- Beranda
- Berita dan Politik
Penolalakan RUU Pilkada Tak lansung
...
TS
gamunaf1k
Penolalakan RUU Pilkada Tak lansung
Berbagai Penolakan Tentang RUU pilkada Secara Tidak lansung
Asosiasi Pemkot dan kabupaten sepakat tolak pilkada tak langsung
Bupati Se-Indonesia Tolak RUU Pilkada
Pelajar Indonesia di Cina Tolak Pilkada oleh DPRD
Massa Gelar Penolakan RUU Pilkada di DPRD Jabar
Mayoritas Netizen Tolak RUU Pilkada
Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD
Silahkan di Tambah kan
dan di tanggapi
Asosiasi Pemkot dan kabupaten sepakat tolak pilkada tak langsung
Quote:
MERDEKA.COM. Pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang mulai banjir penolakan. Kali ini, penolakan berasal dari bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Sebanyak 5 rekomendasi penolakan disahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional Luar Biasa yang gelar di Hotel Sahid Jaya. Mereka semua sepakat menolak pilkada lewat DPRD dan membuat 5 rekomendasi yang akan disampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sehubungan dengan hal tersebut Apeksi dan Apkasi menyelenggarakan rapat koordinasi nasional tentang penyelenggaraan kepala daerah secara langsung untuk penguatan otonomi daerah," kata Ketua Umum Apekasi, Vicky Lumentut saat membacakan 5 rekomendasi hasil rapat, Jakarta, Kamis (11/9).
Menurut Vicky, 5 rekomendasi penolakan RUU Pilkada tersebut bakal diberikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono. Kemudian juga ditembuskan kepada Pimpinan DPR, DPD, Menteri Polhukam, Mendagri, dan Menkum HAM. Serta ditembuskan kepada bupati dan wali kota di seluruh Indonesia.
Berikut 5 rekomendasi penolakan Apkasi dan Apkesi terhadap RUU Pilkada:
1. Menolak secara tegas pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD.
2. Sepakat bahwa perlu adanya perbaikan sistem pemilihan kepala daerah dengan memperhatikan pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, politis, dan praktis.
3. Peserta sepakat sistem pemilihan kepala daerah dilaksanakan dalam satu paket dengan wakil kepala daerah.
4. Jika mayoritas keinginan partai di DPR RI tidak berubah, Apkasi dan Apeksi meminta pemerintah yang dalam hal ini diwakili Kemendagri untuk menarik diri dalam proses pembahasan dan penetapan RUU Pilkada.
5. Selanjutnya jika sistem pemilihan dengan DPRD tetap tidak ada perubahan, Apkasi dan Apeksi akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
sumur:
http://www.merdeka.com/peristiwa/aso...-langsung.html
Sebanyak 5 rekomendasi penolakan disahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional Luar Biasa yang gelar di Hotel Sahid Jaya. Mereka semua sepakat menolak pilkada lewat DPRD dan membuat 5 rekomendasi yang akan disampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sehubungan dengan hal tersebut Apeksi dan Apkasi menyelenggarakan rapat koordinasi nasional tentang penyelenggaraan kepala daerah secara langsung untuk penguatan otonomi daerah," kata Ketua Umum Apekasi, Vicky Lumentut saat membacakan 5 rekomendasi hasil rapat, Jakarta, Kamis (11/9).
Menurut Vicky, 5 rekomendasi penolakan RUU Pilkada tersebut bakal diberikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono. Kemudian juga ditembuskan kepada Pimpinan DPR, DPD, Menteri Polhukam, Mendagri, dan Menkum HAM. Serta ditembuskan kepada bupati dan wali kota di seluruh Indonesia.
Berikut 5 rekomendasi penolakan Apkasi dan Apkesi terhadap RUU Pilkada:
1. Menolak secara tegas pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD.
2. Sepakat bahwa perlu adanya perbaikan sistem pemilihan kepala daerah dengan memperhatikan pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, politis, dan praktis.
3. Peserta sepakat sistem pemilihan kepala daerah dilaksanakan dalam satu paket dengan wakil kepala daerah.
4. Jika mayoritas keinginan partai di DPR RI tidak berubah, Apkasi dan Apeksi meminta pemerintah yang dalam hal ini diwakili Kemendagri untuk menarik diri dalam proses pembahasan dan penetapan RUU Pilkada.
5. Selanjutnya jika sistem pemilihan dengan DPRD tetap tidak ada perubahan, Apkasi dan Apeksi akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
sumur:
http://www.merdeka.com/peristiwa/aso...-langsung.html
Bupati Se-Indonesia Tolak RUU Pilkada
Quote:
JAKARTA - Persatuan bupati dan wali kota seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), melakukan rapat koordinasi untuk menentukan sikap terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) pemilihan kepala daerah. Kamis (11/9), mereka menegaskan penolakan terhadap rancangan tersebut.
