui dalam rapat pleno Partai Golkar yang keputusannya diambil melalui musyawarah mufakat.

"Setiap peserta rapat dapat menyampaikan aspirasi dan masukannya, termasuk menyebut nama," jelas dia.

Jika musyawarah mufakat tidak tercapat, menurut Lalu Mara, keputusan siapa kandidat yang akan maju sebagai Ketua DPR dan Ketua MPR akan diserahkan kepada Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.

"Dan, dia akan salat Istikarah untuk menentukan nama tersebut. Jadi, siapa pun yang nanti diusung Partai Golkar adalah seseorang yang datang, atau direstui oleh Allah SWT," ungkap dia.

Dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD disebutkan bahwa satu paket pimpinan DPR dan MPR terdiri dari satu orang calon ketua dan empat orang calon wakil ketua yang diajukan dari fraksi yang berbeda.

PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu keberatan dengan aturan ini. Mereka masih menunggu hasil putusan dari Mahkamah Konstitusi terkait judicial review Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ini. (asp)


© VIVA.co.id Setelah MK Menolak Uji Materi MD3 dari PDIP
0
1.2K
15
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
KASKUS Official
676.5KThread46.1KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.