TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski
mendukung Rancangan Undang-Undang Pilkada,
Partai Amanat Nasional (PAN) , Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) sejatinya adalah partai
yang paling dirugikan jika RUU itu diberlakukan.
Padahal, jika RUU tersebut disahkan, peluang
ketiga partai tersebut sangat minim--bahkan
tidak ada--untuk mencalonkan kepala daerah di
seluruh provinsi karena suaranya sedikit.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA),
Ray Rangkuti , menyayangkan sikap ketiga partai
tersebut yang tidak menghitung secara politik
dan pragmatis mendukung RUU tersebut.

"PAN kira-kira hanya mungkinkan dapat suara di
Sulawesi Tenggara. Di luar itu kalau tidak nomor
tiga, nomor empat. Tapi paling banyak nomor
empat," ujar Ray dalam dikusi bertajuk 'Menolak
Warisan RUU Antireformasi dari Rezim SBY:
Pilkada via DPRD' di Kedai Kopi Deli, Jakarta,
Senin (8/9/2014).

Sementara PKS, kata Ray, nasibnya lebih malang
dari PAN. PKS tidak pernah menang dari satu
provinsi pun di Indonesia. PKS hanya mampu
bersaing di urutan kedua di tingkat provinsi yakni
di Maluku.

Selebihnya PKS hanya partai nomor tiga di
Sumatera Barat, Jawa Barat dan Sulawesi
Tenggara. "Kalau cuma nomor dua, hanya bisa
mendorong calon wakil kepala daerah. Hanya
penggembira," kata Ray.

Bagaimana dengan nasib PPP? Ternyata lebih
menyedihkan lagi. Partai berlambang kabah
tersebut sama sekali tidak punya basis massa
yang memampukan dirinya mencalonkan kepala
daerah atau wakil kepala daerah.

"Perlu diingatkan kembali. Apakah PAN, PKS,
PPP, mengkalkulasi betul secara pragmatis dan
politik ini apakah sistem ini menguntungkan
mereka. Alasan mereka yang pragmatis
sekalipun tidak untungkan mereka," kata Ray.

mikir dulu tho...paling cuman buat ban serep doang apa kabar aspirasi kader kader yg paling loyal