Ketua Umum Apkasi, Irsan Noor mengatakan, pertemuan tersebut untuk menegaskan sikap penolakan dari para bupati dan wali kota. Pasalnya, pemilihan kepala daerah selanjutnya direncanakan melalui penunjukan secara langsung oleh DPR.
“Mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah kepada DPRD merupakan langkah bangsa ini dalam berdemokrasi. Lebih dari itu, menyerahkan pilkada ke DPRD sama saja merampok kedaulatan rakyat,” ujar Irsan Noor di Jakarta, Kamis (11/9).
Tak Direspons
Sikap tegas Apeksi dan Apkasi ini telah disampaikan kepada presiden, Kementerian Dalam Negeri, Komisi II, dan Panja RUU Pilkada di DPR. Ia mengaku usulan yang diberikan pihaknya tidak mendapat perhatian serius.
“Melalui pertemuan sebelumnya sudah ada rekomendasi, tetapi tidak mendapatkan respons,” ucapnya.
Buktinya, Irsan mengaku pembahasan aturan pilkada itu masih terus dibahas dan kemungkinan akan tetap masuk, hingga RUU tersebut akan disahkan DPR pada 25 September 2014.
Pertemuan itu untuk menentukan langkah yang akan ditempu Apeksi dan Apkasi pasca-pengesahan RUU Pilkada. “Selain untuk mempertegas sikap penolakan kami terhadap ketentuan pilkada dipilih DPRD, rakornas ini akan mengonsolidasikan langkah selanjutnya,” tuturnya.
Pemilihan langsung hanya berlangsung satu kali dalam lima tahun. Hal yang juga menjadi perhatian mereka bukan permasalahan pemilihan langsung dan tidak langsung semata. “Khawatirnya, nanti akan terjadi bupati berutang budi kepada DPR. Jadi, bupati dan wali kota tidak mengambil kontrol, tapi under control,” katanya.
Senada dengan Irsan, Ketua Umum Apeksi, Vicy Lementut, menyayangkan jika pilkada diikembalikan ke DPRD. Untuk itu, para bupati dan wali kota akan kembali tersandera dengan kepentingan partai di DPRD.
“Jangan heran jika nantinya bupati dan wali kota tidak akan bekerja membangun daerah, karena sibuk direcoki DPRD,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah petinggi partai Koalisi Merah Putih berkumpul di rumah politikus senior Partai Golkar, Akbar Tandjung, di Jalan Purnawarman 18 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/9) malam.
Pemimpin Partai Gerindra; Prabowo Subianto, Fadli Zon, politikus PPP Ahmad Yani, politikus Golkar Tantowi Yahya, Fuad Masyhur, politikus PKS Hidayat Nur Wahid, politikus PAN Drajad Wibowo, pendiri PAN Amien Rais, dan Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie hadir dalam kesempatan itu.
Fadli Zon mengatakan, sejumlah hal yang dibicarakan dalam pertemuan rutin itu termasuk soal pembahasan UU MD3 dan RUU Pilkada. Koalisi ini menyatakan soliditas mendukung RUU Pilkada.
http://sinarharapan.co/news/read/140...ada-span-span-
Ketua Umum Apkasi, Irsan Noor mengatakan, pertemuan tersebut untuk menegaskan sikap penolakan dari para bupati dan wali kota. Pasalnya, pemilihan kepala daerah selanjutnya direncanakan melalui penunjukan secara langsung oleh DPR.
“Mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah kepada DPRD merupakan langkah bangsa ini dalam berdemokrasi. Lebih dari itu, menyerahkan pilkada ke DPRD sama saja merampok kedaulatan rakyat,” ujar Irsan Noor di Jakarta, Kamis (11/9).
Tak Direspons
Sikap tegas Apeksi dan Apkasi ini telah disampaikan kepada presiden, Kementerian Dalam Negeri, Komisi II, dan Panja RUU Pilkada di DPR. Ia mengaku usulan yang diberikan pihaknya tidak mendapat perhatian serius.
“Melalui pertemuan sebelumnya sudah ada rekomendasi, tetapi tidak mendapatkan respons,” ucapnya.
Buktinya, Irsan mengaku pembahasan aturan pilkada itu masih terus dibahas dan kemungkinan akan tetap masuk, hingga RUU tersebut akan disahkan DPR pada 25 September 2014.
Pertemuan itu untuk menentukan langkah yang akan ditempu Apeksi dan Apkasi pasca-pengesahan RUU Pilkada. “Selain untuk mempertegas sikap penolakan kami terhadap ketentuan pilkada dipilih DPRD, rakornas ini akan mengonsolidasikan langkah selanjutnya,” tuturnya.
Pemilihan langsung hanya berlangsung satu kali dalam lima tahun. Hal yang juga menjadi perhatian mereka bukan permasalahan pemilihan langsung dan tidak langsung semata. “Khawatirnya, nanti akan terjadi bupati berutang budi kepada DPR. Jadi, bupati dan wali kota tidak mengambil kontrol, tapi under control,” katanya.
