- Beranda
- The Lounge
Kuliah Sarjana Paling Lama 5 Tahun
...
TS
Fifahdyt
Kuliah Sarjana Paling Lama 5 Tahun
Kuliah Sarjana Paling Lama 5 Tahun
Sekarang lama studi sarjana diperpendek lagi gan
dulu 7 tahun sekarang jadi 5 tahun
SUMBER 1
SUMBER 2
GIMANA PENDAPAT MENURUT AGAN AGAN???
Sekarang lama studi sarjana diperpendek lagi gan
dulu 7 tahun sekarang jadi 5 tahun
Spoiler for 5 TAHUN SAJA:
JAKARTA - Sebutan mahasiswa abadi atau mahasiswa paling lama (mapala) yang kuliah S1 hingga tujuh tahun (14 semester) sudah tidak ada lagi. Pasalnya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan lama kuliah sarjana 4-5 tahun saja.
Aturan baru ini tertuang dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).
Dalam aturan ini ditentukan bahwa beban belajar minimal mahasiswa S1/D-IV adalah 144 SKS (satuan kredit semester). Nah untuk menuntaskan seluruh beban SKS tadi, mahasiswa S1/D-IV diberi batas waktu 4-5 tahun (8-10 semester).
"Benar sudah tidak seperti dulu lagi. Ada aturan baru," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso. Pada aturan sebelumnya, mahasiswa S1 atau sederajat diberi kesempatan kuliah hingga tujuh tahun (14 semester). Jika sampai tujuh tahun tidak lulus-lulus, mahasiswa terancam di-drop out (DO) atau dipecat.
Nah dengan aturan yang baru itu, ancaman DO gara-gara tidak lekas lulus bakal semakin mepet. Normalnya kuliah S1 atau D-IV ditempuh selama empat tahun (8 semester). Sehingga batas toleransi kemoloran kuliah hanya diberi waktu selama 1 tahun (2 semester) saja. Jika lewat dari lima tahun, mahasiswa terancam di-DO.
Mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan, alasan pemangkasan lama belajar untuk jenjang S1 atau D-IV itu terkait dengan kurikulum. Djoko menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi dievaluasi secara berkala setiap empat tahun sekali.
"Kalau kuliahnya tetap sampai tujuh tahun, bisa tertinggal kurikulumnya," ujarnya. Dengan simulasi lama kuliah sampai tujuh tahun, ada potensi seorang mahasiswa mengalami dua kurikulum berbeda dalam porsi yang hampir sama yakni empat tahun dan tiga tahun.
Sedangkan ketika lama kuliah dibatasi hingga lima tahun saja, ketimpangan kurikulum tidak akan terjadi secara signifikan. Mahasiswa yang kuliah hingga lima tahun, hanya berpotensi merasakan perbedaan kurikulum selama satu tahun saja.
Djoko juga mengatakan, pemangkasan batas maksimal kuliah ini juga memberikan banyak dampak positif. Diantaranya adalah mahasiswa lebih serius belajar selama kuliah. Kemudian juga menghemat biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa atau keluarga.
"Selain itu bangku atau tempat kuliahnya bisa segera diisi mahasiswa baru lagi to," katanya. Semakin cepat arus keluar dan masuk mahasiswa di perguruan tinggi, bisa meningkatkan akses pendidikan tinggi. Sebaliknya semakin banyak mahasiswa yang lama-lama kuliahnya, berdampak banyaknya antrian masuk ke perguruan tinggi.
Wakil Rektor 1 ITS Herman Sasongko mengatakan, prasangka positif terkait aturan baru ini adalah terkait dengan efisiensi anggaran yang dikeluarkan pemerintah.
Dia menuturkan bahwa akhir-akhir ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengambil alih sebagian tanggung jawab mahasiswa. "Diantaranya adalah urusan pendanaan atau jaminan biaya kuliah," jelas dia.
Herman juga berharap aturan baru ini diterapkan untuk mahasiswa baru. Dia juga optimis bahwa mahasiswa dalam posisi tertekan akan bisa berbuat maksimal. "Saya optimis mahasiswa bisa beradaptasi dengan aturan baru ini," kata dia. Meskipun selama ini kuliah diberi waktu hingga tujuh tahun bahkan lebih.
Herman mengatakan lebih baik lama kuliah memang diberi batasan waktu tertentu. Internal ITS sendiri masih akan mendalami pembicaraan dengan jajaran Kemendikbud terkait aturan baru itu. (wan)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan lama kuliah sarjana 4-5 tahun saja.
Aturan baru ini tertuang dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).
Dalam aturan ini ditentukan bahwa beban belajar minimal mahasiswa S1/D-IV adalah 144 SKS (satuan kredit semester). Nah untuk menuntaskan seluruh beban SKS tadi, mahasiswa S1/D-IV diberi batas waktu 4-5 tahun (8-10 semester).
"Benar sudah tidak seperti dulu lagi. Ada aturan baru," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso. Pada aturan sebelumnya, mahasiswa S1 atau sederajat diberi kesempatan kuliah hingga tujuh tahun (14 semester). Jika sampai tujuh tahun tidak lulus-lulus, mahasiswa terancam di-drop out (DO) atau dipecat.
Nah dengan aturan yang baru itu, ancaman DO gara-gara tidak lekas lulus bakal semakin mepet. Normalnya kuliah S1 atau D-IV ditempuh selama empat tahun (8 semester). Sehingga batas toleransi kemoloran kuliah hanya diberi waktu selama 1 tahun (2 semester) saja. Jika lewat dari lima tahun, mahasiswa terancam di-DO.
Mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan, alasan pemangkasan lama belajar untuk jenjang S1 atau D-IV itu terkait dengan kurikulum. Djoko menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi dievaluasi secara berkala setiap empat tahun sekali.
"Kalau kuliahnya tetap sampai tujuh tahun, bisa tertinggal kurikulumnya," ujarnya. Dengan simulasi lama kuliah sampai tujuh tahun, ada potensi seorang mahasiswa mengalami dua kurikulum berbeda dalam porsi yang hampir sama yakni empat tahun dan tiga tahun.
Sedangkan ketika lama kuliah dibatasi hingga lima tahun saja, ketimpangan kurikulum tidak akan terjadi secara signifikan. Mahasiswa yang kuliah hingga lima tahun, hanya berpotensi merasakan perbedaan kurikulum selama satu tahun saja.
Djoko juga mengatakan, pemangkasan batas maksimal kuliah ini juga memberikan banyak dampak positif. Diantaranya adalah mahasiswa lebih serius belajar selama kuliah. Kemudian juga menghemat biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa atau keluarga.
"Selain itu bangku atau tempat kuliahnya bisa segera diisi mahasiswa baru lagi to," katanya. Semakin cepat arus keluar dan masuk mahasiswa di perguruan tinggi, bisa meningkatkan akses pendidikan tinggi. Sebaliknya semakin banyak mahasiswa yang lama-lama kuliahnya, berdampak banyaknya antrian masuk ke perguruan tinggi.
Wakil Rektor 1 ITS Herman Sasongko mengatakan, prasangka positif terkait aturan baru ini adalah terkait dengan efisiensi anggaran yang dikeluarkan pemerintah.
Dia menuturkan bahwa akhir-akhir ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengambil alih sebagian tanggung jawab mahasiswa. "Diantaranya adalah urusan pendanaan atau jaminan biaya kuliah," jelas dia.
Herman juga berharap aturan baru ini diterapkan untuk mahasiswa baru. Dia juga optimis bahwa mahasiswa dalam posisi tertekan akan bisa berbuat maksimal. "Saya optimis mahasiswa bisa beradaptasi dengan aturan baru ini," kata dia. Meskipun selama ini kuliah diberi waktu hingga tujuh tahun bahkan lebih.
Herman mengatakan lebih baik lama kuliah memang diberi batasan waktu tertentu. Internal ITS sendiri masih akan mendalami pembicaraan dengan jajaran Kemendikbud terkait aturan baru itu. (wan)
Spoiler for PTN Yakin Tidak Kedodoran:
Kuliah Sarjana Maksimal 5 Tahun, PTN Yakin Tidak Kedodoran
JAKARTA - Pembatasan lama kuliah sarjana atau D-IV maksimal 5 tahun, berpotensi menimbulkan gejolak. Namun sejak dini, pengelola perguruan tinggi sudah mengantisipasinya. Mahasiswa yang lambat mengikuti perkuliahan, bisa meminta difasilitasi bimbingan konseling.
Cara seperti itu yang bakal diambil oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab. Dia menjelaskan bahwa aturan yang membatasi lama kuliah maksimal 5 tahun, hanya berpotensi mengganggu segelintir mahasiswa saja. Dia mengatakan bahwa mahasiswa-mahasiswa yang selama ini kuliahnya sampai tujuh tahun, jumlahnya tidak besar.
"Rata-rata di UNY mahasiswa itu lulus dalam waktu 4,5 tahun," katanya. Dengan rata-rata itu, Rochmat mengatakan institusinya tidak akan terpengaruh dengan ketentuan lama belajar maksimal kuliah yang dikepras dari tujuh tahun menjadi lima tahun.
Rochmat mengaku kuliah dalam waktu yang lama, hingga tujuh tahun, merugikan mahasiswanya sendiri. Sebab kurikulum ketika dia masuk menjadi mahasiswa, sudah mengalami perubahan ketika dia menjelang lulus. "
Saya sepakat tidak perlu lama-lama. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan cepat sekali," kata dia.
Hal senada disampaikan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmaloka. Dia menuturkan selama ini di ITB mahasiswa sarjana bisa kuliah hingga enam tahun. "Kalau belum lulus juga, akan dikeluarkan," katanya.
Akhmaloka menjelaskan rata-rata lama belajar mahasiswa sarjana di ITB adalah 4,2 tahun. Pada prakteknya, dia mengatakan ada mahasiswa sarjana yang lulus dalam waktu tujuh semester. Tetapi ada juga yang lulus maksimal hingga 12 semester.
Khusus di ITB, rekor lulus tercepat adalah mahasiswa Sekolah Farmasi lulus dalam waktu 3,8 tahun. Sedangkan lama kuliah di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB, mahasiwa paling lama tercatat 4,4 tahun.
Dia menuturkan Permendikbud yang mengepras lama kuliah sarjana menjadi lima tahun itu, baru keluar tahun ini. Sehingga aturan itu berlaku untuk mahasiswa baru yang masuk kuliah tahun akademik (TA) 2014/2015.
Akhmaloka mengatakan, dari kacamatan pengelola perguruan tinggi, waktu atau masa kuliah dipersingkat lebih cepat justru lebih bagus. Bukan semata-mata kursinya bisa digantikan oleh adik angkatannya, tetapi juga bisa menambah akses kesempatan belajar lebih luas lagi.
JAKARTA - Pembatasan lama kuliah sarjana atau D-IV maksimal 5 tahun, berpotensi menimbulkan gejolak. Namun sejak dini, pengelola perguruan tinggi sudah mengantisipasinya. Mahasiswa yang lambat mengikuti perkuliahan, bisa meminta difasilitasi bimbingan konseling.
Cara seperti itu yang bakal diambil oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab. Dia menjelaskan bahwa aturan yang membatasi lama kuliah maksimal 5 tahun, hanya berpotensi mengganggu segelintir mahasiswa saja. Dia mengatakan bahwa mahasiswa-mahasiswa yang selama ini kuliahnya sampai tujuh tahun, jumlahnya tidak besar.
"Rata-rata di UNY mahasiswa itu lulus dalam waktu 4,5 tahun," katanya. Dengan rata-rata itu, Rochmat mengatakan institusinya tidak akan terpengaruh dengan ketentuan lama belajar maksimal kuliah yang dikepras dari tujuh tahun menjadi lima tahun.
Rochmat mengaku kuliah dalam waktu yang lama, hingga tujuh tahun, merugikan mahasiswanya sendiri. Sebab kurikulum ketika dia masuk menjadi mahasiswa, sudah mengalami perubahan ketika dia menjelang lulus. "
Saya sepakat tidak perlu lama-lama. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan cepat sekali," kata dia.
Hal senada disampaikan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmaloka. Dia menuturkan selama ini di ITB mahasiswa sarjana bisa kuliah hingga enam tahun. "Kalau belum lulus juga, akan dikeluarkan," katanya.
Akhmaloka menjelaskan rata-rata lama belajar mahasiswa sarjana di ITB adalah 4,2 tahun. Pada prakteknya, dia mengatakan ada mahasiswa sarjana yang lulus dalam waktu tujuh semester. Tetapi ada juga yang lulus maksimal hingga 12 semester.
Khusus di ITB, rekor lulus tercepat adalah mahasiswa Sekolah Farmasi lulus dalam waktu 3,8 tahun. Sedangkan lama kuliah di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB, mahasiwa paling lama tercatat 4,4 tahun.
Dia menuturkan Permendikbud yang mengepras lama kuliah sarjana menjadi lima tahun itu, baru keluar tahun ini. Sehingga aturan itu berlaku untuk mahasiswa baru yang masuk kuliah tahun akademik (TA) 2014/2015.
Akhmaloka mengatakan, dari kacamatan pengelola perguruan tinggi, waktu atau masa kuliah dipersingkat lebih cepat justru lebih bagus. Bukan semata-mata kursinya bisa digantikan oleh adik angkatannya, tetapi juga bisa menambah akses kesempatan belajar lebih luas lagi.
SUMBER 1
SUMBER 2
GIMANA PENDAPAT MENURUT AGAN AGAN???
Diubah oleh Fifahdyt 22-08-2014 03:55
0
106.4K
Kutip
1.5K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.8KThread•89.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya