Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

gege3092Avatar border
TS
gege3092
Pasien Misterius
Oke Gan. Ini gue tulis cuman buat latian posting doang.

Gue suka bikin cerpen yang terjadi dari kisah nyata gue sendiri atau orang lain..

Langsung aja deh ya..



Bau klomoform dan obat-obatan khas Rumah Sakit, meruak di sepanjang koridor. Aroma yang mulai kuakrabi. Setelah beberapa minggu ini menjadi pengunjung bangsal pesakitan. Kekasihku.



Rumah sakit tua yang sebagian dinding-dindingnya telah kusam, dan sore ini semakin terasa lengang. Aku melangkah cepat, sehingga hanya suara langkah kakiku yang terdengar cukup nyaring di koridor itu.



Kamar No28. Ah, itu dia kamar Della, seorang dokter dan dua orang perawat baru saja keluar dari sana. Kemudian, aku masuk ruang bersekat gorden putih memanjang. Gorden yang menutupi kaca jendela sekaligus tirai di pinggiran ranjang pasien.



Ruangan tempat Della dirawat. Ia kekasihku, seorang wanita manis yang sedikit tomboy. Tapi kini, tubuhnya terlihat semakin kurus. Selang infus panjang menjuntai dan berpangkal pada jarum yang menusuk kulit lengannya. Kepedihan kerap merobek hatiku saat melihatnya. Bahkan rambutnya yang hitam dan lebat, kini harus dipotong karena penyakit komplikasi itu, bukan saja hanya menggerogoti paru-parunya, namun kini sudah menjalar ke bagian tubuh lain.



Sekalipun kekasihku dalam kondisi seperti ini, tapi aku tetap mencintainya, karena aku bukan seorang pria penjilat yang hanya melihat fisik seorang wanita. Wanita itu butuh perhatian, kasih sayang, dan tentu saja CINTA.



Della melirik kedatanganku lewat sudut matanya yang sembab. Kelopaknya terlihat gelap, mengingatkanku pada film-film horror yang sering diproduksi orang Indonesia.



“Gw pikir loe ga dateng yank..” manja Della dengan lirih. Senyumnya mengembang paksa di sudut bibirnya yang kering. Besok memang hari ulang tahunku, dan mamaku sudah memintaku untuk kali ini saja absen tidak menjenguk Della di rumah sakit, karena besok mama berencana membuat acara ulang tahunku yang ke 20 bersama rekan-rekan papa di rumah. Tapi entah kenapa, ketika aku sudah memutuskan untuk tidak menjenguk Della, sehabis menerima panggilan yang entah dari siapa, mama mengijinkan ku pergi.



Tapi, jujur aku tidak tertarik, aku lebih suka make a wish bersama orang-orang yang kucintai, bersama mama, papa, dan tentu saja Della, kekasihku. Daripada menghambur-hamburkan duit sedemikian rupa, padahal begitu banyak yang kelaparan di luar sana.



Aku tersenyum sambil membenahi barang bawaan dan meletakkannya di atas buffet berwarna hijau tua di samping ranjang.



“mana tega gw ninggalin loe sendirian di rumah sakit Della baweeell.. makanya, cepet sembuh dong! Gw pengen jalan-jalan lagi bareng loe, kemana kekk.. “



“pengennya juga gitu, tapi penyakit sialan ini belum mau minggat juga dari tubuh gw Ge. Nah, loe bawa apa hari ini?” Della melirik ke atas buffet.



“susu, coklat SilverQueen, buah manggis kesukaan loe, ama air mineral, loe pengen apa sekarang yank?”



“hmmm, loe bawa rokok ‘ga?”



“dasar loe! Udah parah gini, masih aja inget ama rokok. Yank, inget yank, barang sialan itu yang udah bikin loe KO dan ngejoprek jadi penyakitan disini Del.. lupain rokok tu! Gw kan udah bilng ke elo berkali-kali, gw ga mau loe nyentuh barang itu lagi ampe kapanpun. Awas loe ya berani-berani lagi” ujarku dengan sedikit geram.



Della, gadis yang kutemui ketika aku mengajar anak-anak jalanan di dekat simpang lampu merah. Ya, aku bersama 3 orang temanku di kampus mengumpulkan anak-anak jalanan yang hidup tak tentu arah, dan hidup dengan pekerjaan yang bisa saja menjurus pada kriminal.



Tapi Della bukanlah bagian dari anak-anak jalanan itu. Ia hanya seorang gadis yang terseret pergaulan teman-temannya, karena kedua orang tuanya meninggal dan tak ada yang mengurusnya.



Satu kebiasaannya adalah merokok. Tapi selebihnya, tak pernah ia lakukan. Ia masih bisa mengontrol diri, tapi hanya saja, ia sudah terlanjur kecanduan barang sialan satu ini. Kemudian ia ikut dengan kelompok kami, Della ikut mengajar bersamaku. Tapi suatu ketika, ia jatuh pingsan dan hidungnya mengeluarkan darah. Ternyata paru-paru Della sudah rusak. Kebiasaannya, menghabiskan 2 bungkus rokok sehari, telah membuatnya harus dirawat seperti ini. Racun nikotin telah menggerogoti paru-parunya hingga bolong. Sudah terlalu sering aku mengingatkannya, namun ia hanya tobat sehari atau dua hari saja, selanjutnya, barang sialan itu sudah ada di tangannya lagi.



Della tertawa, meski mukanya meringis. Menahan sakit di dadanya dan membuatnya batuk-batuk kecil.



“sakit banget ya Del?” aku berusaha menghiburnya dengan pertanyaan bodoh ini. Meski Della tak menyukai itu. Dia sosok yang anti dibelaskasihani. Sosok yang keras.



“ga sakit kog, haha, oon loe yank, pake nanya lagi...” tawanya sedikit terkekeh. Aku tersenyum dan membelai rambutnya. Mata kami bertemu. Dan keheningan menyelimuti kami.



“gw sayang banget ama loe Ge.” Katanya sambil memegang lembut pergelangan tanganku yang masih membelai rambutnya.



“gw juga Del” sahutku. Della menarik wajahku mendekat padanya, dan bibir kami pun bertemu.



“Ge, gw mau loe nginep disini malem ini ya, temenin gw...” pinta Della tiba-tiba setelah aku melepas bibirku yang dikecupnya.

Aku serasa melihat hal yang janggal di raut mukanya. Tapi sejurus kemudian, aku pun mengangguk.

Della menghela nafas lega. Aku semakin merasa aneh, mungkin dia sangat kesepian, pikirku.



“kenapa Del? Loe kesepian banget ya? Biasanya gw nawarin nemenin loe, loe nolak dengan alasan kaga mau dianggap takut sendirian?” tanya ku sedikit bingung.



Wajah Della berubah murung. Bola matanya berputar ke seluruh ruangan, seakan takut ada seseorang yang ikut mendengar. Lirih Della mulai berbisik, suaranya terdengat ketakutan.



“be..beberapa malam ini, di..di ruangan gw...”



“apa sih yank? Ngomong jangan lama-lama dong..” kataku sedikit bercanda.



“di ruangan gw, kayak ada yang nemenin gw yank, tapi, tapi dia bukan manusia kayak kita..”

DEG! Jantungku seakan berhenti, seiring bulu kudukku yang tiba-tiba bangun. Ruangan ini ada hantunya?



* * *

Aku bukan cowok penakut, apalagi Della sendiri, kekasihku ini. Aku tahu betul sosok Della yang tegar dan terkesan berani.



“maksud loe, di kamar ini ada hantunya yank?”



Della tak menyahut. Tiba-tiba seorang dokter berusia separuh baya yang kulihat keluar dari kamar ini tadi serta seorang perawat muda, mengetuk pintu yang tidak tertutup lalu masuk untuk memeriksa keadaan Della. Sang dokter memberikan suntikan dan menyuruh perawat mengganti cairan infus yang hampir habis. Setelahnya mereka keluar dengan sedikit basa-basi untuk kesembuhan Della.



Della menatapku lekat-lekat. Jemarinya yang lemah dan dingin memegang jemariku.



“gw mau loe ga usah takut ya yank, beberapa malem ini, gw didatengin cewek seusia gw. Dia udah lama menghuni kamar ini. Dulu sama kayak gw, pasien yang sempat dirawat di ruangan ini sebelum meninggal” cerita Della.



Della memegang jemariku tambah erat. Ada getaran yang menyalurkan sebentuk keyakinan. Dan aku tahu persis, Della tak pernah berbohong. Hal itu justru membuat aku yang emang agak cemen semakin merasa takut.



“dia pengen menuhin janjinya pada temen deketnya saat masih hidup. Ntar malem dia bakalan dateng nemuin gw lagi, dan gw mau loe nemenin gw Ge. Gw harap loe berani ya, loe kan yayang gw yang paling cupu soalnya..” canda Della tapi masih dengan mimik yang serius.



Aku menganggukan kepala meskipun tak yakin. Aku tak pernah sekalipun punya pengalaman bertemu hantu sebelumnya. Ah, aku yakin, aku tak akan ketakutan, masak aku kalah sama cewek ku sendiri, batinku menguatkanku. Meskipun tenggorokanku berusaha keras menelan ludah, entah kenapa tiba-tiba terasa sekat dan sedikit pahit.

***

Rasanya, malam merayap dengan cepat. Kegelapan menelan senja yang menyemburatkan sinar kemerahan, menyapu lantai koridor rumah sakit yang kian senyap. Aku dan Della baru saja selesai makan malam.



Setelah disuapi dan sedikit dipaksa dengan pelototan mata, Della yang selera makannya belakangan ini merosot sangat tajam, ternyata mau juga menghabiskan menu hariannya. Setangkup bubur, sayur buncis dan wortel dengan seiris daging dan sebutir telur rebus yang disajikan di atas nampan almunium khas rumah sakit. Padahal aku berani bertaruh, bila dia sehat dan segar bugar, mustahil dia mau melahap makanan seperti ini. Della cukup anti sayur-sayuran. Apalagi, ditambah makan malam ku adalah KFC yang kupesan sore tadi, membuat dia semakin iri, hehe.



Entah kenapa, aku dan Della berubah kaku. Padahal sehabis makan malam tadi, kami masih sempat sedikit bercengkerama dan sayang-sayangan khas anak muda yang kasmaran ditinggal berdua (jangan mikir macem-macem ya, hehe). Tapi kini, hingga tengah malam menjelang, kami lebih banyak diam. Mungkin kami merasa tegang, menanti kedatangan seseorang atau lebih tepatnya sesuatu. Meskipun dimensi yang menjadi dunianya kini telah berbeda dengan dunia yang kami diami.



Tiba-tiba, Della terlihat tengah menajamkan telinganya. Sekilas kulirik jam ditanganku, pukul 23:59, semenit lagi pukul 00:00 tepat. Kulihat kembali Della, ia tengah menajamkan telinganya. Kepalanya di atas bantal miring ke kanan, seakan berusaha mendengar sesuatu yang masih samar-samar.



“dia datang yank...” suara Della semakin bergetar. Pegangan tangannya yang basah di pergelangan tanganku terasa semakin erat, sedikit menyakitkanku bahkan. Aku merasa tiba-tiba sangat ketakutan, dan berusaha menahan bagian tubuh bawahku agar tidak basah. Oh Tuhan, kumohon kuatkan kami! Kupanjatkan doa dalam hati tak henti-henti sedari tadi, sekedar untuk menekan rasa takutku.



“dia datangg Gee,! Dia datang Gee.!” Bisik Della di telingaku. Kutajamkan mata dan telingaku tanpa tahu apa dan siapa yang akan kulihat nanti. Semuanya serba nisbi. Serba tak pasti.



‘CKLACK..!CKLACK..!” tiba-tiba lampu di ruangan kami berkedip-kedip, sampai akhirnya padam sama sekali. Kegelapan menangkup ruang. Aku merasa bajuku ditarik-tarik kuat oleh Della – atau entah oleh siapa. Tangan kami berpegangan erat, bergetar. Tercium semilir harum melati. Sangat wangi menusuk hidung dan semerbak memenuhi ruangan kamar pasien yang aku dan Della ada.



Dalam gelap, mataku liar menyusuri berbagai sudur dan arah dalam ruangan yang aku duga nanti akan muncul sesuatu yang mungkin menakutkanku. Ini pengalaman pertamaku menjumpai dan merasakan hal mistis. Sesuatu yang sebelumnya tak pernah kupercayai walau seujung rambut. Wangi melati semakin tajam dan kian terasa dekat. Semakin dekat. Mengingatkanku pada parfum mama yang dibeli di London beberapa waktu lalu, dan sekali mama semprot di kamarnya, membuatku segera berbalik keluar dari kamar, karena bau yang begitu menyengat.



“KRACKK.!! KRIEEETTTTTTTTTTT....!!” pintu depan disamping kananku tiba-tiba terbuka lebar. Cahaya lampu dari koridor di luar kamar kami menerobos masuk mengusir kegelapan ruangan.



Tak ada siapapun di depan pintu. Aku menunggu, kulihat Della yang bibirnya tersorot cahaya dari luar kamar sedikit tersenyum. Tersenyum?



Tiba-tiba terlihat olehku beberapa perawat lelaki dan perempuan, dokter setengah baya tadi siang, dan mama serta papaku memasuki ruangan. Di belakang mereka, ada Jack, Sandra dan Ridho, ketiga teman kampusku yang ikut mengajar di jalanan. Kemudian, menerobos masuk anak-anak jalanan yang menjadi murid-muridku. Mereka berdiri di muka pintu dengan salah seorang perawat menenteng black forest berukuran cukup besar. Di atas Birthday Cake favoritku itu, ada sepasang lilin berbentuk angka 2 dan 0 yang berkelip menyala diatasnya.



“happy birthday to kak Ge.. happy birthday to kak Ge.. happy birthday to you ....” serempak para pengejutku itu bertepuk tangan dan bernyanyi dengan tak terlalu keras untukku.aku terperangah. Tak sedikitpun menyangkan akan mendapat suprise seperti ini. Lampu kamar tiba-tiba menyala. Kulihat Della, si biang keladi dan otak atas semua ini, sedang tertawa lebar di atas pembaringannya, dasar usil.!



Della berhasil menipuku dengan cerita hantunya yang hampir saja membuatku terkencing-kencing menahan rasa takut. Aku memelototinya, Della dan yang lain tertawa megap-megap.



Aku meniup lilin angka 20 itu hingga padam. Tepukan tangan yang lagi-lagi tak terlalu keras karena takut menganggu ketenangan pasien lain. Satu persatu mereka menyalamiku. Tiba giliran mamaku, aku mencium pipinya kuat-kuat. Papa menyalamiku dan menepuk bahuku dengan keras. Jack, Sandra dan Ridho lebih jahil lagi, mereka menampar kepalaku dengan telur dan tepung!



“selamat ulang tahun Gege...”. terdengar suara yang lemah dan asing, tepat di samping kiriku. Kulirik dan kulihat sesosok perempuan berpakaian putih, dengan rambut hitam kusut yang tergerai menutupi sebagian wajahnya yang pucat dengan kelopak mata hitam dan bola mata putih. Menatapku tajam, dalam-dalam. Dia berdiri persis di sampingku, dan kulihat tak seorangpun menyadari kehadirannya. Tubuhnya berupa bayangan putih yang separuhnya menembus ranjang.



Aku terkulai pingsan.



#Gege,
0
1.6K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buat Latihan Posting
Buat Latihan PostingKASKUS Official
35.6KThread1.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.