Senada dengan Irsan, Ketua Umum Apeksi, Vicy Lementut, menyayangkan jika pilkada diikembalikan ke DPRD. Untuk itu, para bupati dan wali kota akan kembali tersandera dengan kepentingan partai di DPRD.
“Jangan heran jika nantinya bupati dan wali kota tidak akan bekerja membangun daerah, karena sibuk direcoki DPRD,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah petinggi partai Koalisi Merah Putih berkumpul di rumah politikus senior Partai Golkar, Akbar Tandjung, di Jalan Purnawarman 18 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/9) malam.
Pemimpin Partai Gerindra; Prabowo Subianto, Fadli Zon, politikus PPP Ahmad Yani, politikus Golkar Tantowi Yahya, Fuad Masyhur, politikus PKS Hidayat Nur Wahid, politikus PAN Drajad Wibowo, pendiri PAN Amien Rais, dan Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie hadir dalam kesempatan itu.
Fadli Zon mengatakan, sejumlah hal yang dibicarakan dalam pertemuan rutin itu termasuk soal pembahasan UU MD3 dan RUU Pilkada. Koalisi ini menyatakan soliditas mendukung RUU Pilkada.
http://sinarharapan.co/news/read/140...ada-span-span-
Pelajar Indonesia di Cina Tolak Pilkada oleh DPRD
Quote:
TEMPO.CO, Beijing - Mahasiswa Indonesia di Beijing, Cina, mempertanyakan kengototan partai-partai yang ada di Koalisi Merah Putih menyetujui pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Masalah ini tak lebih dari upaya konsolidasi kekuatan parpol yang kalah pemilu untuk merebut kekuasaan di tingkat daerah,” kata Rifky Hasibuan, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Nanchang.
Menurut Rifky, terlepas dari baik-buruknya Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang kini tengah diperdebatkan itu, latar belakang persetujuan partai-partai pengusung Prabowo Subianto itu sudah cacat. “Metode itu hanya digunakan untuk menjegal partai yang berkuasa,” ujarnya. (Baca: Pilkada Lewat DPRD, KPK: Ini Korupsi Politik)
Rifky menuturkan mahasiswa Indonesia yang ada di Cina selama ini menginginkan adanya perubahan politik di Indonesia ke arah yang lebih baik. Kengototan partai-partai yang tak mendukung Joko Widodo, kata dia, merupakan penggerogotan kekuasaan. “Padahal kekuatan oposisi seharusnya digunakan sebagai penyeimbang."
Penolakan terhadap keinginan pilkada oleh DPRD juga diungkapkan Ernst Adhikara Chandra. Mahasiswa yang sudah sepuluh tahun tinggal di Beijing itu berujar, pemilihan kepala daerah menjadi tak langsung merupakan kemunduran. “Padahal pemilihan langsung bisa menghasilkan orang-orang seperti Ahok yang mampu memberantas korupsi,” ujarnya.
Menurut Ernst, pilkada oleh DPRD hanya akan menimbulkan praktek suap dari calon kepada anggota Dewan. “Saya tidak setuju,” katanya.
Sumur:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...kada-oleh-DPRD
Menurut Rifky, terlepas dari baik-buruknya Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang kini tengah diperdebatkan itu, latar belakang persetujuan partai-partai pengusung Prabowo Subianto itu sudah cacat. “Metode itu hanya digunakan untuk menjegal partai yang berkuasa,” ujarnya. (Baca: Pilkada Lewat DPRD, KPK: Ini Korupsi Politik)
Rifky menuturkan mahasiswa Indonesia yang ada di Cina selama ini menginginkan adanya perubahan politik di Indonesia ke arah yang lebih baik. Kengototan partai-partai yang tak mendukung Joko Widodo, kata dia, merupakan penggerogotan kekuasaan. “Padahal kekuatan oposisi seharusnya digunakan sebagai penyeimbang."
Penolakan terhadap keinginan pilkada oleh DPRD juga diungkapkan Ernst Adhikara Chandra. Mahasiswa yang sudah sepuluh tahun tinggal di Beijing itu berujar, pemilihan kepala daerah menjadi tak langsung merupakan kemunduran. “Padahal pemilihan langsung bisa menghasilkan orang-orang seperti Ahok yang mampu memberantas korupsi,” ujarnya.
Menurut Ernst, pilkada oleh DPRD hanya akan menimbulkan praktek suap dari calon kepada anggota Dewan. “Saya tidak setuju,” katanya.
Sumur:
http://www.tempo.co/read/news/2014/0...kada-oleh-DPRD
Massa Gelar Penolakan RUU Pilkada di DPRD Jabar
Quote:
Massa Gelar Penolakan RUU Pilkada di DPRD Jabar
Rabu, 10 Sept 2014 11:23:35| Politik | Dibaca 75 kali
Antarajawabarat.com, 10/9 - Massa dari berbagai elemen masyarakat di Jabar menggelar aksi menolak Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh DPRD di Gedung DPRD Provinsi Jabar, Kota Bandung, Rabu.
Koordinator Lapangan dari Gerakan Rakyat untuk Pilkada Langsung Azhar Hariman, mengatakan perubahan undang-undang pilkada itu akan menghilangkan demokrasi rakyat untuk memilih langsung kepala daerahnya.
"Ini (pilkada dipilih oleh DPRD) tidak sesuai dengan semangat demokrasi. Kita menolak Rancangan Undang-undang pilkada oleh dewan baik provinsi, kabupaten atau kota," kata Azhar.
Menurut dia, jika Pilkada dipilih di parlemen berarti tidak ada kemajuan dalam sistem demokrasi di Indonesia melainkan terjadi kemunduran seperti masa orde baru.
Ia menegaskan, rakyat Indonesia sebelumnya telah berjuang mengharapkan disahkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pilkada dipilih langsung oleh rakyat.
"Pemilihan kepala daerah melalui parlemen merupakan langkah mundur. Selama era reformasi, kita telah bersusah payah membangun sistem demokrasi ini," katanya.
Ia menuturkan, keinginan adanya pilkada langsung agar masyarakat belajar berdemokrasi dan berpartisipasi aktif atau mengorganisir diri dalam politik, dan membangun demokratisasi di daerah.
Selain itu, pilkada langsug dapat menjaring putra-putra daerah untuk menjadi pemimpin, atau menjadi pemimpin alternatif secara nasional ketika Indonesia krisis tokoh.
"Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional," kata Azhar.
Aksi tersebut berlangsung dengan orasi dan diakhiri dengan membakar replika keranda di depan gedung DPRD Jabar.
Massa aksi yang mendapatkan pengawalan oleh kepolisian akhirnya membubarkan diri setelah diterima aspirasinya oleh perwakilan DPRD Jabar dari Fraksi Golkar, dan PDIP, Gerindra.
Sumur:
http://antarajawabarat.com/lihat/ber...-di-DPRD-Jabar
Rabu, 10 Sept 2014 11:23:35| Politik | Dibaca 75 kali
Antarajawabarat.com, 10/9 - Massa dari berbagai elemen masyarakat di Jabar menggelar aksi menolak Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh DPRD di Gedung DPRD Provinsi Jabar, Kota Bandung, Rabu.
Koordinator Lapangan dari Gerakan Rakyat untuk Pilkada Langsung Azhar Hariman, mengatakan perubahan undang-undang pilkada itu akan menghilangkan demokrasi rakyat untuk memilih langsung kepala daerahnya.
"Ini (pilkada dipilih oleh DPRD) tidak sesuai dengan semangat demokrasi. Kita menolak Rancangan Undang-undang pilkada oleh dewan baik provinsi, kabupaten atau kota," kata Azhar.
Menurut dia, jika Pilkada dipilih di parlemen berarti tidak ada kemajuan dalam sistem demokrasi di Indonesia melainkan terjadi kemunduran seperti masa orde baru.
Ia menegaskan, rakyat Indonesia sebelumnya telah berjuang mengharapkan disahkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pilkada dipilih langsung oleh rakyat.
"Pemilihan kepala daerah melalui parlemen merupakan langkah mundur. Selama era reformasi, kita telah bersusah payah membangun sistem demokrasi ini," katanya.
Ia menuturkan, keinginan adanya pilkada langsung agar masyarakat belajar berdemokrasi dan berpartisipasi aktif atau mengorganisir diri dalam politik, dan membangun demokratisasi di daerah.
Selain itu, pilkada langsug dapat menjaring putra-putra daerah untuk menjadi pemimpin, atau menjadi pemimpin alternatif secara nasional ketika Indonesia krisis tokoh.
"Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional," kata Azhar.
Aksi tersebut berlangsung dengan orasi dan diakhiri dengan membakar replika keranda di depan gedung DPRD Jabar.
Massa aksi yang mendapatkan pengawalan oleh kepolisian akhirnya membubarkan diri setelah diterima aspirasinya oleh perwakilan DPRD Jabar dari Fraksi Golkar, dan PDIP, Gerindra.
Sumur:
http://antarajawabarat.com/lihat/ber...-di-DPRD-Jabar
Mayoritas Netizen Tolak RUU Pilkada
Quote:
[JAKARTA] Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang telah dilakukan sejak 2004 telah berhasil melahirkan wajah–wajah baru politisi yang dianggap lebih merakyat, dicintai, dan kompeten dalam mengemban amanah rakyat.
Sebut saja Walikota Surabaya Risma, Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Bogor Bima Arya S, Mantan Bupati Belitung Timur yang sebentar lagi akan menjadi Gubernur DKI Jakarta Basuki TP atau yang akrab dipanggil Ahok.
Bahkan Joko Widodo (Jokowi) yang kini menjadi Presiden pernah menjabat sebagai Walikoto Solo melalui proses tersebut.
Maka tak heran ketika wacana RUU Pilkada yang rencananya akan disahkan pada bulan September ini digulirkan dengan ketentuan baru yakni dihapuskannya proses pemilihan langsung oleh rakyat dan digantikan dengan pemilihan tidak langsung atau pemilihan oleh anggota DPRD, memicu perang opini antara yang pro dan kontra.
Tensi percakapan isu tersebut pun terus meningkat hingga Kamis (11/9), baik dalam pemberitaan di media konvensional maupun digital dan tak terkecuali di sosial media (Sosmed) tempat di mana jutaan rakyat Indonesia bisa langsung mengeluarkan pendapat, kritik dan saran secara bebas dan cepat.
Sejak Pilpres 2014, netizen Indonesia semakin kritis dalam menanggapi dan mengawal isu-isu nasional, tak terkecuali dalam isu RUU pilkada ini.
Lembaga pemantau percakapan dalam Sosmed, PoliticaWave berhasil memantau dan menganalisa percakapan terkait isu RUU pilkada tersebut sejak tanggal 1 - 8 September 2014.
Total percakapan sangat besar yakni mencapai 140,298 percapan yang dilakukan oleh 21,028 akun (unique user). Dari hasil analisa, besarnya percakapan tersebut menimbulkan beragam opini dan isu lainnya, namun yang paling mendominasi adalah penolakan netizen akan usulan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung.
Pendiri Politicawave, Yose Rizal mengemukakan para Netizen menghkawatirkan penghapusan Pilkada Langsung menyebabkan hilangnya hak untuk memilih langsung kepala daerah mereka dan proses tersebut mengingatkan mereka pada proses legislasi di masa Orde Baru yang jauh dari nilai demokrasi.
"Netizen menilai bahwa jika RUU Pilkada tanpa pemilihan langsung ini berhasil diloloskan maka hal tersebut menandakan hilangnya kedaulatan rakyat. Demokrasi yang sudah berjalan lebih dari satu decade ini harus mengalami kemunduran yang sangat besar," kata Yose di Jakarta, Kamis (11/9).
Ia menjelaskan disamping protes keras yang dilontarkan oleh berbagai tokoh dari berbagai kalangan mulai dari politikus, pengamat politik, pengamat hukum dan pemerintahan, protes juga datang dari jutaan netizen Indonesia.
Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa netizen menolak RUU pilkada tersebut.
Pertama, Netizen tidak ingin kehilangan hak politiknya untuk langsung memilih pemimpin sesuai pilihan hatinya sesuai dengan asas demokrasi.
Kedua, netizen khawatir tidak akan lahir lagi tokoh – tokoh pemimpin baru yang akan memperjuangkan hak rakyat melainkan yang lahir adalah pemimpin yang keputusannya hanya akan mewakili kelompok dan kepentingan politis tertentu di mana hal ini pernah dirasakan oleh sebagian netizen di zaman orde baru.
Ketiga, rasa kekhawatiran netizen pada dampak negatif yang dapat timbul dari lolosnya RUU ini, yakni secara nasional adalah tidak adanya kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, yang dalam jangka panjang akan menghambat kinerja Pemerintah pada tataran nasional.
Salah satu contoh dari dampak negative tersebut adalah sebagaimana diketahui Koalisi Merah Putih menguasai sebagian besar parlemen di tingkat DPRD, sehingga kepala daerah yang dipilih DPRD hampir pasti berasal dari koalisi Merah Putih.
Perbedaan koalisi politik antara Pusat dan Daerah dapat menyebabkan Daerah menolak menjalankan perintah atau aturan dari Pusat dengan alasan politis.
"Netizen tidak saja menyuarakan pendapatnya, namun netizen aktif melakukan gerakan untuk menolak RUU pilkada tersebut di berbagai kanal digital, seperti menggalang dukungan dalam bentuk petisi di change.org dengan kampanye "Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD".
Hingga hari ini sudah ada 1.500 pertisipasi tandatangan di petisi ini. Dengan petisi ini rakyat menolak hak konstitusional mereka yang dikebiri demi kepentingan kelompok tertentu.
"Keinginan kuat rakyat Indonesia dalam menjaga demokrasi dan haknya untuk memilih secara langsung para pemimpin daerahnya yang ditunjukan melalui berbagai upaya dari netizen Indonesia dalam mengawal semua proses legislasi yang berjalan saat ini terutama di sosial media selayaknya harus mendapat perhatian dan apresiasi dari wakil rakyat yang juga dipilih langsung oleh rakyat," jelasnya.
Sumur:
http://www.suarapembaruan.com/home/m...-pilkada/64499
Sebut saja Walikota Surabaya Risma, Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Bogor Bima Arya S, Mantan Bupati Belitung Timur yang sebentar lagi akan menjadi Gubernur DKI Jakarta Basuki TP atau yang akrab dipanggil Ahok.
Bahkan Joko Widodo (Jokowi) yang kini menjadi Presiden pernah menjabat sebagai Walikoto Solo melalui proses tersebut.
Maka tak heran ketika wacana RUU Pilkada yang rencananya akan disahkan pada bulan September ini digulirkan dengan ketentuan baru yakni dihapuskannya proses pemilihan langsung oleh rakyat dan digantikan dengan pemilihan tidak langsung atau pemilihan oleh anggota DPRD, memicu perang opini antara yang pro dan kontra.
Tensi percakapan isu tersebut pun terus meningkat hingga Kamis (11/9), baik dalam pemberitaan di media konvensional maupun digital dan tak terkecuali di sosial media (Sosmed) tempat di mana jutaan rakyat Indonesia bisa langsung mengeluarkan pendapat, kritik dan saran secara bebas dan cepat.
Sejak Pilpres 2014, netizen Indonesia semakin kritis dalam menanggapi dan mengawal isu-isu nasional, tak terkecuali dalam isu RUU pilkada ini.
Lembaga pemantau percakapan dalam Sosmed, PoliticaWave berhasil memantau dan menganalisa percakapan terkait isu RUU pilkada tersebut sejak tanggal 1 - 8 September 2014.
Total percakapan sangat besar yakni mencapai 140,298 percapan yang dilakukan oleh 21,028 akun (unique user). Dari hasil analisa, besarnya percakapan tersebut menimbulkan beragam opini dan isu lainnya, namun yang paling mendominasi adalah penolakan netizen akan usulan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung.
Pendiri Politicawave, Yose Rizal mengemukakan para Netizen menghkawatirkan penghapusan Pilkada Langsung menyebabkan hilangnya hak untuk memilih langsung kepala daerah mereka dan proses tersebut mengingatkan mereka pada proses legislasi di masa Orde Baru yang jauh dari nilai demokrasi.
"Netizen menilai bahwa jika RUU Pilkada tanpa pemilihan langsung ini berhasil diloloskan maka hal tersebut menandakan hilangnya kedaulatan rakyat. Demokrasi yang sudah berjalan lebih dari satu decade ini harus mengalami kemunduran yang sangat besar," kata Yose di Jakarta, Kamis (11/9).
Ia menjelaskan disamping protes keras yang dilontarkan oleh berbagai tokoh dari berbagai kalangan mulai dari politikus, pengamat politik, pengamat hukum dan pemerintahan, protes juga datang dari jutaan netizen Indonesia.
Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa netizen menolak RUU pilkada tersebut.
Pertama, Netizen tidak ingin kehilangan hak politiknya untuk langsung memilih pemimpin sesuai pilihan hatinya sesuai dengan asas demokrasi.
Kedua, netizen khawatir tidak akan lahir lagi tokoh – tokoh pemimpin baru yang akan memperjuangkan hak rakyat melainkan yang lahir adalah pemimpin yang keputusannya hanya akan mewakili kelompok dan kepentingan politis tertentu di mana hal ini pernah dirasakan oleh sebagian netizen di zaman orde baru.
Ketiga, rasa kekhawatiran netizen pada dampak negatif yang dapat timbul dari lolosnya RUU ini, yakni secara nasional adalah tidak adanya kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, yang dalam jangka panjang akan menghambat kinerja Pemerintah pada tataran nasional.
Salah satu contoh dari dampak negative tersebut adalah sebagaimana diketahui Koalisi Merah Putih menguasai sebagian besar parlemen di tingkat DPRD, sehingga kepala daerah yang dipilih DPRD hampir pasti berasal dari koalisi Merah Putih.
Perbedaan koalisi politik antara Pusat dan Daerah dapat menyebabkan Daerah menolak menjalankan perintah atau aturan dari Pusat dengan alasan politis.
"Netizen tidak saja menyuarakan pendapatnya, namun netizen aktif melakukan gerakan untuk menolak RUU pilkada tersebut di berbagai kanal digital, seperti menggalang dukungan dalam bentuk petisi di change.org dengan kampanye "Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD".
Hingga hari ini sudah ada 1.500 pertisipasi tandatangan di petisi ini. Dengan petisi ini rakyat menolak hak konstitusional mereka yang dikebiri demi kepentingan kelompok tertentu.
"Keinginan kuat rakyat Indonesia dalam menjaga demokrasi dan haknya untuk memilih secara langsung para pemimpin daerahnya yang ditunjukan melalui berbagai upaya dari netizen Indonesia dalam mengawal semua proses legislasi yang berjalan saat ini terutama di sosial media selayaknya harus mendapat perhatian dan apresiasi dari wakil rakyat yang juga dipilih langsung oleh rakyat," jelasnya.
Sumur:
http://www.suarapembaruan.com/home/m...-pilkada/64499
Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD
Quote:
Hak demokrasi rakyat dipangkas DPR melalui RUU Pemilihan Kepala Daerah yang baru. Untuk alasan efisien, tapi hak konstitusional rakyat dibabat.
Padahal, setelah 10 tahun pelaksanaan pilkada langsung oleh rakyat telah melahirkan tokoh pemimpin muda yang baru, berani, tegas, cerdas, bertanggungjawab, berkualitas, dan merakyat yang berhasil membangun daerahnya masing-masing. Misalnya Ganjar Pranowo, Ahok, Ridwan Kamil, Bima Arya, Risma, dan pemimpin muda lainnya yang terpilih langsung oleh rakyat karena kinerja mereka yang bagus.
Pilkada langsung digagas sejak 2004 sebagai koreksi atas pemerintahan sentralistik pada masa orde baru yang melahirkan birokrat yang korup di daerah dan mengakibatkan masyarakat di daerah tidak dapat merasakan pembangunan yang merata dan walaupun kekayaan alam di daerahnya sangat kaya tapi lebih banyak dikorupsi oleh pejabat dan DPRD di daerah mereka akibat pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Terbukti, banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD karena melakukan pemerasan kepada kepala daerah yang mereka pilih atau karena transaksi suap untuk melancarkan kebijakan dan program di daerah karena harus melalui persetujuan oleh DPRD.
Pasca-Pilpres 2014, 6 dari 9 fraksi di DPR yang semula mendukung tetap dilaksanakannya Pilkada Langsung oleh rakyat justru berbalik menolak dan menyetujui kepala daerah dipilih oleh DPRD. Apakah atas dasar kepentingan kekuasaan partai politik, lalu hak asasi rakyat untuk memilih dan menyuarakan pilihan politik dalam menentukan kepala daerah di daerah masing-masing dirampas oleh penguasa yang masa jabatannya tinggal menghitung hari?
Dan rencana DPR, RUU Pilkada akan disahkan pada rapat paripurna terakhir bulan September ini sebelum pergantian masa jabatan kepada anggota DPR terpilih hasil Pemilu 2014.
Untuk:
DPR RI
Agun Gunanjar, Ketua Komisi II DPR RI
Abdul Hakam Naja, Wakil Ketua Komisi II DPR
Arif Wibowo, Wakil Ketua Komisi II DPR
Prof. Djohermansyah Djohan, Pejabat Kemendagri
Widjono Harjanto, Ketua Fraksi Gerindra
Drs. Al Muzzamil Yusuf, Ketua Kapoksi Bidang Politik Fraksi PKS
Nurul Arifin, S.IP, M.Si, Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar
Miryam S. Haryani, SE, M.Si, Anggota Komisi II DPR Fraksi Hanura
Ida Fauziyah, Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB
Taufiq Effendi, Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar
Drs. Setya Novanto, Ketua Fraksi Golkar
Abdul Malik Haramain (Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB), Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB
Marzuki Alie, Ketua DPR RI
Sekretariat Ketua DPR, Sekretariat Ketua DPR
Sekretariat Wakil Ketua DPR Bidang KORPOLKAM, Sekretariat Wakil Ketua DPR Bidang KORPOLKAM
Sekretariat Komisi II DPR RI, Sekretariat Komisi II DPR RI
Reni Marlinawati (Anggota DPR Fraksi PPP), Anggota DPR Fraksi PPP
Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat
Prabowo Subianto, Ketua Partai Gerindra
Aburizal Bakrie, Ketua Partai Golkar
Megawati Sukarno Putri, Ketua PDIP
Muhaimin Iskandar, Ketua PKB
Agus Purnomo, Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS
Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra
Muhammad Anis Matta (Presiden PKS), Presiden PKS
Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri
Hidayat Nur Wahid, Anggota DPR RI Fraksi PKS
Baleg DPR, Badan Legislasi DPR
Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD
Kepada Bapak/Ibu Wakil Rakyat di DPR,
Kami, rakyat Indonesia yang sedang belajar berdemokrasi. Kami bangga dengan negara Indonesia yang menjunjung tinggi hak politik masyarakatnya. Selama sepuluh tahun ini, Kami rakyat Indonesia berhak memilih sendiri wakilnya di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota selain itu kami juga berhak memilih dan menilai sendiri siapa presiden Indonesia, dan siapa kepala daerah di daerah kami, siapa Gubernur kami dan siapa Bupati atau Walikota kami.
Kami ingat, waktu dulu sebelum reformasi, Kami tidak pernah diperhatikan oleh kepala daerah, bahkan kami tidak mengenal siapa kepala daerah dan pejabat pemerintahan di daerah Kami. Tapi, dengan pemilihan kepala daerah secara langsung, Kami didekati dan dikenalkan dengan mereka calon-calon pejabat pemerintah di daerah. Bahkan masing-masing calon datang ke dusun-dusun dan ke desa Kami untuk kampanye dan berkenalan dengan Kami, rakyat yang akan dipimpinnya. Mereka berjanji dan berorasi untuk kesejahteraan Kami.
Tapi kenapa hak kami untuk memilih kepala daerah kami Bapak/Ibu akan renggut?
Sumur:
http://www.change.org/p/dpr-ri-dan-s...share_petition
Petisi ini sudah di parah sekitar 38.828 Mendukung
Padahal, setelah 10 tahun pelaksanaan pilkada langsung oleh rakyat telah melahirkan tokoh pemimpin muda yang baru, berani, tegas, cerdas, bertanggungjawab, berkualitas, dan merakyat yang berhasil membangun daerahnya masing-masing. Misalnya Ganjar Pranowo, Ahok, Ridwan Kamil, Bima Arya, Risma, dan pemimpin muda lainnya yang terpilih langsung oleh rakyat karena kinerja mereka yang bagus.
Pilkada langsung digagas sejak 2004 sebagai koreksi atas pemerintahan sentralistik pada masa orde baru yang melahirkan birokrat yang korup di daerah dan mengakibatkan masyarakat di daerah tidak dapat merasakan pembangunan yang merata dan walaupun kekayaan alam di daerahnya sangat kaya tapi lebih banyak dikorupsi oleh pejabat dan DPRD di daerah mereka akibat pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Terbukti, banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD karena melakukan pemerasan kepada kepala daerah yang mereka pilih atau karena transaksi suap untuk melancarkan kebijakan dan program di daerah karena harus melalui persetujuan oleh DPRD.
Pasca-Pilpres 2014, 6 dari 9 fraksi di DPR yang semula mendukung tetap dilaksanakannya Pilkada Langsung oleh rakyat justru berbalik menolak dan menyetujui kepala daerah dipilih oleh DPRD. Apakah atas dasar kepentingan kekuasaan partai politik, lalu hak asasi rakyat untuk memilih dan menyuarakan pilihan politik dalam menentukan kepala daerah di daerah masing-masing dirampas oleh penguasa yang masa jabatannya tinggal menghitung hari?
Dan rencana DPR, RUU Pilkada akan disahkan pada rapat paripurna terakhir bulan September ini sebelum pergantian masa jabatan kepada anggota DPR terpilih hasil Pemilu 2014.
Untuk:
DPR RI
Agun Gunanjar, Ketua Komisi II DPR RI
Abdul Hakam Naja, Wakil Ketua Komisi II DPR
Arif Wibowo, Wakil Ketua Komisi II DPR
Prof. Djohermansyah Djohan, Pejabat Kemendagri
Widjono Harjanto, Ketua Fraksi Gerindra
Drs. Al Muzzamil Yusuf, Ketua Kapoksi Bidang Politik Fraksi PKS
Nurul Arifin, S.IP, M.Si, Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar
Miryam S. Haryani, SE, M.Si, Anggota Komisi II DPR Fraksi Hanura
Ida Fauziyah, Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB
Taufiq Effendi, Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar
Drs. Setya Novanto, Ketua Fraksi Golkar
Abdul Malik Haramain (Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB), Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB
Marzuki Alie, Ketua DPR RI
Sekretariat Ketua DPR, Sekretariat Ketua DPR
Sekretariat Wakil Ketua DPR Bidang KORPOLKAM, Sekretariat Wakil Ketua DPR Bidang KORPOLKAM
Sekretariat Komisi II DPR RI, Sekretariat Komisi II DPR RI
Reni Marlinawati (Anggota DPR Fraksi PPP), Anggota DPR Fraksi PPP
Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat
Prabowo Subianto, Ketua Partai Gerindra
Aburizal Bakrie, Ketua Partai Golkar
Megawati Sukarno Putri, Ketua PDIP
Muhaimin Iskandar, Ketua PKB
Agus Purnomo, Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS
Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra
Muhammad Anis Matta (Presiden PKS), Presiden PKS
Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri
Hidayat Nur Wahid, Anggota DPR RI Fraksi PKS
Baleg DPR, Badan Legislasi DPR
Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD
Kepada Bapak/Ibu Wakil Rakyat di DPR,
Kami, rakyat Indonesia yang sedang belajar berdemokrasi. Kami bangga dengan negara Indonesia yang menjunjung tinggi hak politik masyarakatnya. Selama sepuluh tahun ini, Kami rakyat Indonesia berhak memilih sendiri wakilnya di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota selain itu kami juga berhak memilih dan menilai sendiri siapa presiden Indonesia, dan siapa kepala daerah di daerah kami, siapa Gubernur kami dan siapa Bupati atau Walikota kami.
Kami ingat, waktu dulu sebelum reformasi, Kami tidak pernah diperhatikan oleh kepala daerah, bahkan kami tidak mengenal siapa kepala daerah dan pejabat pemerintahan di daerah Kami. Tapi, dengan pemilihan kepala daerah secara langsung, Kami didekati dan dikenalkan dengan mereka calon-calon pejabat pemerintah di daerah. Bahkan masing-masing calon datang ke dusun-dusun dan ke desa Kami untuk kampanye dan berkenalan dengan Kami, rakyat yang akan dipimpinnya. Mereka berjanji dan berorasi untuk kesejahteraan Kami.
Tapi kenapa hak kami untuk memilih kepala daerah kami Bapak/Ibu akan renggut?
Sumur:
http://www.change.org/p/dpr-ri-dan-s...share_petition
Petisi ini sudah di parah sekitar 38.828 Mendukung
Silahkan di Tambah kan
dan di tanggapi
Diubah oleh gamunaf1k 11-09-2014 08:51
0
3.8K
Kutip
43
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
672.3KThread•41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya